Listyo Sigit Cabut Larangan Pemberitaan Arogansi Polisi Sehari setelah Telegram Kapolri Diterbitkan

Baru sehari surat telegram larangan peliputan arogansi polisi langsung dicabut, lantaran menuai pro kontra dan mendapat sorotan sejumlah kalangan.

Editor: Fitriana Andriyani
(Dok. Divisi Humas Polri)
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo saat konferensi pers di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2020). 

Kegiatan itu, juga tidak boleh disiarkan secara langsung.

"Dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten," tambah Listyo.

Terakhir, Sigit mengatakan bahwa tata cara pembuatan dan pengaktifan bahan peledak tak boleh ditampilkan secara rinci dan eksplisit.

Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 ini ditandatangani oleh Kadiv Humas Pol, Inspektur Jenderal Argo Yuwono atas nama Kapolri. 

Baca juga: DPRD Minta Walikota Ambon Segera Tuntaskan Kasus Non Job Puluhan ASN

Telegram bersifat sebagai petunjuk arah (Jukrah) untuk dilaksanakan jajaran kepolisian.

Surat telegram Kapolri itu kemudian mendapat sorotan sejumlah kalangan.

Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ilham Bintang menilai  Kapolri salah alamat jika melarang media konvensional menayangkan adanya anggota Polri yang dianggap menyalahgunakan tugasnya melakukan kekerasan.

Ilham menilai surat telegram itu seharusnya ditujukkan kepada media Polri ataupun stasiun televisi yang bekerjasama dengan Polri.

”Saya pikir Telegram Kapolri itu salah alamat kalau ditujukan kepada media pers. Mungkin itu memang buat media-media Polri yang selama ini bekerjasama dengan terutama stasiun TV, membuat program buser dan kawan-kawannya," kata Ilham dalam keterangannya, Selasa (6/4).

Dijelaskan Ilham, sumber hukum pers di Tanah Air adalah UU Pers Nomor 40 tahun 1999 yang merupakan produk reformasi.

Aturan ini secara hukum jauh di atas surat telegram Kapolri.

"Jadi menurut saya bukan untuk media pers. Kalau pun dimaksudkan untuk media pers, saya harus mengatakan itu salah alamat. Derajat telegram itu jauh di bawah UU Pers. Mustahil peraturan yang berada di bawah, seperti Telegram Kapolri mengalahkan UU yang berada di atasnya," ungkap dia.

Lebih lanjut, Ilham menambahkan Kapolri seharusnya menerbitkan surat telegram yang berisikan larangan personel Polri melakukan kekerasan daripada melarang menyiarkannya.

Baca juga: Gelar LPJ, Ini 6 Prioritas Pembangunan Daerah Maluku Tengah

"Kalau buat pers justru itu penting diberitakan sebagai koreksi kepada polisi. Yang benar, Kapolri harus melarang polisi bersikap arogan dalam melaksanakan tugas. Sudah pasti tidak ada video yang merekam peristiwa itu untuk disiarkan," bebernya.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli meminta Polri menjelaskan telegram Kapolri itu.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Menyelamatkan Bayi Baru Lahir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved