‘My Period’ Sebuah Karya Terobos Tabu Menstruasi di Ambon
Seniman Tari dan Koreografer asal Ambon, Peraih Hibah Seni Kategori Inovatif, Theodora Melsasail menerobos ketabuan tentang menstruasi di Ambon
Diambil dari pengalaman pribadinya dan pengalaman berbeda yang dirasakan para perempuan lainnya yang ia temui, ia bisa dengan mudah menarikan respon tubuh ketika perempuan mengalami dismenore.
Seperti menekan-nekan perut, mengangkat kaki sejajar dengan dinding, melompat-lompat, menungging, hingga mengangkang.
Baca juga: Protes Sistem Ganjil-Genap, Sopir Angkot Serbu DPRD Ambon : Dishub Kota & Provinsi Beda Aturan
Dalam tarian itu, ia menggunakan sebuah wadah tradisional yang disebut sempe untuk mengisi cairan berwarna merah yang menggambarkan sebagai darah menstruasi.
Kemudian, direspon dengan menggunakan rambutnya sebagai kuas dan disapu ke dinding dan lantai berwarna putih.
“Tarian ini sebagai bentuk bahwa perempuan sedang memutuskan untuk berani berbicara tentang menstruasi, dan saya hadir dengan keadaan tubuh seperti ini dan saya bangga saat mengalami menstruasi."
"Jadi, ketika rambut saya merespon dan menyapu ke warna putih berarti perempuan mengambil sebuah keputusan untuk berhenti malu dan ketakutan saat menstruasi, terutama saat bocor di tempat umum,” tutur perempuan yang sering mengedukasi masyarakat lewat tariannya itu.
Selain pertunjukan tarian, Theo juga menggelar pameran di awal karya My Period.
Berbagai kutipan-kutipan menarik yang diangkat dari hasil observasinya terhadap beberapa perempuan yang bercerita pengalaman mereka ketika menstruasi.
Ragam kutipan itu ditempel pada pembalut dan di pajang di ruang-ruang publik.
Pameran juga digelar secara daring yang menampilkan foto-foto dirinya dengan mengusung tema dismenore.
Selanjutnya ada video reaksi yang menangkap air muka dan respon warga ketika melihat Theo berjalan di ruang-ruang publik dengan celana putih bernoda merah di bagian bokongnya.
Dari eksperimen itu, Theo mengaku hanya satu laki-laki dan tiga perempuan yang langsung menghampirinya dan memberitahu keadaannya saat itu.
Selebihnya hanya menganga terheran-heran dan ada yang bahkan tak peduli sama sekali. Pembacaan text dalam bahasa daerah Suku Naulu juga tak luput meramaikan project My Period.
Masing-masing karya ditunjukan secara live di Instagram dan Facebook pribadinya. Sementara keseluruhan karya akan diluncurkan secara resmi di YouTube channel Yayasan Kelola selaku inisiator atau pemberi hibah.
Theo berharap, karya ini bisa dijadikan sebagai bahan edukasi agar perempuan mampu mengenali dan menerima keadaan tubuhnya, tidak merasa ditolak atau bahkan diasingkan oleh lingkungannya. (*)
Tonton Juga :
