‘My Period’ Sebuah Karya Terobos Tabu Menstruasi di Ambon

Seniman Tari dan Koreografer asal Ambon, Peraih Hibah Seni Kategori Inovatif, Theodora Melsasail menerobos ketabuan tentang menstruasi di Ambon

Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Kontributor TribunAmbon.com/Adjeng
Seorang Seniman Tari dan Koreografer asal Ambon, Peraih Hibah Seni Kategori Inovatif, Theodora Melsasail menerobos ketabuan tentang menstruasi di Ambon melalui karyanya yang diberi judul ‘My Period’. 

Semua aktivitas sehari-hari dilakukan di dalam rumah berukuran 2x2 itu, seperti makan, minum, mandi, dan sebagainya.

Hal ini dilakukan karena suku Naulu percaya bahwa darah menstruasi dinilai sebagai sesuatu yang kotor dan najis, bisa mencemari lingkungan serta membawa kutukan.

Baca juga: DPRD Kota Ambon: Pantau Kinerja Pemkot, Buka Posko Pengaduan Jaring Pengaman Sosial

Dasar pemikiran inilah yang diambil Theo untuk membuat karya ‘My Period’.

Berbeda dengan tradisi Pinamou yang hingga kini masih dijalankan oleh Suku Naulu.

Karya seni tari dan tentang menstruasi di Ambon melalui karyanya yang diberi judul ‘My Period’.
Karya seni tari dan tentang menstruasi di Ambon melalui karyanya yang diberi judul ‘My Period’. (Kontributor TribunAmbon.com/Adjeng)

Di mana para perempuan yang lahir di lingkungan modern seperti di Kota Ambon mengalami siklus biologis untuk pertama kalinya dan pengalaman seperti apa yang mereka lewati setiap kali ‘datang bulan’.

Berdasarkan hasil observasi yang  dilakukan Theo terhadap 28 orang di Kota Ambon, terdiri dari perempuan dan laki-laki menunjukkan sebanyak 80 persen dari mereka masih menganggap menstruasi sebagai hal yang tabu.

Menurutnya, para perempuan juga sering mendapatkan penolakan dan diasingkan dari lingkungan akibat perubahan respon fisik dan mental ketika mengalami menstruasi.

“Bagi saya, dengan mereka berani menjawab dan bercerita tentang pengalaman mereka adalah salah satu cara sederhana untuk melawan tabu menstruasi, bahkan karya ini hadir untuk gerakan kecil yakni melawan tabu menstruasi,” ucap Theo, peraih Jujaro Innovation itu.

Founder Theo Dance Family itu kemudian memilih tari sebagai media untuk mendobrak ketabuan dan untuk mengedukasi masyarakat luas tentang isu menstruasi.

Menurutnya, tari merupakan jembatan yang tepat untuk menyampaikan sebuah materi atau isu ke masyarakat luas.

Dalam tarian yang ditampilkan, Theo mengekspresikan respon tubuh perempuan ketika mengalami dismenore atau nyeri haid atau kram di perut bagian bawah, sebelum atau sewaktu menstruasi.

Pada sebagian perempuan dismenore dapat bersifat ringan, namun pada sebagian lain, dismenore bisa berlebihan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

“Satu kata tentang menstruasi yaitu menyengsarakan, karena hampir setiap bulan saya pasti mengalami demam. Sakit di area punggung hingga area vagina mengalami kram,” Begitulah respon salah satu dari 28 orang yang diwawancarai Theo.

Dance Dismenore

Menciptakan gerakan dance dismenore bukanlah hal yang sulit bagi Theo.

Halaman
123
Sumber: Tribun Ambon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved