Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur Desak DPR RI Prioritaskan RUU PKS
Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur mendesak DPR-RI memasukan kembali Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
‘’Korban yang harus memberi keterangan berulang-ulang, dan dihadapkan dengan pelaku juga menimbulkan trauma, banyak hal yang melemahkan aspek keadilan bagi korban,’’ jelas Lusy.
Jaringan juga melihat, dari sisi Pemerintah Daerah. Kebijakan, program dan penganggaran pemerintah belum menyasar kebutuhan membangun pranata maupun infrastruktur pencegahan kasus. Serta perlindungan dan pemulihan yang komprehensif bagi korban dan keluarga korban.
‘’Sangat minim edukasi publik terkait pencegahan dan perlindungan, Rumah Aman maupun tenaga pendamping tidak sebanding kebutuhan penanganan kasus,’’ ungkap Lusy.
Karena itu Jaringan Masyarakat Sipil untuk RUU PK-S mendesak DPR-RI untuk :
1. Memasukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2020/2021
2. Memastikan bahwa Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual nanti adalah:
- Undang-undang yang melindungi hak-hak korban untuk mengakses keadilan sehingga mendapatkan proses peradilan yang berkeadilan
- Undang-undang yang mencakup pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban serta pemidanaan pelaku;
- Undang-undang yang memberikan kepastian hukum terhadap bentuk-bentuk kekerasan seksual: pelecehan seksual; eksploitasi seksual; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan aborsi; perkosaan; pemaksaan perkawinan; pemaksaan pelacuran; perbudakan seksual; dan penyiksaan seksual.
- Undang-undang yang mencakup juga pemidanaan khusus bagi pelaku korporasi, pelaku yang menghambat, bertindak lalai menjalankan kewajiban, serta sanksi administratifnya
- Undang-undang yang memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan seksual
- Undang-undang yang menegaskan pengaturan layanan pemerintah maupun layanan negara yang sinergetik dengan masyarakat dan LSM sebagai upaya pemulihan korban.
(*)