Virus Corona
EKSKLUSIF Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno, ke Mana saat Pandemi Covid-19?
Penjelasan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno menjawab pertanyaan publik di tengah pandemi Covid-19
Bagaimana caranya meyakinkan masyarakat di tengah pandemi dengan kapasitas bapak sebagai Wagub?
Sebelum saya menjadi seperti sekarang ini, saya PNS biasa, pernah menjabat sebagai Camat, kemudian beberapa jabatan di Kabupaten MBD yaitu sebagai Wakil Bupati dan Bupati.
Saya bukan tipikal pemimpin yang berbuat sesuatu lalu kemudian bagaimana mengeksposkannya ke publik secara seimbang.
Saya meyakini bahwa yg penting Tuhan tahu dan sekalipun orang akan bertanya kenapa pak wagub tidak hadir?
Kan saya juga menjaga norma, saya menghindari polemik dan wacana.
Kalau saya diam begini, itu artinya saya menjaga norma pemerintahan, sekalipun orang berprediksi di luar sana.
Tapi saya menjaga agar suasana tidak ada polemik dan wacana.
Tapi, kebetulan hari ini wartawan datang ya saya harus mengatakan apa adanya, kalau tidak juga saya tidak pernah bilang bahwa saa tidak pernah dilibatkan.
Wartawan harus memberikan informasi ke publik dan saya juga tidak mungkin berbohong.
Kalau tanpa pertanyaan dari wartawan, saya juga tidak bisa berbicara begini, jadi ya saya punya cara sendiri.
Kalau saya publiskan seakan-akan seperti apa dan saya kan tidak mewakili tim covid, iya kan.
Saya tidak mau, bisa saja orang bilang overacting nanti.
Jadi ya bertindak dengan cara saya sendiri, bukan berarti saya diam, saya di sini (rumah) juga ada orang-orang yang datang.
Saya memberikan penguatan, jaga diri baik-baik, makan makanan lokal, rempah-rempah lokal, seperti cengkeh pala, lengkuas itu lebih sehat.
Jadi di suasana covid-19 ini kan kita makan makanan lokal, itu cara saya.
Tidak mesti saya ketemu orang dan saya panggil wartawan.
Selain itu, Istri saya pun hari ini tergabung dengan Ina Beta Maluku, dan ketemu dengan orang-orang, saya bilang silahkan
Apa rencana bapak untuk Maluku?
Pertama, difasilitasi ddengan paling tidak sarana prasarana yang minimal sekalipun, tapi representatif jadi kita tidak perlu menunggu lama dari pusat.
Kedua, waktu itu saya belum tau istilah APD, saya bilang waktu itu paling tidak tenaga medis ini harus dilengkapi dengan sarana prasarana kesehatan karena mereka ini garda depan, bayangkan jika mereka ini terinfeksi.
Saya kira kalau kita mau upayakan masih belum terlambat, belum ada kata terlambat. Tenaga medis harus betul-betul APD nya dilengkapi dan harus representatif.
Ketiga, mereka yang dikarantinakan, hari ini kan ada beberapa Rumah Sakit ya, ada empat termasuk BPSDM itu kan juga sudah ditempati dan hanya ada beberapa termasuk RS hanya tersisa beberapa tempat tidur yang kosong.
Sekarang harus dicari alternatif lain, disiapkan, harus disiapkan fasilitas cadangan mau itu gedung atau apa mesti disiapkan.
Lalu misalkan kebutuhan kelengkapan lain, seperti kasur dan sprei itu jangan dibeli di pasar. Menurut saya, jangan dibeli di pasar tapi pengadaan khusus supaya steril, siapa tahu, virus itu ada di luar sana dan nempel di perlengkapan yang dibeli, mudah-mudahan tidak namun untuk mencegah saja.
Keempat, makanan harus memenuhi standar gizi sehingga mereka bisa sehat. Kasus positif covid-19 ini semakin bertambah, bisa saja ke depan misalkan diberlakukan PSBB, sangat mungkin masyarakat kita akan kesulitan makan.
Nah, sekarang kita sudah mesti berpikir untuk memberdayakan masyarakat terhadap makanan lokal, karena kita tidak tahu covid-19 ini sampai kapan. Kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan.
Tadi saya katakan, kita harus memberdayakan masyarakat di desa. Meski hari ini kita memberikan pendampingan dan motivasi kepada mereka untuk menanam produk makanan lokal, seperti sayur-sayuran, dan lain-lain. Itu sudah mesti disiapkan.
Lalu kemudian bagaimana memutus mata rantai covid-19 ini, kalau pemerintah atau tim bekerja sendiri tidak akan cukup, harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, karena sesungguhnya mata rantai ini bisa terputus tergantung masing-masing orang memproteksi dirinya. Bukan cuma soal pemerintah atau pun tim saja. Kita bisa meyakinkan masyarakat.
Saya sarankan, bagaimana jika memanfaatkan seluruh pemangku kepentingan, di seluruh kelurahan kita maanfaatkan, kita duduk bersama para imamnya, para kepala pemuda, kepala adat, kepala desa, lurah, pimpinan umat yang ada di situ, pendeta, pastor, untuk mereka ini yang membuat pendampingan dan penguatan.
Jadi, saya sarankan, dalam menghadapi masa pandemi ini mari kita makanan lokal. Kita tidak usah pakai bumbu-bumbu pabrik.
Tapi gunakan pala, cengkeh, lengkuas, lada, semua itu pasti sehat. Kita walaupun disantuni beras mau sampai kapan?
Mungkin efektif tapi tidak efisien, atau sebaliknya. Terus terang, saya saja, kalian bisa lihat di pekarangan rumah, kita lagi bikin bedeng itu di sebelah sana, mau ditanami jagung dan sayuran. Tuhan menguji kita untuk kembali ke kearifan lokal.
Apakah tidak terlalu terlambat menyantuni para pekerja harian?
Saya tidak bisa bilang ini terlambat atau apa, saya hanya berpendapat untuk di kemudian hari.
Kalau kita mau putus mata rantai kecuali orang tidak ke luar lagi, itu kan hidup.
Kita tidak bisa melarang mereka, kira-kira mau makan apa?
Jadi kita harus berpikir jika bisa menyantuni mereka per bulan bisa berapa saya yakin kita bisa meminimalisir atau memutus mata rantai sepenuhnya.
Memproteksi diri sendiri. Apakah terpikirkan oleh pemerintah untuk tidak hanya membagi sembako tapi juga dibagikan vitamin gratis kepada masyarakat?
Sebetulnya itu stimulan mesti vitamin itu penting.
Menyarankan masyarakat, memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk kembali ke pangan lokal, karena sampai kapan kita hanya mau bagikan sembako.
Kemudian para tenaga medis diperhatikan APD, kelengkapan lain hingga gizi mereka.
Sekarang ini tim covid-19 baik kota maupun provinsi sudah harus punya solusi alternatif ketika terjadi lonjakan kasus secara masif, termasuk pemberian vitamin juga itu penting.
Menurut pikiran saya, anggaran yang dikeluarkan harusnya lebih kepada hal-hal yang saya sebutkan di atas. Tidak bisa sekedar bicara-bicara saja, namun harus diimplementasikan.
Pemerintah punya tanggung jawab untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat.
Bagaimana pandangan bapak terhadap kebijakan-kebijakan yang dterapkan tim gustu provinsi apakah yang diturunkan dari pusat itu sudah sesuai dengan kondisi yang ada di Maluku?
Saya belum bisa berkomentar soal itu.
Masyarakat bertanya: Bapak selama ini di mana?
Melihat kembang dipetik, mau marah tapi tak kuasa.
Saya bersama pak gubernur berproses maju itu kami berjuang bersama-sama.
Kami punya misi dan visi yang sama membangun Maluku.
Pertanyaan pak wagub ada di mana? Ternyata saya ada di rumah. saya bukan ditunjuk, saya bukan diangkat, tapi saya berjuang bersama.
Tapi, memang aturan mengatakan bahwa kewenangan dan menanandatangi adalah kepala daerah.
Tapi, saya kira wakil kepala daerah kan bersama-sama.
Andai kata bisa dibicarakan bersama bahwa kepala daerah bikin apa dan wakil kepala daerah bikin apa, nanti pertanggung jawabnya ada di kepala daerah.
Tentunya saya akan melakukan apapun yang ditugaskan kepada saya, tapi kalau tidak ada tugas yang diberikan kepada saya kan bagaimana mungkin, apa saya harus overacting.
Sejauh ini koordinasi dengan Gubernur seperti apa?
Seperti yang ada lihat sekarang, tanpa saya harus bicara – seperti yang anda lihat sekarang.
Makanya tadi saya bilang, walaupun saya tidak kelihatan tapi dengan cara saya.
Sekali lagi saya bilang, dengan cara saya.
Ya memilih begini, karena saat ini penangananya ya penanganan covid-19.
Dalam posisi begini ini saya sayang, dalam posisi begini sebenarnya saya gelisah – karena begitu besar harapan masyarakat kepada kami.
Tentunya, meski saya sebagai wakil kepala daerah, atas kesepakatan saya berjanji bikin bikin ini-bikin itu, tentunya secara bersama-sama.
Tapi, seperti ini. andaikata diputar arah jarum jam kembali ke belakang.
Apakah ada upaya untuk “mesra dan bersama-sama”?
Tidak, saya tidak mengatakan bahwa kami ada konflik, tapi mestinya sebagai manusia kan pasti merasa.
Saya bukan tiba-tiba menjadi wakil kepala daeah, saya mantan kepala daerah, saya belum berakhir loh sebenarnya.
Saya bukan datang ke sini dan baru memulai sesuatu, tidak.
Dan saya juga tidak mau dianggap bahwa saya mencari-cari tidak.
Demi Maluku, saya mengambil posisi diam, mengambil posisi di rumah itu kompas, demi Maluku.
Bagaimana masyarakat seharusnya berperan aktif melawan corona dengan sense keMaluku'an?
Pertama, saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat Maluku.
Ketika masyarakat bertanya-tanya saya ke mana, saya di mana, jangan-jangan saya diam saja?
Saya meminta maaf beribu-ribu maaf.
Saya di rumah tapi bukan berarti saya tidak berfikir tentang Maluku.
Di mana-mana kalau ada yang ketemu saya selalu memberikan penguatan, sementara fungsi saya seperti itu.
Maluku ini kan bukan MBD saja, Ambon saja, bukan Soumlaki saja atau bukan Maluku tenggara saja, tapi, Maluku ini punya keragaman yang kita pakai istilah punya ke-Maluku-an.
Saya imbau masyarakat menghadapi corona ini mari kita kembali ke kearifan lokal.
Masyarakat di Ambon, kalau bisa bisa mengkonsumsi makanan sagu, papeda dan umbi-umbian, masyarakat di MBD kalau bisa mengkonsumsi makanan utamanya jagung dan kacang, mayarakat MTB kembali ke bakar batu umbi-umbian, kemudian Maluku Tenggara kita makan embal, Aru dan seterusnya.
Kalau kita mengkonsumsi makanan lokal dengan bumbunya itu ada cengkeh, pala, haliah, lengkuas, daun salam dengan ikan kuah kuning, ikan kuah bening, sayur kelor, bayam, daun kangkung dan sayur daun kasbi.
Saya di rumah, makan makanan lokal, adek-adek boleh liat di sana ada bedeng, besok-besok adik-adik datang liat sudah ada jagung dan sayur-sayuran di sana.
Saya mau mengajak kita kembali ke kearifan lokal kita. Kita harus bangga dengan kearifan lokal kita, bangga dengan makanan lokal kita, dan berdoa saya yakin kita bisa terhindar dari corona.
Saya minta kepada seluruh stakeholder, tokoh masyarakat, pimpinan umat untuk membantu pemerintah juga membantu tim covid-19 memberikan penguatan menjadi motivator dan dinamisator bagi masyarakat dan sekitar.
Pemerintah ataupun tim tentunya tidak terlalu efektif, untuk kita keluar dari hal ini adalah masing-masing orang ikut memproteksi dirinya masing-masing. (*)