Listrik Dicabut hingga Hidupi 3 Adik, Ini Kisah-kisah Pilu Anak Yatim Rawat Keluarga Tanpa Ortu

Kumpulan kisah pilu anak yatim rawat adiki karena ditinggal orang tua, seperti bocah di Boyolali hidup seadanya rawat sang adik

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Kolase TribunAmbon.com
Kisah pilu anak yatim menghidupi kakak dan adik 

Bayu yang berusia tujuh tahun masih bisa sekolah di kelas satu SD tak jauh dari tempat tinggalnya.

“Saya sudah tak sekolah lagi sejak ibu mencari uang, saya harus mengasuh Audia (3) dan juga merawat adik bayi. Kalau Audia itu rewel, ogoan suka minta mainan dan ditemani terus,” kata Revan yang telaten memandikan Audia serta memberi pakaian.

Revan (12) merawat adik-adiknya termasuk dua yang balita sejak bapaknya meninggal dunia dan ibunya pergi mencari kerja ke Jawa
Revan (12) merawat adik-adiknya termasuk dua yang balita sejak bapaknya meninggal dunia dan ibunya pergi mencari kerja ke Jawa (Tribun Jabar/Deddi Rustadi)

Saat ditemui Revan sedang memasang pakaian ke Audia, sementara bayinya dipangku  bidan desa Susi Elvina Wahyu Niar.

“Bayinya agak panas sekarang, mungkin karena banyak yang datang menjengguk dan melihat empat anak yatim ini, rumah terus terbuka,” kata bidan desa ini.

Bayi ini lahir di rumah sakit empat bulan lalu dan setelah itu, bapaknya meninggal dunia pada Desember tahun lalu. Revan mengaku bisa memasak dan kerap mendapat bantuan dari tetangganya. “Saya bisa masak, ibu yang mengajarkan termasuk bisa masak sayur sop. Tapi lebih sering bikin ceplok telor goreng dan membuat nasi goreng,” kata Revan.
Ia mengaku tak tahu kapan ibunya pulang dan hanya meminta merawat adik-adiknya. “Ibu bilangnya mau ke Jawa mencari uang,” katanya.

Mohamad Sahid (33), tetangga keluarga ini yang juga penarik ojek mengaku cukup dekat dengan keluarga Priutoro Aji. “Sering ngobrol bahkan almarhum ingin membuka usaha sablon,” kata Sahid.

Ia mengaku seminggu lalu, Yuyun, istri almahum Aji mengeluh tak punya uang untuk membayar kontrakan rumah dan bayar listrik.

“Ia minta diantar ke Sumedang dan naik bus katanya mau ke Jawa mencari uang. Dia mengatakan tak punya sama sekali, saya antar naik bus di Sumedang dan dua hari kemudian menelpon dan menyebutkan mentransper uang Rp 50 ribu untuk anaknya. Saya yang mengambil uang ke bank,” katanya.

Menurutnya saat mengantar Yuyun seminggu lalu, ia mendengar Yuyun menitipkan anak-anaknya ke tetangga yang lain.

“Yuyun berteriak dan menitipkan anak-anaknya ke tetangga yang sedang ada di luar. Dia sangat bingung dan minta diantar naik bus. Katanya mau ke Gunung Kawi. Terakhir saat ditelpon sudah ada di Blitar, Jawa Timur,” kata Sahid.

Kabar Revan yang mengasuh adik-adiknya menjadi viral di media sosial. Simpati warga berdatangan dan banyak bantuan datang ke anak-anak yatim ini.

Keluarga almarhum Priutoro Aji ini merupakan pendatang dari Jakarta. Mereka mengontrak rumah disana sejak delapan bulan lalu.

Sebelumnya mereka tinggal di Panyindangan, Desa Sukahayu, Kecamatan Rancakalong dan sempat jualan premium eceran.

“Mereka itu bukan warga Desa Wargaluyu, pendatang dari Jakarta dan mengontrak di desa kami,” kata Cecep, Kepala Desa Wargaluyu.

Ia mengatakan saat Priutoro meninggal diurus warga karena kondisi ekonomi mereka. “Bahkan saya berniat mengasuh bayinya serta anak yang lainnya mau diasuk ketua RW disini tapi ditolak ibunya dengan alasan bukan anak ayam yang diberikan begitu saja,” katanya.

 Bursa Transfer Pemain: Neymar, Coutinho, Dybala Ramaikan Liga Inggris?

3. Listrik Dicabut PLN, Pasokan Air Disegel, Dua Bocah Yatim Hidup Kekurangan

Sementara kisah ketiga seperti dituliskan oleh Tribun Bali.

Dua anak yatim piatu asal Banjar Dinas Tihingan Kauh, Desa/Kecamatan Bebandem, Komang Gede Suarjana (14) serta Ni Putu Suniati (19) tampak terharu saat menerima bantuan dari relawan di rumahnya, Jumat (25/5/2018).

Dua kakak adik ini ditinggal kedua orangtuanya.

Ayahnya, I Ketut Lepir, meninggal dunia empat hari lalu lantaran menderita kanker stadium empat.

Sedangkan ibunya sudah meninggal dua tahun lalu.

Kedua anak ini hidup serba kekurangan.

Rumah yang didapat dari bedah rumah masih semi permanen.

Kondisi dalam rumah sangat minim.

Tidak ada almari ataupun kasur.

Ukuran kamar 3 x 3 meter, beralas tanah.

Saat tidur, kedua anak ini memakai tikar robek berukuran 2 x 1 meter tanpa bantal.

Saat malam hari kedua kakak adik ini harus bertarung melawan dingin.

Suarjana mengaku, kebiasaan ini lama dilaluinya.

Putu Sumiati dan Komang Gede Suarjana saat didatangi relawan di rumahnya Banjar Dinas Tiyingan Kauh
Putu Sumiati dan Komang Gede Suarjana saat didatangi relawan di rumahnya Banjar Dinas Tiyingan Kauh (Istimewa)

Sebelum dapat bedah rumah, bersama sang ayah mereka tidur di gubuk beralaskan tikar.

Mereka memasak depan rumah dengan kayu bakar.

Rumah mereka pun tak dialiri listrik setelah dicabut PLN karena tak mampu bayar bulanan, pasokan air juga disegel.

Kedua anak ini juga menanggung beban utang yang ditinggalkan ayahnya.

Diketahui ayahnya sudah lama sakit sehingga tidak bisa kerja.

Menurut seorang relawan, Wayan Andy Karyasa, besaran utang yang dibayarkan sekitar Rp 5 juta.

Termasuk utang sekolahnya sekitar Rp 600 ribu.

Kedua anak yatim ini pun membutuhkan bantuan dana untuk melunasi utang-utangnya.

Selain juga untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Suarjana.

 Ramalan Zodiak Besok Kamis 8 Agustus, Pisces Punya Strategi Baru, Jiwa Petualang Aquarius Tergugah

4. Bocah Jualan Cilok Hidupi 5 Anggota Keluarga

Kisah pilu keempat seperti dituliskan Kompas.com.

Ditinggal pergi kedua orangtua untuk selamanya tidak membuat Muhammad Saputra menyerah menghadapi kehidupan.

Anak yang baru berusia 12 tahun ini berjuang membantu kakaknya mencari nafkah untuk menghidupi lima orang anggota keluarga dengan cara berjualan cilok keliling.

" Jualan setiap hari, sore (setelah) pulang sekolah," kata Putra saat dijumpai Kompas.com di kediamannya yang berada di Jalan Cikini Dalam, Juramangu Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Rabu (13/2/2019).

Menggunakan sebuah sepeda yang dipasangi keranjang putih tempat meletakkan cilok-cilok tersebut, Putra berkeliling hingga pukul 21.00 WIB.

Dalam sehari, Putra bisa menjual hingga 250 tusuk cilok yang dihargai Rp 2.000 per tusuknya.

Namun apabila sedang sepi pembeli, Putra tak segan membagi-bagikan cilok tersebut ke tetangga-tetangganya.

Hasil dari berjualan tersebut kemudian digunakan untuk membantu membeli keperluan sehari-hari, membayar kontrakan rumah kayu yang berukuran kurang lebih 3x5 meter, biaya sekolah adik pertamanya yang duduk di bangku TK, serta susu dan popok adik bontotnya yang masih berusia 10 bulan.

Siti Juleha (17), kakak Putra mengatakan, adiknya itu sudah mulai berjualan cilok saat almarhum kedua orangtua mereka meninggal.

Muhammad Saputra, bocah 12 tahun yang berjuang cari nafkah dengan berjualan cilok keliling sepeninggalan orang tuanya
Muhammad Saputra, bocah 12 tahun yang berjuang cari nafkah dengan berjualan cilok keliling sepeninggalan orang tuanya (Kompas.com/JIMMY RAMADHAN AZHARI)

"Sebelumnya saya yang jualan cilok, mama bantuin bikin, saya yang gorengin, jualin," kata Leha.

Namun, saat ini Leha terpaksa mengandalkan suaminya yang beprofesi sebagai sopir angkot dan adiknya Putra untuk mencari uang, sementara ia harus mengurus adiknya paling kecil.

Adapun ayah dan ibu Putra meninggal pada 2018 lalu. Ibu Putra meninggal setelah melahirkan adiknya yang paling kecil, sementara ayahnya meninggal karena sakit paru-paru yang sudah dideritanya.

Saat berjualan cilok dengan sepedanya, Putra pernah diserempet oleh sebuah mobil. Pengendara mobil itu kemudian memarahinya dan meminta ganti rugi.

"Diomelin suruh ganti rugi, tapi ada yang belain juga. Kalau disuruh ganti rugi mah nanti uang cilok habis semua," kata bocah yang selalu tersenyum ini.

Ia juga pernah diusir oleh seorang pedagang cilok lainnya karena dianggap mengambil wilayah berjualan si pedagang.

Putra mengatakan, tak jarang orang-orang yang datang membeli dagangannya memberikan uang lebih sebagai bentuk rasa iba.

"Ada lumayan dikasih buat jajan Rp 20.000, Rp 30.000," jelasnya.

Cilok-cilok yang dijual Putra dibuat oleh tetangga sebelah rumahnya yang bernama Ratini.

"Putra yang jualin, saya yang bikinin doang. Kasihan enggak ada yang bantuin," kata Ratini.

Ia merasa iba karena keempat kakak beradik itu harus berjuang bersama untuk hidup karena ditinggal almarhum kedua orangtua mereka.

"Semoga jadi orang sukses, sudah berjuang berat begini enggak ada emaknya enggak ada bapaknya, kasihan," ujar Ratini.

Putra sendiri berencana untuk terus berjualan cilok hingga dua orang adiknya besar dan bisa bersekolah dengan layak.

Bahkan, ia memiliki cita-cita bisa membeli rumah sendiri dari uang yang disisihkannya dari hasil berjualan cilok. (*)

Tolak Ajakan Hubungan Badan, Seorang Istri Dibunuh Suami, Ini Pengakuan Pelaku dan Kesaksian Warga

BMKG: Prakiraan Tinggi Gelombang Perairan Maluku Hari Ini Rabu 7 Agustus 2019, Ombak Capai 2.5 Meter

BMKG: Prakiraan Tinggi Gelombang Perairan Maluku Hari Ini Rabu 7 Agustus 2019, Ombak Capai 2.5 Meter

(TribunAmbon.com/Chrysnha/TribunSolo.com/TribunJabar/TribunBali/Kompas.com)

Sumber: Tribun Ambon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Menyelamatkan Bayi Baru Lahir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved