Laporan Jurnalis TribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo
MALTENG,TRIBUNAMBON.COM - Baltazar Alfis Katayane (55) dan Robert Hatuani (60) adalah potret kisah inspiratif perjuangan dan pengabdian guru tanpa batas yang tak kenal lelah.
Alfis Katayane ialah Kepala Sekolah SD Negeri 149 Maluku Tengah yang terletak di Negeri Rumasokat, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah.
Sementara, Robert Hatuani adalah, Plh. Kepala SMP Negeri 112 Maluku Tengah sekaligus Kepala SD Negeri 344 Maluku Tengah di Negeri Kaloa, Kecamatan Seram Utara.
Mereka menghabiskan tahun-tahun emasnya sedari usia muda sebagai tenaga pengajar di daerah terpencil Pegunungan Seram Utara.
Memasuki usia senja tak menghalangi semangat para guru hebat ini untuk mengabdi mencerdaskan anak-anak bangsa.
Alfis Katayane dan Kisahnya Mengabdi di Kanikeh Seram Utara
Baltazar Alfis Katayane (55), pria paruh baya yang telah mengabdikan diri sebagai guru di daerah terpencil selama 22 tahun lamanya.
Sejak tahun tahun 2003, ia ditugaskan sebagai tenaga pengajar di SD Negeri Roho yang saat ini sudah menjadi SD Negeri 225 Maluku Tengah.
Usai 18 tahun mengabdi di Negeri Roho, ia dipindah tugaskan ke SD YPPK di Negeri Kanikeh, Kecamatan Seram Utara.
"Selang 18 tahun saya mengabdi di sekolah tersebut kemudian di pertengahan tahun 2023 saya ditugaskan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah untuk menjadi kepala sekolah di SD YPPK Kanikeh," ceritanya kepada TribunAmbon.com, (19/8/2025) lalu.
Perjalanan dari pusat Kota Kecamatan Seram Utara,Wahai ke Negeri Kanikeh ialah menempuh dua hari jalan kaki.
Sejak menjabat di tahun-tahun tersebut masalah yang paling fundamental di SD YPPK Kanikeh ialah minimnya tenaga pengajar.
"Dengan minimnya tenaga pengajar mengakibatkan siswa jarang datang di sekolah, karena ketika mereka datang ke sekolah tidak ada guru," cetus Katayane.
Sehingga para siswa memilih tidak bersekolah dan membantu orang tua di kebun dan aktifitas lainnya.
"Karena sama saja ketika kembali ke sekolah tidak ada guru yang melayani para siswa untuk belajar," ungkap dia.
Di tahun 2024, Kepala Dinas Pendidikan beserta staf berkunjung ke Negeri Kanikeh, dalam kunjungan itu selaku Kepala Sekolah Katayane melaporkan untuk penambahan guru honorer.
"Selain itu mereka juga membawa Starlink dan lima chromebook , kemudian di tahun yang sama kepala dinas juga meresmikan SD 351 Maluku Tengah di Kanikeh," urainya.
Jumlah siswa SD YPPK Kanikeh tahun 2024 sebanyak 76 siswa yang terdaftar pada Dapodik sekolah.
"Jumlah siswa cukup banyak namun sayang tenaga pengajarnya kurang," ungkapnya resah.
Di awal tahun 2025, Katayane kemudian ditugaskan ke SD Negeri 149 Maluku Tengah di Rumasokat, Maluku Tengah.
Sebagai guru yang telah melalui asam garam pengabdian di daerah terpencil, ia memohon Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku Tengah agar memberi bantuan dan dukungan fasilitas pendidikan yang memadai.
"Pemerintah harus mengakomodir tenaga pengajar untuk bisa mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa," harapnya.
Robert Hatuani (60) Mengabdi dari Kaloa Hingga ke Maraina Pegunungan Seram Utara
Robert Hatuani, Kepala SMP Negeri 112 Maluku Tengah sekaligus Kepala SD Negeri 344 Maluku Tengah di Negeri Kaloa, sebelumnya ia merupakan kepala SD 40 Maluku Tengah di Negeri Maraina, Kecamatan Seram Utara.
Usianya tak lagi muda, namun ia tetap kuat berjalan kaki 3 hari tanpa kenal lelah dari pesisir Seram Utara ke Pegunungan Seram Utara, tepatnya di Negeri Maraina.
Hatuani menjadi guru sejak tahun 1987, mulanya menjajaki pengabdian di daerah terpencil yaitu d Negeri Solea, Maluku Tengah.
"Pertama bertugas di sekolah kecil di Solea tahun 2004, kemudian di tahun 2011 di SD Inpres Pasahari," ceritanya.
Beranjak ke tahun 2022 Hatuani dimutasikan ke SMP Negeri 112 Maluku Tengah dan SD 344 di Negeri Kaloa.
"Di tahun 2024 saya ditugaskan Plt. Kepala sekolah 40 di Maraina.
Kemudian saya mengusulkan ke pihak dinas pendidikan untuk pergantian kepala sekolah, maka diganti dengan Pak Rinto selaku kepala sekolah yang baru," imbuhnya.
Semasa pengabdiannya, kendala paling besar yang dialami ialah minimnya tenaga pengajar dan keterbatasan akses komunikasi.
"Kemudian tenaga guru honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun namun tak kunjung diangkat sebagai PNS/ASN," ungkap dia.
Selain itu, dengan adanya perkembangan digital, maka sebagian proses pembelajaran dikonversi ke sistem online. Alhasil sekolah-sekolah di pegunungan tak mampu menyesuaikan.
"Karena kondisi keterbatasan infrastruktur telekomunikasi sehingga akses internet terbatas, kami kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkaitan," cetus Hatuani.
Kemudian akses data yang semestinya disesuaikan dengan data real lapangan, tentu mengalami terkendala.
Hatuani menguraikan, jumlah siswa di SMPN 112 Kaloa sebanyak 39 siswa, disesuaikan dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat.
"Jadi kalau kita mau lihat dari jangkauan rentang kendali, maka (menghabiskan waktu berhari-hari) bagi tenaga pengajar di pegunungan tuk pulang pergi karena banyak hal yang mesti diurus," jelasnya.
Dengan demikian dirinya berharap, ada kepedulian pemerintah soal akses transportasi jalan untuk akses penghubung bagi masyarakat pegunungan. (*)
Tak Kenal Lelah, Inilah Kisah Inspiratif Pengabdian Guru-Guru Pegunungan Seram Utara Maluku Tengah
Penulis: Silmi Sirati Suailo
Editor: Ode Alfin Risanto
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger