Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Beredarnya surat edaran dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Maluku Tengah, Rakib Sahubawa, menuai kecaman dan sorotan tajam.
Surat bernomor 412/579, tertanggal 8 Agustus 2025, secara eksplisit mewajibkan 18 desa di Kecamatan Kepulauan Banda untuk berpartisipasi dalam Banda Heritage Festival 2025.
Ancaman tegas disematkan bagi desa yang tidak ikut serta: Alokasi Dana Desa (ADD) akan dipotong sebesar dua kali lipat.
Ancaman ini membuat para kepala desa merasa di bawah tekanan, menyoroti praktik yang dianggap sebagai pemerasan oleh pemerintah kabupaten.
Baca juga: Polisi Lidik Penemuan Jasad Bayi di Kantong Plastik Tempat Sampah Passo Ambon
Tujuan Mulia yang Berujung Otoriter
Dalam surat tersebut, Rakib Sahubawa menjelaskan bahwa Banda Heritage Festival bertujuan untuk memperkuat identitas budaya dan ekonomi lokal.
Dengan tema "Nafas Budaya, Jejak Sejarah, dan Pesona Alam", festival ini diharapkan menjadi motor penggerak pariwisata.
Namun, pengamat kebijakan publik, Thomas Madilis, menilai tindakan ini sebagai bentuk penjajahan terhadap masyarakat Kepulauan Banda.
Menurut Madilis, surat edaran itu menunjukkan pemerintah kabupaten Maluku Tengah terlalu anarkis dalam mengelola kekuasaan.
"Pemerintah kabupaten Maluku Tengah jangan menjadi penjajah atas masyarakat Kepulauan Banda," tegas Madilis, Minggu (24/8/2025).
Thomas Madilis juga menyoroti kejanggalan pendanaan festival ini.
Ia menjelaskan bahwa Banda Heritage Festival adalah program yang berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan, melalui Balai Pelestarian Budaya Maluku.
Seharusnya, anggaran penyelenggaraan berasal langsung dari kementerian, bukan dibebankan kepada desa-desa melalui pemotongan ADD.
"Kegiatan Banda Heritage Festival ini kan milik Kementerian, harusnya pihak pemerintah Maluku Tengah berkonsultasi dengan pihak kementerian terkait anggaran penyelenggaraan, bukan justru memeras masing-masing kepala desa," tambah Madilis.
Baca juga: Polemik Banda Heritage Festival: Surat Sekda Malteng Picu Kecaman Dianggap Anarkis dan Otoriter
Surat edaran itu memerintahkan setiap kepala desa untuk mengalokasikan dana dari ADD Perubahan Tahun 2025.
Jumlah alokasi dana bervariasi, mulai dari Rp2 juta hingga Rp80 juta, tergantung pada kebutuhan desa untuk mendukung berbagai kegiatan seperti pawai budaya dan pemeliharaan perahu tradisional.
Jika terkumpul, totalnya mencapai Rp. 887,5 juta
Selain pendanaan, desa-desa juga diinstruksikan untuk menyediakan homestay bagi ASN, membersihkan lingkungan dari sampah, serta memfasilitasi UMKM.
Para kepala desa kini menghadapi dilema, mengeluarkan dana desa yang seharusnya untuk pembangunan masyarakat atau menghadapi sanksi pemotongan yang jauh lebih besar.
Kebijakan ini dinilai Madilis sebagai bentuk pemaksaan, yang berpotensi merugikan masyarakat di tingkat desa. (*)