HUT PDI P

HUT ke 51 PDI-P Usung Tema Satyam Eva Jayate, Berikut Sejarah Partai Moncong Putih dari Masa ke Masa

Editor: Adjeng Hatalea
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HUT PDI Perjuangan ke 51

TRIBUNAMBON.COM - Hari ini, Rabu (10/1/2024) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51.

Perayaan HUT ke-51 PDI-P mengusung tema "Satyam Eva Jayate" yang artinya kebenaran pasti menang.

PDI-P akan memulai perayaan HUT ke-51 di Sekolah Partai PDI-P sebelum akhirnya dilanjutkan dengan perayaan bersama dengan masyarakat di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).

Acara tersebut akan diselenggarakan secara terbatas dan hanya mengundang 51 orang.

Sejarah PDI-P dari masa ke masa

Dilansir dari laman PDI Perjuangan, kelahiran PDI-P diawali dengan berdirinya Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Jika dirunut, sejarah PDI-P berawal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada 4 Juli 1927.

Dalam perjalannya, PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik.

Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

Dilansir dari Kompaspedia, berikut sejarah PDI-P dari masa ke masa:

10 Januari 1973 PDI lahir pada 10 Januari 1973 melalui deklarasi yang ditandatangani oleh lima pimpinan partai politik, yakni: Achmad Sukarmidjaja dan Drs. Moh. Sadri (IPKI) Drs. Ben Mang Reng Say dan FS Wignjosoemarso (Partai Katolik) Alexander Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo) Sugiarto Murbantoko dan Djon Pakan (Murba) Mh. Isnaeni dan Abdul Madjid (PNI).

Lalu, pada 14 Januri 1973, susunan Kepengurusan Pusat Partai Demokrasi Indonesia telah terbentuk dengan 25 orang anggota Majelis Pimpinan Pusat dan 11 orang anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Mohamad Isnaeni terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI dan Sabam Sirait menjadi Koordinator Sekretaris Jenderal PDI.

19 Februari 1975

Pada 19 Februari 1975, terjadi perubahan kepengurusan di dalam tubuh PDI. Majelis Pimpinan Pusat menunjuk Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI yang baru menggantikan Mohamad Isnaeni yang menduduki jabatan dalam pimpinan MPR/DPR.

12–13 April 1976

Untuk pertama kalinya, Kongres I PDI dilaksanakan di Jakarta dan dibuka langsung oleh Soeharto yang menjabat sebagai presiden saat itu. Kongres I PDI ini menetapkan Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI secara aklamasi. Namun, dalam kongres ini juga terjadi beberapa konflik internal antartokoh elite partai.

Baca juga: Diduga Terlibat Intimidasi Kades Letoda tuk Menangkan Pemilu 2024, Ini Kata DPC PDI Perjuangan MBD

14–16 Januari 1978

Konflik internal PDI yang bermula dari Kongres I yang terus memunculkan konflik-konflik lainnya. Rentetan konflik tersebut diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah.

2–6 Desember 1993

Untuk mengatasi konflik yang terus terjadi, anak kedua dari Soekarno, Megawati Soekarnoputri, didukung untuk menjadi ketua umum (ketum) PDI.

Namun, hal itu sempat mendapat pertentangan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Namun, pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur pada 2-6 Desember 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI 1993–1998.

Dia dikukuhkan di Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta.

20–24 Juni 1996

Konflik internal kembali terjadi hingga diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan.

Pada 20 Juni 1996, pendukung Megawati melakukan unjuk rasa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.

Konflik semakin parah ketika pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto mengukuhkan Soerjadi sebagai Ketum DPP PDI pada 15 Juli 1996.

Akibatnya, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996.

Saat itu, muncul rombongan berkaus merah kubu Soerjadi, dan terjadi bentrok dengan kubu Megawati. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.

Baca juga: Kades di MBD Ancam Pecat Stafnya jika Tak Memilih Caleg PDI Perjuangan

21 Mei 1998

Dengan berakhirnya Orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998, dukungan Megawati di PDI kembali menguat. Megawati akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI periode 1998-2003 dalam Kongres ke-V PDI di Denpasar, Bali.

1 Februari 1999

Pada 1 Februari 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan dengan tujuan agar dapat mengikuti Pemilu.

Nama PDI Perjuangan kemudian dideklarasikan beserta lambang baru berupa kepala banteng pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. Deklarasi itu dihadiri 200 ribu simpatisan.

20 Oktober 1999

Sidang Paripurna MPR menjagokan nama Megawati untuk terpilih sebagai Presiden mengingat banyaknya anggota PDI Perjuangan yang duduk di parlemen.

Namun, pada akhirnya Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur terpilih sebagai Presiden menggantikan BJ Habibie dan Megawati menduduki jabatan sebagai Wakil Presiden.

Hasil ini membuat beberapa simpatisan PDI Perjuangan kecewa dan marah, namun Megawati mampu menenangkannya.

23 Juli 2001

Setelah Gus Dur diberhentikan dari jabatannya oleh MPR, Megawati Soekarnoputri naik sebagai Presiden periode 2001–2004 didampingi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan.

5 Juli 2004

Pada Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada 2004, Megawati kembali maju didampingi dengan Hasyim Muzadi Pasangan itu berada di urutan kedua di bawah pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Namun, karena calon pasangan masih belum memenuhi persyaratan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, dua pasangan teratas akan dipilih kembali dalam Pemilu Presiden putaran kedua.

Baca juga: Kepala Desa Letoda-MBD Diduga Intimidasi Warga tuk Menangkan PDI Perjuangan dalam Pemilu 2024

Hasilnya, Megawati-Hasyim Muzadi harus mengakui keunggulan dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

9 Juli 2014

Pada 2014, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan mengajukan nama Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader partai untuk maju sebagai calon Presiden periode 2014–2019.

Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla mampu mengalahkan pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa dan menjadi presiden untuk masa periode 2014-2019.

PDI-P kembali mengusung Jokowi pada Pilpres 2019 yang dipasangkan dengan Ma'ruf Amin.

Jokowi-Ma'ruf berhasil unggul dari lawannya Prabowo-Sandiaga sehingga kembali menjabat sebagai presiden periode 2019-2024.(*)

Berita Terkini