Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Kapolres Kepulauan Aru, AKBP Dwi Bachtiar Rivai membeberkan modus operandi dalam dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Karaoke New Platinum Dobo.
Kapolres mengatakan awalnya pada perekrutan pekerjaan di Karaoke New Platinum. dimana, pada Maret 2022, korban SM alias Mami Klaudia yang sementara berada di Bitung-Wangurer Timur, dihubungi oleh LD untuk ditawari pekerjaan sebagai LC di karaoke miliknya yang ada di Dobo.
LD menawarkan korban untuk mengambil cash sebesar Rp8 juta.
Korban juga diiming-imingi nanti akan mendapatkan banyak uang hingga puluhan juta bila bekerja di Dobo.
LD juga memastikan tiket perjalanan ditanggung oleh bos dengan kontrak paling lama tiga bulan.
"Karena tergiur, korban mengiyakan tawaran tersebut. Dan beberapa hari sebelum berangkat, dua orang teman korban yang inisial ET dan PBD ikut menawarkan diri untuk bekerja di karaoke. Korban lalu menghubungi LD dan mereka mau diterima. Dan akhirnya korban bersama dua temannya dibelikan tiket oleh LD untuk berangkat ke Dobo," kata Kapolres, kepada TribunAmbon.com, Sabtu (6/1/2024).
Lanjutnya, korban dan dua temannya berangkat dari Bitung pada 7 April 2022 menuju Dobo dengan transit di Makassar dan Ambon.
Baca juga: Kasus TPPO di Tempat Karaoke New Platinum Dobo Naik Tahap Penyidikan
Setibanya di Dobo, korban bersama ET dan PBD dijemput di bandara dengan menggunakan angkot oleh saudara EG dan saudari LD.
"Kemudian korban di bawa ke Karaoke New Platinum Dobo dan malamnya korban dipekerjakan sebagai Ladies Club," tuturnya.
Dwi menambahkan, modus operandi kedua yakni Penjeratan Utang dengan total sebesar Rp29 juta.
Dengan rincian, tiket keberangkatan Bitung -Makassar-Dobo Rp12 juta, cash bon Rp8 juta, cash bon beli emas Rp9 juta, cash bon Rp1 juta, uang cash akibat ladies tidak datang Rp8,2 juta.
Serta seragam wajib karaoke Rp750 ribu, seragam wajib karaoke warna pink Rp750 ribu, seragam wajib karaoke warna hijau Rp750 ribu, seragam wajib karaoke celana panjang Rp750 ribu.
"Ada juga rambut sambung Rp2 juta, Cream Wajib Rp 450 ribu, wajib suntik KB potong gaji dan obat diet sebesar Rp750 ribu," tambahnya.
Modus operandi ketiga adalah exploitasi.
Baca juga: Ini Larangan Menjelang Pelaksanaan Ritual Beri Makan Gunung Lewotobi
Dimana, gaji per bulan tidak ada, tergantung pada uang bokingan sebesar Rp350 ribu/ 5 jam, namun LC hanya dibayarkan Rp175 ribu.
Kemudian fee dari minuman bir Rp10 ribu/ botol, minuman import (GOL A) fee disamakan bir 12 Botol (dikurangi 1 botol untuk karyawan lembur) Rp110 ribu.
"Kalau ladiesnya ada dua orang berarti dikurangi dua botol dan seterusnya. Ada juga fee dari soft drink Rp 3.000/ botol, snack Rp5.000/ bungkus, open BO Rp2 juta, hanya saja uang tersebut tidak diterima oleh LC melainkan masuk ke karaoke. Dimana open BO sudah 15 kali," jelasnya.
"Cash/denda jika terlambat, berkelahi didenda Rp5 juta plus buka meja tiga hari bertrurut-turut minimal 10 botol + rokok 1 bungkus, tisu 1 dan uang bokingan Rp 350 ribu. Dan mereka diarahkan oleh Linda untuk sering-sering BO biar cepat bayar utang," tambahnya.
Mirisnya, kata Kapolres, para LC hanya makan satu kali dalam sehari. Dan khusunya hari Minggu, mereka tidak diberi makan.
"Mereka (LC) juga tidak boleh kemana-mana dan dikunci di dalam dengan pengawasan dari pegawai TAPOL (Manager), CICI. LC juga wajib minum harus minimal 15 botol per sekali boking," katanya.
Kapolres juga membeberkan alasan para LC tersebut lari dari karaoke karena merasa tertekan dan sudah tidak tahan lagi.
Apalagi sebenarnya utang-utang tersebut sudah lunas, namun masih ada terus utang yang harus dibayar LC.
"Sebelumnya ingin melapor tapi tidak berani karena takut laporan tidak di proses dan pada saat kasus Karaoke Paradise diproses, kemudian kami di tempatkan di rumah kontrakan, sehingga kami melaporkan kejadian tersebut," kata Kapolres mengutip pengakuan korban.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal yang dilakukan patut diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Atau ayat (2) Juncto Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Bahwa dalam perkara TPPO ini, pelaku kehilangan hak tagihnya atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban jika utang atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban. Penyidikan perkara ini juga akan mempertimbangkan bilamana ada upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan yang sedang berjalan,” tandasnya. (*)