Laporan Wartawan Tribunambon.com, Haliyudin Ulima
BULA, TRIBUNAMBON.COM - Sejumlah warga di Kota Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, keluhkan harga beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijual melalui gerakan pangan murah.
Pasalnya, gerakan pangan murah yang berlangsung di halaman Kantor Polres SBT, dinilai tidak terlalu membantu masyarakat.
Dimana untuk satu karung beras SPHP ukuran 5 kilogram dijual dengan harga Rp. 60 ribu, sedangkan perkilonya Rp. 12 ribu.
Sementara harga jual untuk pertokoan, dibandrol dengan harga Rp. 68 ribu, hanya selisih Rp. 8 ribu dari harga yang dijual pada gerakan pangan murah itu.
Hal itu disampaikan Siti Amur Sehwaty salah satu warga Kampung Densel, Kecamatan Bula, saat diwawancarai Tribunambon.com di lokasi kegiatan, Kamis (14/8/2025).
"Tidak ada untung, kita orang yang tinggal jauh ini rugi, kalau yang orang dekat tidak apa-apa. Di Densel di jual Rp. 80 ribu, lebih baik beli diatas saja lalu bawa pulang tanpa ada uang keluar, kalau tidak di toko saja yang jual cuman Rp. 68 ribu, cuman beda Rp. 8 ribu saja dengan disini," jelasnya.
Baca juga: DPRD Soroti Kawasan Terminal dan Pasar Bula, Risman Sibualamo: Harus Ada Penataan
Baca juga: Gantikan Yusuf Wally, Malik Raudhi Tuasamu Nahkodai PKS Ambon
"Coba hitung ongkos ojek kesini Rp. 10 ribu, pulang Rp. 10 ribu, jadi total Rp. 20 ribu semua, tambah dengan harga beras Rp. 60 ribu, kita yang rugi karena sudah kasih tinggal kerja di rumah, lebih baik jangan turun lagi," imbuhnya.
Dia pun meminta, jika kedepan digelar kegiatan serupa, maka harganya harus turun jauh dari harga pasaran.
"Lebih baik beli di toko, kalau tadi dijual dengan harga Rp. 50 ribu itu bagus, itu baru namanya sembakau murah, ini cuman beda berapa ribu saja kita datang jauh-jauh ke sini," sesalnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) SBT, Kompol R. Riky Adi Prabowo saat dikonfirmasi terkait keluhan tersebut, dirinya mengaku harga tersebut sesuai hasil kordinasi pihaknya dengan pihak Bulog cabang SBT.
"Untuk harganya itu sesuai hasil kordinasi kita dengan Perum Bulog, dan mereka menyarankan Rp. 13 ribu, tapi kita tekan menjadi Rp. 12 ribu perkilo," tandasnya.(*)