Maluku Terkini
KNPI Maluku Kecam Keras Dukungan Demokrat dan Gerindra Terhadap Tambang di Pulau Kecil
Kedua fraksi ini dituding mengabaikan aspirasi rakyat demi mendukung proyek pertambangan di Pulau Kei Besar, sebuah wilayah yang secara hukum dilarang
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Maluku melancarkan kecaman keras terhadap sikap sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku, khususnya Fraksi Partai Demokrat dan Gerindra.
Kedua fraksi ini dituding mengabaikan aspirasi rakyat demi mendukung proyek pertambangan di Pulau Kei Besar, sebuah wilayah yang secara hukum dilarang untuk aktivitas eksploitasi tambang.
"DPRD itu Dewan Perwakilan Rakyat, bukan Dewan Perwakilan Fraksi!" tegas Josias Tiven, Fungsionaris DPD KNPI Maluku, menyindir keras sikap kedua fraksi tersebut, Kamis (10/7/2025).
Pernyataan kontroversial dukungan ini muncul dalam rapat gabungan Komisi I dan II DPRD bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis pada Selasa malam, 8 Juli 2025.
Hal ini sontak memanaskan suasana di tengah penolakan luas dari fraksi lain serta masyarakat sipil terhadap operasional PT Batulicin Beton Asphalt (BBA).
Josias Tiven menjelaskan, secara hukum, regulasi di Indonesia sangat gamblang; aktivitas pertambangan dilarang keras di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 km⊃2;.
Baca juga: Longboat Pengangkut 4 Ton Minyak Tanah Tabrak Karang di Maluku Tengah, 1000 Liter Tumpah ke Laut
Baca juga: Polresta Ambon Gelar Tes Urine Mendadak, Pastikan Seluruh Personel Bersih Narkoba
Larangan ini diperkuat oleh Pasal 35 huruf (k) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), sebuah payung hukum yang dirancang khusus untuk melindungi keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.
"Aturan ini semakin kuat dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023," lanjut Josias.
Ia menjelaskan, putusan MK pada tahun 2024 itu dengan tegas menolak permohonan uji materiil atas larangan penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa larangan dalam Pasal 35 UU 27/2007 bersifat absolut dan tidak bisa dinegosiasikan, bahkan dilengkapi dengan sanksi pidana penjara minimal dua tahun dan denda paling sedikit dua miliar rupiah," tambahnya.
Josias menegaskan, Pasal 35 UU 27/2007 ini adalah dasar hukum yang sangat kuat untuk menolak atau mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di pulau-pulau kecil, terutama yang tidak sejalan dengan prinsip perlindungan lingkungan dan keberlanjutan ruang hidup masyarakat.
Dalih Kesejahteraan dan Tanpa AMDAL
Fraksi Partai Demokrat dan Gerindra beralasan dukungan mereka didasarkan pada harapan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kontribusi ekonomi dari aktivitas tambang.
Namun, DPD KNPI Maluku menganggap dalih ini lemah dan menyesatkan.
KNPI menilai, kebijakan publik tidak boleh hanya bertumpu pada kalkulasi ekonomi semata, melainkan wajib mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
Menurut Josias Tiven, kondisi ini terang-terangan menunjukkan jurang kesenjangan antara aturan hukum yang seharusnya ditegakkan dengan praktik politik yang justru mengabaikannya.
"Apalagi, dokumen krusial seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk PT BBA belum rampung, dan izin operasional perusahaan masih menyisakan banyak tanda tanya besar," ungkap Josias.
Ia menyebut, lemahnya komitmen terhadap prinsip kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan strategis yang berdampak luas.
"Dengan kondisi seperti itu, dukungan terhadap kegiatan tersebut jelas-jelas prematur dan cacat secara yuridis," tandasnya.
Menyikapi masalah ini, DPD KNPI Maluku menyampaikan enam poin penegasan krusial yang patut menjadi perhatian serius bagi DPRD:
- Pelarangan Absolut Pertambangan di Pulau Kecil: Pulau Kei Besar memenuhi kriteria sebagai pulau kecil berluas di bawah 2.000 km⊃2;. Oleh karena itu, aktivitas pertambangan di wilayah ini tidak hanya menyalahi hukum, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem dan keberlanjutan sumber daya lokal.
- Keraguan Legalitas Status Proyek Strategis Nasional (PSN): Jika proyek ini benar PSN, harus ada bukti hukum otentik berupa Peraturan Presiden atau dokumen resmi. Tanpa itu, dalih mengabaikan larangan UU PWP3K tidak memiliki dasar hukum.
- Pentingnya Prinsip Kehati-hatian: Ketidaksediaan AMDAL seharusnya menjadi alasan kuat untuk menolak operasional sementara, bukan justru memberikan dukungan bersyarat yang kabur.
- Mandat Konstitusional DPRD sebagai Perwakilan Rakyat: DPD KNPI mengingatkan bahwa DPRD memiliki tanggung jawab untuk menjamin kebijakan yang didukung sesuai hukum nasional dan tidak merugikan masyarakat lokal, bukan semata-mata menonjolkan potensi pendapatan daerah.
- Keadilan Lingkungan dan Partisipasi Masyarakat: Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sangat rentan. Proses pengambilan keputusan harus melibatkan mereka secara partisipatif, sesuai prinsip free, prior, and informed consent.
- Sinyal Tata Kelola Pemerintahan yang Buruk: Dugaan adanya tekanan atau kepentingan tertentu di balik sikap fraksi tersebut sangat membahayakan prinsip good governance dan transparansi dalam pengambilan keputusan publik.
Tuntutan Tegas KNPI Maluku: Hukum dan Transparansi adalah Harga Mati!
Berdasarkan pertimbangan mendalam tersebut, DPD KNPI Maluku menuntut tiga hal fundamental:
- Penegakan Hukum Tegas: Pemerintah pusat dan daerah wajib menindak setiap aktivitas tambang yang melanggar Pasal 35 UU PWP3K, tanpa kompromi terhadap tekanan politik atau kepentingan ekonomi jangka pendek.
- Transparansi Dokumen dan Informasi Publik: DPRD harus mendorong keterbukaan informasi, terutama terkait dokumen perizinan, AMDAL, dan status proyek PT BBA.
- Evaluasi dan Audit Izin: Diperlukan audit independen terhadap proses terbitnya izin tambang PT BBA oleh aparat penegak hukum atau KPK jika ditemukan indikasi pelanggaran.
"Dukungan Fraksi Partai Demokrat dan Gerindra terhadap operasional PT BBA di Pulau Kei Besar mencerminkan konflik telanjang antara kepentingan ekonomi dan kewajiban hukum dalam perlindungan lingkungan," keluh Josias.
Ia mengatakan, hukum telah melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, namun dalam praktiknya terjadi penyimpangan oleh oknum legislatif yang justru seharusnya menjadi pengawal hukum.
"Bukan malah mendukung dan mengabaikan aspirasi masyarakat," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.