PSU di Buru
Lagi, Paslon Amus-Hamzah Gugat KPU Buru Soal Hasil PSU yang Dimenangkan Ikram-Sudarmo
Pasangan Calon Amustafa Besan-Hamza Buton kembali gugat hasil PSU di Kabupaten Buru.
Penulis: Mesya Marasabessy | Editor: Tanita Pattiasina
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS) Pilkada Kabupaten Buru yang dilaksanakan pada 5 April 2025 lalu, kembali digugat.
Gugatan tersebut menyusul adanya dugaan pelanggaran yang dinilai dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Buru.
Hasil PSU pada TPS 2 Desa Dabowae, Kecamatan Waelata, dan PUSS TPS 19 Desa Namleae, Kecamatan Namlea, diduga terdapat sejumlah pelanggaran dalam mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dalam amar putusan, MK memerintahkan proses pelaksanaan PSU TPS 2 Desa Dabowae harus dilakukan berdasarkan DPT, DPPT, dan DPTB. Namun, sebagai eksekutor, KPU tidak melaksanakan putusan MK tersebut," kata Penasihat Hukum pasangan Calon Amustafa Besan-Hamza Buton, Ahmad Belasa, Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, penolakan Paslon Amus Besan-Hamza Buton terhadap hasil penetapan KPU, baik dari proses penghitungan di TPS 2 Desa Dabowae sampai pada rekapitulasi dan penetapan hasil Pilkada Kabupaten Buru, didasarkan pada sejumlah persoalan yang ditemukan, terutama dalam melaksanakan putusan MK.
Baca juga: Amus-Hamsah Tolak Hasil PSU Pilkada Buru, Bawaslu Pastikan Tak Ada Pelanggaran
Baca juga: Hasil PSU Buru, Ikram-Sudarmo Tetap Keluar Jadi Pemenang
"Ada pemilih yang tidak mendapat undangan hak pilih namun diketahui mencoblos. Nah, secara substansial, tindakan KPU melanggar prinsip dan azas yang diatur dalam konstitusi," tegasnya.
Belasa juga mengaku bahwa terdapat pelanggaran yang terjadi saat PUSS TPS 19 Desa Namlea.
Kendati begitu, Belasa tidak merincikannya secara detail.
Alasannya berkaitan dengan materi gugatan.
Selain itu, lanjutnya, proses pengamanan saat PSU, dinilai melampaui Standar Operasional Prosedur (SOP) dan berdampak pada psikologi pemilih.
"Sejak Orde Lama, Orde Baru, sampai demokrasi dengan prinsip keterbukaan ini, tidak ada prosedur pengamanan yang berlebihan seperti yang dilakukan pada saat PSU. Ini sangat berdampak pada psikologi pemilih dan kebebasan mereka memberikan hak suara pada PSU," ujarnya.
Bagi Belasa, PSU dan PUSS mempraktikkan kejahatan demokrasi secara terstruktur dan diduga ikut melibatkan aparat keamanan.
"Saya bisa bilang ini sebagai kejahatan demokrasi yang terstruktur. Mulai dari prosedur yang mengabaikan perintah MK sampai pengamanan yang sangat berlebihan SOP-nya," tukasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.