Korupsi Dana Pembangunan DAM Parit di Malteng, Terdakwa Pinjam Uang di Bank Ganti Kerugian Negara
Perkara korupsi pembangunan DAM Parit di Desa Sariputih, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, kembali disidangkan Rabu (12/2)
Penulis: Maula Pelu | Editor: Tanita Pattiasina
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Maula M Pelu
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Perkara korupsi pembangunan DAM Parit di Desa Sariputih, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (12/2/2025).
Dengan agenda persidangan keterangan saksi ahli, yang dipimpin Majelis Hakim Martha Maitimu, didampingi dua hakim anggota, di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (12/2/2025).
Dalam perkara ini menyidangkan dua terdakwa, diantaranya ketua kelompok Tani Harapan Maju, H. Waridin dan Ahmad Riyadi selaku bendahara.
Keduanya didakwakan melakukan manipulasi terhadap bahan bangunan yang digunakan dalam proyek, yang dibiayai melalui dana bantuan pembangunan DAM Parit, pada Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Maluku Tengah tahun anggaran 2021, dengan total anggaran Rp.327.000.000.-.
Menurut keterangan saksi ahli, Wem Gaspersz, dari Politeknik Negeri Ambon, bahwa pembangunan DAM yang seharusnya menggunakan bahan bangunan sesuai dengan perencanaan, seperti batu pecah dan semen berkualitas, justru dipenuhi dengan batu kali dan semen yang tidak sesuai dengan standar.
Baca juga: Tiga Bulan Berlalu, Polisi Belum Gelar Perkara Kasus Rudapaksa Anak oleh Puluhan Pemuda Leihitu
Baca juga: Celoteh Bang Ozan tuk Momo Ambran Jadi Motivasi Menuju Puncak Kepemimpinan di Maluku Tengah
“Untuk pembangunan ukuran DAMnya sama. Tetapi pembangunan DAM Parit digunakan pakai batu kali padahal harusnya gunakan batu pecah, juga menggunakan semen yang tidak sesuai dengan perencanaan,” kata saksi ahli dalam keterangan di Persidangan.
Sementara kerugian negara, diterangkan saksi ahli, Husein, selaku Auditor pada Kejaksaan Tinggi Maluku, sebesar Rp. 158 juta.
Namun, jumlah tersebut telah diganti terdakwa melebihi kerugian, yakni Rp. 160 juta.
“Kerugian negara sebesar Rp. 158 juta. Namun terdakwa Bendahara telah menggantikan sebesar Rp. 160 juta. Artinya melebihi kerugian Negara,” kata saksi Ahli.
Usai memberikan keterangan ahli, terdakwa mengakuinya.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya telah mengganti kerugian tersebut dengan uang pribadi yang ia pinjam dari Bank dan temannya.
“Saya pinjam di bank dan beberapa teman dekat untuk bayar kerugian negara. Pengembalian uang atas inisiatif saya bersama istri saya,” terang terdakwa Ahmad Riyadi, saat memberikan keterangan di persidangan.
Meskipun kerugian negara telah diganti, proses hukum terhadap kedua terdakwa tetap berlanjut, dengan sidang akan dilanjutkan pada pekan depan.
Untuk diketahui dalam dakwaan, bahwa proyek yang mengacu para swakelola ini, seharusnya mengacu pada Surat Perjanjian Kerja Sama (SPKS) yang ditetapkan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura dengan Kelompok Tani Harapan Maju.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.