Persetubuhan Anak
Permahi Ambon Minta Polisi Transparan Soal SP3 Kasus Dugaan Persetubuhan Anak di Leihitu
Permahi Ambon meminta kejelasan soal penghentian penanganan dugaan kasus tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur di Leihitu.
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Ambon meminta kejelasan soal penghentian penanganan dugaan kasus tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur di Leihitu.
Ketua DPC Permahi Ambon, Rizky Gunawan mengatakan kasus tersebut berkaitan dengan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sehingga tidak bisa diselesaikan diluar peradilan.
Dia menyebut kepolisian harus transparan karena kasus ini sudah menjadi perhatian dan atensi publik, apalagi korbannya berstatus anak di bawah umur.
"Walau ada mediasi untuk menjadi bahan pertimbangan hukum namun secara perundang-undangan, prosesnya tidak dapat di hentikan tanpa ada kejelasan, maka dari itu proses hukumnya harus tetap jalan sampai tuntas," ungkapnya kepada TribunAmbon.com, Kamis (7/11/2024).
Dijelaskan, penanganan dari pihak kepolisian harus sesuai dengan perkembangan komitmen hukum di Indonesia tentang kekerasan seksual, yang telah diperbarui dengan adanya UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan juga UU No. 23 tahun 2002 serta perubahannya dalam UU No. 35 tahun 2014 dan UU No. 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Menurutnya, berdasarkan UU TPKS Pasal 22 maka kepolisian dalam penanganan kasus harus menjunjung tinggi hak, kehormatan dan martabat korban.
"Kepolisian adalah pintu masuk penanganan kasus dan garda terdepan bagi korban kekerasan seksual yang berinteraksi dengan tuduhan pidana, dalam Pasal 22 UU TPKS disebutkan bahwa Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, martabat, tanpa intimidasi, dan tidak menjustifikasi kesalahan, tidak melakukan viktimisasi atas cara hidup dan kesusilaan," jelasnya.
Dengan demikian dia berharap Kapolda Maluku, Irjen Pol. Eddy Sumitro Tambunan dapat memproses kasus dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah secara transparan.
Ketika kepolisian berdiri tegak berlandaskan hukum maka secara tidak langsung masyarakat lebih peka terhadap kasus-kasus kekerasan seksual.
"Ini juga menjadi perhatian publik, bagaimana orang tua mewaspadai anak-anak dalam setiap aktivitas maupun keseharian mereka," tandasnya.
Sebagai informasi, Kasus tersebut dilaporkan ibu korban berinisial S (33) ke Mapolsek Leihitu pada 26 Mei 2024 lalu.
Berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan (STLP) nomor: STLP/29/V/2024/SPKT, diketahui tindak pidana persetubuhan terhadap anak berusia 15 tahun itu terjadi pada 20 April 2024 sekitar pukul 23.00 WIT.
Kepada TribunAmbon.com, Kapolsek Leihitu, Iptu. Moyo Utomo mengaku sudah 5 orang terduga pelaku yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini pun sudah sampai tahap penyidikan dengan dikeluarkannya surat nomor: SPDP/12/V/2024/SPKT, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.
Namun, kasus tersebut tidak dapat dilanjutkan lantaran orang tua korban selaku pelapor telah mencabut laporan polisi.
Moyo menambahkan, pihak korban telah menerima santunan senilai Rp. 90 juta.
Sehingga kasus ini dihentikan dan diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.