Maluku Legend

Sudah Sejak 1990 Jadi Pandai Besi, Abdullah Renwarin: Ini Tradisi

Ditemui TribunAmbon.com di bengkelnya, pria berumur 54 tahun itu kembali menegaskan dirinya bukan pemain baru dalam mengolah besi.

|
Penulis: Megarivera Renyaan | Editor: Fandi Wattimena
TribunAmbon.com/ Megarivera Renyaan
Salah seorang pandai besi tengah memproses orderan dari konsumen, Senin (27/5/2024) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Megarivera Renyaan

TUAL, TRIBUNAMBON.COM  - Tumbukan besi ke besi secara konstan menimbulkan bunyi tertentu.

Bising bagi kebanyakan orang, namun oleh warga Kompleks Fidabot, Kecamatan Pulau Dullah Selatan, Kota Tual itu sudah seperti lagu wajib setiap kali menepi tidak jauh dari rumah milik Abdullah Renwarin (54).

Setidaknya, itu mengkonfirmasi aktivitas Renwarin sebagai pandai besi bukan seumur jagung.

Ditemui TribunAmbon.com di bengkelnya, pria berumur 54 tahun itu kembali menegaskan dirinya bukan pemain baru dalam mengolah besi.

“Sudah sejak 1990 saya bekerja,” cetus Renwarin, Senin (27/5/2024).

Diceritakan, bengkel itu sendiri milik sang kakek dan sudah beroperasi sejak 1982.

Keahliannya saat ini pun berasal dari kakeknya itu, dipelajari sembari membantu kerja.

Parang dan pisau buatan pandai besi di Fidabot, Senin (27/5/2024)
Parang dan pisau buatan pandai besi di Fidabot, Senin (27/5/2024) (TribunAmbon.com/ Megarivera Renyaan)

Baca juga: Nasi Pulut Siram Legend di Tulehu: 25 Tahun Manjakan Lidah Pelanggan

Baca juga: Kisah Wahidi Tuasikal, Buruh Angkut Tertua di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon: Seng Kerja Seng Makan

Saat ini, Renwarin bisa dengan mudah menjelaskan tahap demi tahap pengolahan besi hingga menjadi pisau super tajam.

"Memang ini warisan turun temurun dari orang tua yang kami pertahankan hingga kini sebagai sumber mata pencaharian, sampai kini sudah terhitung satu  generasi semenjak 30 tahun lalu orang tua kami memulai," katanya.

Baginya, pandai besi tak sebatas mata pencaharian, melainkan tradisi yang tentu harus dijaga.

Kini, Renwarin memiliki tiga pekerja yang membantunya mengerjakan pesanan.

Saat ditemui, Renwarin dan rekannya baru selesai mengerjakan setidaknya 1000 bilah parang.

Pesanan sebanyak itu diselesaikan hanya dalam waktu dua pekan.

Pesanan tidak hanya datang dari Kota Tual dan Maluku Tenggara, juga Dobo, Tanimbar bahkan Provinsi Papua.

Keuntungan yang didapat juga terhitung lumayan dari parang, pisau dan produk alat pertukangan lainnya: bisa mencapai Rp 6 juta per bulan.

"Pisau dijual berdasarkan ukuran kalau pendek dari Rp. 75 ribu, yang panjang Rp. 150 atau Rp. 200 ribu itu besi sendiri milik konsumen," ujarnya.

"Alhamdulillah dengan hasil ini bisa membiayai anak hingga kuliah dan lulus strata 1 di FKIP Unpatti Ambon, kini mengabdi di SMA di Ohoitel," ungkapnya.

Kompleks Fidabot sedari dulu memang dikenal penghasil parang dan alat pertukangan, Renwarin adalah salah pandai besi yang masih bertahan hingga kini. (*)

Sumber: Tribun Ambon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved