Kepemiluan

Bawaslu Maluku Ingatkan Ancaman Tiga Tahun Penjara bagi Warga yang Halangi Proses Pemilu 2024

Subair mengaku, telah minta kepada pengawas kecamatan untuk mencari data tentang masalah yang terjadi di Negeri Kataloka.

Penulis: Mesya Marasabessy | Editor: Adjeng Hatalea
TribunAmbom.com / Mesya Marasabessy
Ketua Bawaslu Provinsi Maluku, Subair menyatakan, bagi warga yang menghalang-halangi Pemilu akan ditindak sebagai pelanggaran dan mendapatkan ancaman tiga tahun penjara. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku, Subair menyatakan, bagi warga yang menghalang-halangi Pemilu akan ditindak sebagai pelanggaran dan mendapatkan ancaman tiga tahun penjara.

Hal ini disampaikannya merespon masyarakat Negeri Kataloka, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, yang mengancam akan membatalkan Pemilu 2024 di desa setempat karena banyak warga yang namanya tidak tercantum di Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Jika sampai ada ancaman untuk membatalkan Pemilu, ingat, ada juga ancaman pidana bagi orang yang menghalang-halangi Pemilu. Jadi jangan main-main dengan itu,” kata Subair, Jumat (18/8/2023).

Ia menyebutkan, Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
(Pengaturan Tindak Pidana pemilu diatur dalam Pasal 488 sampai Pasal 544 di dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu).

Di antaranya, orang yang baik ancaman, baik kekerasan atau kekuasaan yang ada padanya menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu, dasar hukumnya Pasal 511 UU Pemilu.

Baca juga: Bawaslu Maluku Diminta Jamin Rahasia Pilihan Penyandang Disabilitas di Pemilu 2024

Di mana, setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp.36 juta.

“Makanya saya harap, ini tidak menjadi masalah yang dibesar-besarkan. Ini kan sebenarnya hanya sekadar ungkapan perasaan kecewa saja. Kalau tidak mau datang mencoblos kan tidak ada larangan, tidak ada pidana. Tapi kalau menghalangi misalnya melarang orang datang untuk memilih, melakukan masalah di lokasi TPS itu yang masuk pelanggaran,” ungkapnya.

Subair mengaku, telah minta kepada pengawas kecamatan untuk mencari data tentang masalah yang terjadi di Negeri Kataloka.

Jika memang betul tuduhan bahwa ada manipulasi data, maka akan ditindak sebagai pelanggaran.

Bawaslu juga belum bisa memvonis ini kesalahan siapa.

Jadi, masih perlu melakukan penelusuran dan pengkajian, baru bisa diambil kesimpulan.

Terkait DPT, semuanya sudah diumumkan oleh KPU melalui beberapa tahapan, mulai dari penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), DPS Hasil Perbaikan (DPSHP) hingga ditetapkan jadi DPT.

Bahkan, setiap hasil pleno penetapan, baik DPS maupun DPSHP itu selalu ditempel oleh penyelenggara ditingkat Desa/Negeri, dan itu diawasi oleh pengawas desa dan kecamatan.

"Jadi saya ingin mengatakan bahwa jika proses itu dilewati maka menurut saya ada yang salah ketika masyarakat protes. Mereka ada dimana saat proses sebelumnya dilakukan," ujarnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved