DPRD Bakal Minta Jaksa dan BPK Audit Ulang Anggaran Penanganan Stunting Maluku

DPRD Provinsi Maluku akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit penggunaan anggaran

Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Adjeng Hatalea
TribunAmbon.com/ Mesya Marasabessy
DPRD Provinsi Maluku akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit penggunaan anggaran penanganan penurunan stunting Provinsi Maluku tahun 2022. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – DPRD Provinsi Maluku akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit penggunaan anggaran penanganan penurunan stunting Provinsi Maluku tahun 2022.

Pasalnya, alokasi anggaran penanganan stunting di Maluku sekitar 80 persen dipakai hanya untuk perjalanan dinas atau biaya operasional.

Hanya 20 persen yang sampai ke lokus penderita stunting.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Attapary mengatakan hal itu akan dilakukan setelah DPRD mengkonfirmasi terlebih dahulu ke tiap-tiap OPD terkait perincian penggunaan anggaran penanganan stunting tersebut.

Tak hanya meminta BPK, menurutnya DPRD juga akan meminta Jaksa menulusuri hal ini bila ada indikasi penyimpangan.

Baca juga: DPRD Maluku: Ketua TP PKK Habiskan 80 Persen Anggaran Penanganan Stunting Hanya tuk Perjalanan

“Tinggal tergantung nanti pimpinan menindaklanjuti seperti apa termasuk juga di anggaran-anggaran dinas yang lain yang akan pengawasan kita ada masih banyak persoalan. kita mungkin minta BPK melakukan audit ulang dan kalau ada yang kita sudah temukan indikasi ke situ kita juga minta Kejaksaan mungkin untuk masuk memeriksa,” kata Attapary, kepada wartawan, Kamis (13/7/2023).

Menurutnya, penggunaan anggaran di tahun 2022 salah sasaran. Hal ini menyebabkan banyak target tak tercapai. Termasuk stunting yang hanya tercapai 26,1 persen. Sementara ditargetkan 23 persen di tahun 2022.

“Kita minta nanti kondisi juga akan menyampaikan ke pimpinan untuk coba kembali menelusuri anggaran-anggaran di Tahun 2022 yang kita nilai ini salah sasaran. apakah ini memang dipakai di belanjakan sesuai dengan tepat dalam arti tidak menyimpan, tidak dipakai untuk kepentingan pribadi, kalau tidak pakai kepentingan pribadi tidak ada masalah tetapi yang masalah ini kalau dipakai untuk kepentingan pribadi atas nama program stunting. Nah ini yang kita nanti coba akan dan pasti kita akan rekomendasi sampai ke tingkat itu ya,” jelasnya.

Lanjut dijelaskan Attapary, seperti penggunaan anggaran pada Dinas Kesehatan Maluku yang merupakan ujung tombak penanganan stunting.

Pada Dinkes Maluku malah anggaran tak digunakan untuk lokus namun habis untuk operasional.

Yakni untuk tahun 2022 dialokasikan khusus Dinkes Maluku sebesar Rp 1.057.873.672, ternyata Rp 757.110.000 dipakai untuk perjalanan dinas dan Rp 300.763.600 dipakai belanja operasional.

“Dan dari data-data yang ada di TAPD yang kita ambil contoh saja di Dinas Kesehatan, ini sebenarnya ujung tombak untuk penanganan stunting. dari dana yang dialokasi untuk Tahun 2022 itu Rp 1.057.873.672 ternyata ini Rp 757.110.000 itu dipakai untuk perjalanan dinas dan Rp 300.763.600 dipakai untuk belanja operasional lainnya. jadi untuk belanja penanganan lokus atau kasus stunting itu nol Rupiah. ini yang memang anomali ya,” jelasnya. 

Menurut Orno, lebih baik penanganan stunting dikembalikan sesuai tupoksi masing-masing.

Atau kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting yang diketuai Wakil Gubernur Maluku, Barnanbas Orno.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved