Korupsi di Maluku

Saksi Kasus Korupsi Makan Minum Covid-19 RSUD dr Haulussy Akui Angka Kwitansi Pembayaran Dilebihkan

Para Saksi yang dihadrikan Jaksa penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku, Achmad Attamimi yakni Desy Johanes pemilik Rumah Makan, Adfan Soamole

Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Fandi Wattimena
TribunAmbon.com/ Tanita Pattiasina
Persidangan Kasus dugaan korupsi Kasus Uang makan dan minum Covid 19 untuk tenaga Covid 19 RSUD dr. M. Haulussy Ambon, Jumat (14/4/2023) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Sejumlah saksi kasus dugaan korupsi kasus uang makan dan minum Covid 19 untuk tenaga Covid 19 RSUD dr. M. Haulussy Ambon mengakui angka di kwitansi pembayaran dilebihkan dari aslinya.

Keterangan para saksi tersebut diungkapan saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Jumat (14/4/2023).

Para Saksi yang dihadrikan Jaksa penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku, Achmad Attamimi yakni Desy Johanes pemilik Rumah Makan, Adfan Soamole pemilik toko Nifia dan Emy Liana pemilik toko sembako.

Dalam keterangannya, Saksi Desy mengaku hanya menerima uang untuk catering dari terdakwa Maryory Johanes selaku bendahara pengeluaran hanya sebesar Rp 1,6 Miliar.
Sementara pada kwitansi bukti yang dilampirkan JPU tertera hampir Rp 2 Miliar.

Dikatakannya, terkadang pembayaran pun tak sesuai dengan makanan yang disediakan pihaknya.

“Selama beberapa bulan yang pasti saya tidak ingat pasti bahwa uang yang diberikan oleh ibu Mariyori sebanyak Rp 1,6 Miliar. Meski kadang saya persiapkan makanan untuk 1 bulan namun bayarnya hanya untuk tiga minggu. Saya juga merasa aneh sebab bukti yang ditampilkan ini melebihi apa yang saya terima. Bagaimana bisa Rp 1,6 Miliar bisa berubah hampir 2 Miliar,” kata Saksi Desi.

Baca juga: Sambangi Dusun Laala, BPBD SBB Berikan Bantuan Korban Terdampak Banjir

Baca juga: Kapolres Maluku Tengah Tegaskan Tidak Ada Konvoi Kendaraan saat Malam Takbiran

Desy mengaku tak pernah menandatangani satupun kuitansi apa lagi hingga cap. Meski diungkapkannya, terdakwa Hendrik Talabessy sempat meminta untuk dibuatkan cap.

“Saya bisa memastikan bahwa saya tidak pernah menandatangani Satu bukti pun, dan cap yang tertera pun bukan cap Rumah Makan saya. Memang pernah saya diminta buatkan cap tapi saya takut akhirnya terdakwa Hendrik Yang membuatnya sendiri,” tambahnya.

Kesaksian yang sama juga diungkapkan saksi Adfan Soamole dan saksi Emy Liana.

Saksi Soamole mengaku tak mengenal empat tersangka, cap yang ada pada kuitansi bukti pun bukan milik tokonya.

“Yang saya tahu uang yang saya terima hanya sekitar Rp10-15 juta, anehnya dalam nota belanja terterah 80 juta. Saya pastikan saya tidak pernah mengeluarkan cap dan tanda tangan untuk nota belanja yang JPU tampilkan,” cetus Adfan saat melihat layar monitor yang tertera bukti pembelian.

Usai mendengar keterangan para saksi, Ketua Majelis Hakim, Lutfi Alzagladi menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Untuk Diketahui ada empat terdakwa dalam kasus ini yakni dr. Jeles A. Atihuta selaku Pejabat Pembuat Komitmen; Hendrik Tabalessy (Kasi Mutu); Nurma Lessy (PPK); serta Maryory Johanes selaku bendahara pengeluaran.

Keempatnya diduga mengkorupsi uang anggaran covid-19 RSUD dr M. Haulussy Ambon sebesar Rp 600 juta dari pagu anggaran Rp2 miliar untuk biaya makan dan minum petugas nakes COVID-19. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved