Global

Zelensky Geram ketika Wilayah Ukraina yang Diduduki Pasukan Putin Ingin Bergabung ke Rusia

Kremlin mengatakan adalah kehendak penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk memutuskan apakah mereka ingin bergabung dengan Rusia.

Editor: Adjeng Hatalea
(AFP PHOTO/ARIS MESSINIS)
Orang-orang menyeberangi jembatan yang hancur saat mereka dievakuasi dari Kota Irpin, barat laut Kiev, selama penyerangan dan pengeboman besar-besaran pada Sabtu (5/3/2022) atau hari ke-10 invasi Rusia ke Ukraina. (AFP PHOTO/ARIS MESSINIS) 

KYIV, TRIBUNAMBON.COM - Wilayah Kherson di Ukraina yang diduduki pasukan Moskwa berencana meminta kepada Presiden Vladimir Putin untuk bergabung ke Rusia pada akhir 2022, menurut kantor berita Rusia TASS pada Rabu (11/5/2022), mengutip pemerintahan militer-sipil di sana.

Kherson adalah wilayah pertama yang akan dianeksasi sejak serangan Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari.

Kremlin mengatakan adalah kehendak penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk memutuskan apakah mereka ingin bergabung dengan Rusia.

Tetapi Hennadiy Lahuta, gubernur Ukraina yang digulingkan di wilayah Kherson, mengatakan kepada wartawan di kota Dnipro Ukraina bahwa penduduk hanya menginginkan "pembebasan yang cepat dan kembali ke pangkuan tanah air mereka, ibu mereka - Ukraina".

Rusia mengatakan pada April bahwa mereka telah memperoleh kendali penuh atas wilayah itu, yang telah menyaksikan protes anti-Rusia yang sporadis.

Kherson, rumah bagi kota pelabuhan dengan nama yang sama, memberikan jalur darat antara semenanjung Krimea, yang direbut Rusia dari Ukraina pada 2014, dan daerah separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur.

Akhir Mei, Wakil Rakyat Pastikan Pengangkutan Hewan Ternak dari KKT dan MBD Sudah Bisa Berjalan

Menanggapi berita itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa negosiasi dengan Moskwa berisiko jika Rusia menggunakan "referendum semu", untuk membenarkan pencaplokan wilayah Kherson dan Zaporizhzhia yang diduduki.

Dalam pidato video larut malam pada Rabu (11/5/2022), Zelensky mengutuk "orang-orang marginal ini, yang diambil oleh Rusia sebagai kolaborator." Dia mengatakan mereka membuat pernyataan "kebodohan kosmik".

"Tapi tidak peduli apa yang dilakukan penjajah, itu tidak berarti apa-apa - mereka tidak memiliki kesempatan. Saya yakin bahwa kami akan membebaskan tanah kami dan orang-orang kami," tambahnya dilansir dari Rueters pada Kamis (12/5/2022).

Tidak ada referendum

Pada 2014, sebulan setelah menduduki Krimea dalam invasi kilat, Moskwa menyelenggarakan referendum di sana yang sangat mendukung pencaplokan oleh Rusia.

Langkah itu dianggap tidak sah oleh Ukraina dan Barat.

Ditanya pada Rabu (11/5/2022) tentang Kherson bergabung dengan Rusia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan penduduk harus memutuskan nasib mereka sendiri.

Tetapi keputusan seperti itu, kata dia, membutuhkan dasar hukum yang jelas, "seperti halnya dengan Krimea".

Namun, Kirill Stremousov, wakil kepala pemerintahan sipil-militer yang dikendalikan Rusia, dikutip oleh kantor berita RIA mengatakan kepada wartawan bahwa “Tidak akan ada referendum karena itu sama sekali tidak penting, mengingat referendum yang diadakan secara mutlak secara legal di republik Krimea tidak diterima oleh masyarakat dunia." Kremlin tidak segera membalas telepon Reuters yang meminta komentar dan melaporkan berita ini.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved