Global
Oposisi Sri Lanka Bergerak Gulingkan Perdana Menteri, Umumkan Mosi Tidak Percaya
Partai oposisi utama Sri Lanka pada Selasa (3/5/2022) mengeluarkan deklarasi mosi tidak percaya yang bertujuan untuk menggulingkan Perdana Menteri Mah
COLOMBO, TRIBUNAMBON.COM - Partai oposisi utama Sri Lanka pada Selasa (3/5/2022) mengeluarkan deklarasi mosi tidak percaya yang bertujuan untuk menggulingkan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa dan Kabinetnya.
Oposisi menyalahkan mereka karena gagal dalam tugas konstitusional, karena tidak dapat menyediakan standar hidup yang layak dan menjerumuskan negara kepulauan itu dalam krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya.
Sebuah kelompok dari partai United People's Force, yang dipimpin oleh pemimpin Sajith Premadasa, menyampaikan mosi tidak percaya yang menuntut pemungutan suara parlemen kepada Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena.
Langkah itu dilakukan di tengah protes di seluruh negeri yang menuntut pengunduran diri Rajapaksa dan adik laki-lakinya, Presiden Gotabaya Rajapaksa. Para demonstran meminta mereka bertanggung jawab atas krisis ekonomi.
Suara mayoritas di Parlemen yang beranggotakan 225 orang akan dibutuhkan untuk menyingkirkan Rajapaksa dan Kabinet dari kekuasaan.
• H+2 Lebaran, Aktivitas Pasar Binaya Masohi Kembali Normal
United People's Force hanya dapat mengandalkan 54 suara, tetapi berharap memenangkan suara dari partai-partai oposisi yang lebih kecil, dan pembelotan dari partai Front Rakyat Sri Lanka yang berkuasa.
Partai yang berkuasa memiliki hampir 150 suara, tetapi kekuatan itu telah menurun di tengah krisis ekonomi dan pembelotan yang membuat mosi tidak percaya dimungkinkan.
Keputusan tentang kapan akan mengadakan mosi tidak percaya diharapkan terjadi setelah anggota Parlemen memulai pertemuan pada Rabu (4/5/2022) sebagaimana dilansir AP.
United People's Force juga menyampaikan mosi tidak percaya yang menargetkan presiden.
Tetapi itu tidak akan memaksanya meninggalkan kantor, bahkan ketika mayoritas anggota parlemen memilih menentangnya.
Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan setelah pengumuman negara baru-baru ini untuk menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya.
Negara ini menghadapi pembayaran kembali sebesar 7 miliar dollar AS dari pinjaman luar negeri tahun ini dari 25 miliar dollar AS yang dijadwalkan untuk dibayarkan pada 2026.
Sri Lanka memiliki cadangan devisa kurang dari 1 miliar dollar AS.
Krisis mata uang asing telah membatasi impor dan menyebabkan kelangkaan barang-barang penting seperti bahan bakar, gas untuk memasak, obat-obatan dan makanan.
Orang-orang berdiri dalam antrean panjang selama berjam-jam, untuk membeli apa yang mereka bisa. Banyak diantaranya yang pulang ke rumah dengan sedikit, jika ada, dari apa yang mereka cari.
