Nasional

Mulai Dibahas Hari Ini, Berikut Poin Penting RUU TPKS

Pemerintah dan DPR diagendakan akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hari ini, Rabu (23/2/202

Editor: Adjeng Hatalea
(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Sejumlah warga yang tergabung dalam Jakarta Feminis melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) 

"Mengapa tidak boleh, ini sering kali terjadi, dimana mana, mohon maaf ya karena pelakunya itu orang berduit, korbannya orang tidak mampu, diperkosa, dicabuli segala macem dikasih uang selesai perkaranya, dianggap restorative justice, itu enggak boleh," tegas Eddy.

3. Barang bukti bisa jadi alat bukti

Eddy menuturkan, untuk mempermudah penegak hukum memproses kasus dugaan kekerasan seksual, dalam RUU ini juga diatur bahwa barang bukti bisa menjadi alat bukti.

"Satu saksi dengan alat bukti sudah cukup untuk memproses, itu diatur, keterangan korban dan alat bukti lain sudah cukup. Keterangan disabilitas sudah sama dengan alat bukti lainnya," kata Eddy.

"Barang bukti masuk menjadi alat bukti. Kalau dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) barang bukti dan alat bukti itu dua hal berbeda," ucap dia.

Eddy menjelaskan, dalam KUHAP barang bukti dijelaskan pada Pasal 39, sedangkan, alat bukti ada pada pasal 284 KUHAP.

"Tapi di dalam RUU ini, alat bukti itu adalah antara lain barang bukti," ujar dia.

4. Kewajiban restitusi

Selain itu, dalam RUU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti kerugian wajib diberikan kepada pelaku kekerasan seksual kepada korbannya.

Eddy menyatakan, besaran restitusi yang akan diberikan kepada korban atas putusan majelis hakim wajib dipenuhi pelaku kekerasan seksual.

"Restitusi menjadi kewajiban, restitusi itu wajib, jadi bahasa di dalam RUU kita itu selain pidana penjara atau pidana denda hakim wajib menetapkan besarnya restitusi kepada korban," ucap Eddy.

Jika pelaku tidak memiliki uang yang cukup membayar restitusi yang telah dituntukan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayar resitusi tersebut.

"Katakanlah pelaku itu ekonomi menengah ke bawah lah, jadi dia tidak punya uang untuk restitusi, lalu apa yang dilakukan? hartanya disita, di dalam RUU ini, begitu seseorang ditetapkan sebagai tersangka polisi dapat melakukan sita jaminan untuk restitusi," papar Eddy.

"Jadi barang-barangnya disita dulu, barang-barangnya disita, jangan sampai dia alihkan, jadi RUU ini betul-betul memberi perlindungan terhadap korban yang extra ordinary yang sangat luar biasa," jalas dia.

(Kompas.com / Irfan Kamil / Sabrina Asril)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Perang Melawan Tambang Ilegal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved