Nasional

Mulai Dibahas Hari Ini, Berikut Poin Penting RUU TPKS

Pemerintah dan DPR diagendakan akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hari ini, Rabu (23/2/202

Editor: Adjeng Hatalea
(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Sejumlah warga yang tergabung dalam Jakarta Feminis melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) 

JAKARTA, TRIBUNAMBON.COM - Pemerintah dan DPR diagendakan akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hari ini, Rabu (23/2/2022).

Hal itu, disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej saat melakukan pertemuan dengan awak media di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/2/2022).

Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham mengatakan, dengan dimulainya pembahasan RUU TPKS antara pemerintah dan DPR diharapkan proses pengesahan bisa segera dilakukan.

Menurutnya, pemerintah menargetkan pengesahan dapat dilakukan pada pertengahan Maret 2022 usai DPR melakukan masa reses.

"Jadi memang tidak ada niat dari DPR maupun pemerintah untuk menunda pembahasan, kita berharap tanggal 2 Maret itu sebelum Nyepi kita sudah selesai, tunggu persetujuan tingkat pertama, kemudian pengesahan," ucap Eddy.

Berikut poin-poin penting RUU TPKS:

  1. Penyidik tak boleh menolak perkara 

Eddy menyebutkan, dalam RUU TPKS aparat penegak hukum tidak bisa menolak perkara kekerasan seksual.

Ia mengatakan, aturan itu dibuat untuk memastikan penyidik dapat terus memproses perkara yang berhubungan dengan kekerasan seksual.

"Ada ketentuan di dalam RUU itu bahwa penyidik wajib memproses, jadi dia tidak boleh menolak perkara, dia wajib memproses," ucap Eddy.

"Bahwa nanti tidak cukup bukti dan lain sebagainya itu different story," tuturnya.

2. Tak bisa diselesaikan dengan restorative justice

Wamenkumham juga mengatakan, penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tak bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan restorative justice.

"Dalam RUU itu, penyelesaian kekerasan tindak pidana seksual tidak boleh menggunakan pendekatan restorative justice, tidak boleh," ujar Eddy.

Eddy menjelaskan, aturan tidak bolehnya perkara tindak pidana kekerasan seksual diselesaikan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif untuk menghindari upaya-upaya penyelesaian dengan uang.

Menurutnya, banyak contoh kasus kekerasan seksual yang selesai dengan pemberian sejumlah uang tanpa adanya proses hukum.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Perang Melawan Tambang Ilegal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved