Pemalsuan Rapid Tes
Nakes Hingga Oknum Satpol PP Terlibat Kasus Pemalsuan Surat Rapid Antigen di Namlea-Pulau Buru
Tiga pelaku yang terlibat dalam bisnis surat keterangan rapid tes antigen palsu, sudah ditahan di Polres Pulau Buru, Rabu (9/6/2021) kemarin.
Penulis: Fajrin S Salasiwa | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Kontributor TribunAmbon.com, Andi Papalia
NAMLEA, TRIBUNAMBON.COM - Tiga pelaku yang terlibat dalam bisnis surat keterangan rapid tes antigen palsu, sudah ditahan di Polres Pulau Buru, Rabu (9/6/2021) kemarin.
Ke-3 terduga pelaku dugaan pemalsuan rapid tes antigen, yakni SS, IS dan SM.
Dari hasil penyidikan diketahui, para tersangka berlatar belakang profesi yang berbeda.
Yaitu IS dan SM adalah tenaga kesehatan (nakes) di Apotik Marini Farma, Jalan Baru Namlea.
Sementara SS, berprofesi sebagai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Baca juga: Duka Meninggalnya Wakil Bupati Sangihe, Sempat Buat Surat Pembatalan Izin Tambang Emas
Baca juga: Berikut Jadwal Lengkap Siaran Langsung Euro 2020, Bisa Nonton di Mola TV, RCTI, dan MNCTV
"Jadi dari hasil interogasi, bahwa yang berperan menjadi calo pembuatan antigen palsu, dia berprofesi sebagai Satpol PP dan bekerja sama dengan pihak Apotek Marini Farma, diantaranya pegawai Apotik dan Dokter," kata Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Pulau Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja, saat memberikan keterangan pers di Mapolres Pulau Buru, Jumat (11/6/2021) sore kemarin.
Dia menjelaskan, dari hasil penangkapan, polisi menyita sejumlah barang bukti, diantaranya surat rapid tes antigen palsu, dua unit laptop, dua unit printer, empat unit handpone, tiga lembar KTP, uang tunai Rp 9.800.000 rupiah.
Sementara itu, modus yang dijalankan, yakni dengan cara menawarkan ke masyarakat yang ingin bepergian, agar pembuatan rapid tes antigen tidak melalui pemeriksaan.
Lanjutnya, untuk surat rapid test antigen dipatok Rp 250 sampai Rp 300 ribu.
“Modus operandinya, bahwa setiap pasien pembuatan Antigen maupun Rapid Tes yang melalui pemeriksaan maupun tidak, diberikan Fee sebesar Rp. 50.000 ribu," terangnya.
Atas perbuatan mereka, dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP dengan ancaman pidana 6 Tahun penjara.
“Ancaman hukuman 6 tahun penjara,” tandasnya. (*)