Kuti Kata Maluku
Kuti Kata; Putus Tanjong Langgar Lautan
Karena itu "rindu mau bale" (=rindu untuk kembali) menjadi semacam pengharapan masa depan sebagian besar mereka yang merantau
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - "Beta balayar jao" (=saya berlayar jauh), merupakan orientasi sebagian besar orang di wilayah kepulauan termasuk kepulauan Maluku.
"Pi balayar" (=pergi berlayar), menjadi imperatif yang tujuannya "cari hidop" (=mencari pekerjaan untuk kehidupan), "maano sagu" (=mengerjakan sagu), sehingga merantau itu dimaknai dalam dua kategori konsep itu, sehingga "pi, lama baru bale" (=pergi dan dalam waktu lama baru kembali) atau "tinggal lama" (=tinggal lama; ini bermakna kadang tidak kembali sampai anak cucu).
Karena itu "rindu mau bale" (=rindu untuk kembali) menjadi semacam pengharapan masa depan sebagian besar mereka yang "su pi balayar" (=sudah merantau).
"Putus tanjong, langgar lautan" (=putus tanjung, melewati lautan) melukiskan ia sudah "tapisah jao" (=terpisah jauh) dari "mama papa deng basudara" (=mama papa dan saudaranya).
Kadang, ungkapan itu pun digunakan saat menangisi seorang anggota keluarga yang meninggal dunia, sebagai perlukisan bahwa "su putus di badang e" (=sudah terpisah selamanya).
"Putus tanjong, langgar lautan" juga melukiskan ia sudah "salamat sampe tujuan" (=selamat tiba di tujuan), "meski omba anging taru"(=walau ombak dan angin kencang), tetapi "deng Tuhan pung sayang su sampe deng sagala bae" (=dengan kasih sayang Tuhan, sudah tiba dalam keadaan baik).
Jadi menghadapi tantangan itu suatu hal yang biasa untuk masyarakat kepulauan.
Baca juga: Kuti Kata; Jang di Mulu Sa
Baca juga: Kuti Kata; Jangan Mau Jadi Jongos
Karena itu konsep kejuangan dalam tantangan dilukiskan dalam ungkapan-ungkapan seperti :
Satu, "toma majo, biar anging datang dari muka" (=maju saja, walau angin bertiup dari depan haluan perahu/arumbae/kapal).
Sebab itu setiap upaya memerlukan semangat dan keberanian. Termasuk "barane hidop di tanah orang" (=berani untuk hidup di tanah orang lain).
Dua, "tanang panggayo, jang undur e" (=tetap dayung, jangan mundur). Sebab semangat dan keberanian itu harus lahir dari dalam diri.
"Jang taku tacolo" (=jangan takut tenggelam). Menumbuhkan motivasi dari dalam itu penting, jika mau "pi balayar" (=berlayar; atau menghadapi tantangan tertentu).
Bagi masyarakat pegunungan, ungkapannya lain, seperti "hotu" (=berjalan naik gunung), "maso langgar utang biru-biru" (=masuk dan berjalan melewati ke dalam hutan lebat).
Itulah sebabnya kita dinasehati untuk "pi sa" (=pergi saja), "jaga diri babae" (=jagalah dirimu), "jang lupa sumbayang" (=jangan lupa berdoa), lalu "jang lupa kiring pasang" (=jangan lupa mengabari). Bahkan sebagai wujud empati dari ketidakrelaan untuk "tapisah jao" (=terpisah jauh), ada pula nasehat "kalu rasa bagumana, loko bale jua, biar makang kasiang-kasiang, deng kurang-kurang, yang penting katong ada sama-sama e".
Ungkapan "kalu rasa bagumana" itu mengandung arti seandainya ada kesulitan tertentu yang dialami.