Sempat Viral karena Tolak Vaksin, Ribka Tjiptaning Dipindahtugaskan dari Komisi IX ke Komisi VII
Ruang lingkup tugas Komisi VII DPR berbeda jauh dengan latar belakang Ribka Tjiptaning sebagai dokter, yang biasa menangani persoalan kesehatan.
TRIBUNAMBON.COM - Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Ribka Tjiptaning tidak menyangka dirinya dipindahtugaskan ke Komisi VII DPR.
Sebelumnya Ribka bertugas sebagai Anggota Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan.
Ribka mengaku tidak mengetahui alasan Pimpinan Fraksi PDIP di DPR, merotasi dirinya ke Komisi VII yang memiliki ruang lingkup tugas di bidang energi, riset dan teknologi.
Baca juga: Vaksin di Maluku, Murad jadi Orang Pertama Divaksin hingga Nakes yang tak Lolos Screening
Baca juga: 25 Relawan Uji Klinis Vaksin Sempat Positif Covid-19, Bagaimana Bisa? Simak Penjelasannya!
"Tidak tahu sebabnya, tanya ke pimpinan fraksi," ucap Ribka saat dihubungi, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Menurutnya, ruang lingkup tugas Komisi VII DPR berbeda jauh dengan latar belakangnya sebagai dokter, yang biasa menangani persoalan-persoalan kesehatan.
Namun, Ribka tidak ingin persoalan pemindahan tugas ke Komisi VII dijadikan sebagai beban.
"Santai saja, cuman lucu dan harus belajar. 17 tahun urus orang sakit, sekarang urus minyak, listrik," tutur Ribka.
Selain Ribka, pimpinan Fraksi PDIP di DPR juga merotasi empat anggota dewan, di antaranya Johan Budi Sapto Pribowo dari Komisi II ke Komisi III.
Kemudian, Gilang Dhielafararez dari Komisi VI ke Komisi III, Marinus Gea dari Komisi III ke Komisi XI, serta Ihsan Yunus dari Wakil Ketua Komisi VIII menjadi anggota Komisi II.
Baca juga: Tekanan Darah Naik, Wali Kota Ambon Batal Divaksin Covid-19
Baca juga: Mengapa Vaksin Sinovac Boleh Digunakan meski Uji Klinis Fase 3 Belum Selesai? Ini Penjelasan BPOM
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning tegas menolak divaksinasi Covid-19 untuk mencegah meluasnya penularan virus mematikan dari Wuhan, China.
Penegasannya itu disampaikan langsung dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021).
Menurut Ribka, belum ada satupun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 asal perusahaan China, Sinovac.
Ribka rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk divaksin.
"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, mau pun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak)."
"Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek," kata Ribka di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.
"Bagaimana orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," lanjutnya.
Ribka kemudian membandingkan vaksin Covid-19 dengan vaksin untuk penyakit lain yang sudah ada di Indonesia sebelumnya.
Dia mendesak pemerintah untuk tidak bermain-main masalah vaksin.
"Ini pengalaman saya saudara menteri (Budi Gunadi Sadikin) vaksin polio untuk antipolio malah lumpuh di Sukabumi, terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12 karena di India ditolak, dia di Afrika ditolak."
"Masuk di Indonesia dengan 1,3 triliun waktu saya ketua komisi," ujarnya.
"Saya ingat betul itu, jangan main-main vaksin ini. Saya pertama yang bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa pelanggaran HAM, gak boleh maksa gitu," lanjutnya.
Ribka menyoroti perbedaan harga vaksin dari mulai yang termurah hingga yang termahal, sama halnya dengan beragam biaya rapid atau PCR test.
Menurut Ribka, vaksinasi untuk masyarakat kelas bawah akan diberikan dengan harga yang paling murah.Dia mengingatkan pemerintah untuk tidak berbisnis
vaksin dengan masyarakat.
"Saya tanya, untuk gratiskan kepada masyarakat ini yang mana?"
"Wong ada 5 macam, ada yang harga 584 ribu, ada yang 292 ribu, ada yang 116 ribu ada yang 540 ribu sampai 1.080.400, ada 2.100.000. Pasti yang murah untuk orang miskin," ucapnya.
"Dari Maret lalu saya sudah bilang begitu ada covid ini ujung-ujungnya jualan obat jualan vaksin. Karena sekarang bukan masanya APD, nanti abis ini obat ramai, abis obat ini kan menkes jago ekonomi nih, wamennya BUMN, abis ini stunting, udah tau deh udah dipola kesehatannya."
"Saya cuma ingatin nih negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya, tidak boleh mau alasan apa saja tidak boleh," tegasnya.
Baca juga: Kawal Vaksin di Maluku, Personel Brimob Wajib Pakai Seragam Hitam, Ada Apa
Dalam kesempatan itu, Menteri kesehatan (Menkes) Budi Gunadi sempat menyinggung varian baru virus Corona dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
Budi mengakui, sampai saat ini ia masih belum bisa memastikan apakah varian baru tersebut sudah masuk ke Indonesia.
"Kalau ditanya udah ada di Indonesia belum, saya akan jawab belum tahu. Karena itu saya bilang ke teman-teman ini perang melawan virus seperti perang beneran, kita harus punya intelnya yaitu dari Kementerian Kesehatan," kata Budi.
Budi mengatakan, untuk bisa mengetahui apakah varian tersebut sudah berada di Indonesia dibutuhkan genome sequencing atau pengurutan seluruh rangkaian DNA untuk mendeteksi strain virus.
Sementara itu, di Indonesia, hanya ada 12 laboratorium yang bisa melakukannya, satu diantaranya Lembaga Eijkman.
Sebagai langkah untuk melacak keberadaan varian baru Corona ini Menkes bersama Kemenristek telah memformalisasikan jaringan laboratorium tersebut di beberapa titik kota yang banyak pendatangnya.
"Sehingga kita bisa mengidentifikasi secara dini, kita memiliki sistem intelijen secara dini
kalau ternyata ada virus mutasi baru yang masuk. Mudah-mudahan harusnya mulai minggu ini kita bisa mengidentifikasi virus-virus yang masuk," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ribka Tjiptaning Tidak Tahu Penyebab Dia Dipindahkan ke Komisi VII DPR dan Politisi PDIP Ribka Tjiptaning Menolak Divaksinasi, ''Mending Saya Bayar Rp 5 Juta''.