Maluku Bisnis
Lestarikan Tenun Tanimbar, Vista; Tenun Juga Menghasilkan Pundi-pundi Rupiah Selama Pandemi Covid-19
Gadis berdarah Tanimbar ini mengaku, bukan hanya persoalan uangnya saja, tapi juga pengembangan ekonomi kreatif berbasis lokal.
Penulis: Rahmat Tutupoho | Editor: Adjeng Hatalea
Laporan Kontributor TribunAmbon.com, Henrik Toatubun
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Semenjak munculnya kasus pertama covid-19 di Maluku pada Maret 2020 lalu, Pemerintah Daerah (Pemda) menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Ambon.
Peraturan tersebut dilaksanakan agar upaya pemutusan mata rantai penyebaran virus corona dapat dilakukan segenap elemen masyarakat, terutama di Kota Ambon yang menjadi pintu masuk ke daerah kepulauan itu.
Hal ini tentu saja berdampak pada sebagian besar bidang kehidupan masyarakat.
Salah satu bidang yang paling berpengaruh akibat pandemi covid-19 adalah sektor perekonomian.
Banyak usaha-usaha macet, bahkan bangkrut.
Pemutusan hubungan kerja pun terjadi di mana-mana.
Masyarakat yang tak ingin terus-terusan hidup dalam kesulitan ekonomi pun harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup.
Dengan melihat peluang usaha di masa pandemi, masyarakat dituntut lebih kreatif dan beragam.
Salah satu ide kreatif muncul dari kaum milenial asal Desa Kandar, Selaru, Kepulauan Tanimbar.
Menjadi anak rantauan di Kota Ambon, Vista Lerebulan (23), mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pattimura itu memanfaatkan keahlian yang dimilikinya untuk membuka usaha tenunan khas Tanimbar.
"Beta (saya) kan punya keahlian menenun, jadi ini peluang, biar bisa tambah-tambah uang kuliah," ujar Vista.
Gadis berdarah Tanimbar ini mengaku, bukan hanya persoalan uangnya saja, tapi juga pengembangan ekonomi kreatif berbasis lokal.
"Yah, ini juga salah satu upaya untuk melestarikan dan mempromosikan Tenun Tanimbar," ujar wanita berakun Facebook Vis Lerebulan itu.

Dalam dua hingga tiga hari, Ia menghasilkan satu lembar tenun dengan Panjang 95 sentimeter dan lebar 65 sentimeter.
Vista sudah bisa meraup sekitar Rp 450 ribu dengan ukuran segitu. Beda harganya lagi jika dia menambahkan hiasan benang emas dan perak pada kain tenunnya, yakni di kisaran harga Rp 500 hingga Rp 600 ribu.
"Yah kalau ada bimbingan skripsi, biasanya mogok, jadi bisa tiga hari baru selesai satu lembar tenun," sambung mahasiswi semester akhir itu.
Satu lembar itu, dapat menghasilkan dua syal dengan ukuran agak besar. Harga per syalnya kisaran Rp 200 ribu.
Namun, satu lembar tenun itu juga dapat dijadikan enam scraf yang dimodifikasi menjadi syal kecil, bandana dan ikat kepala untuk pria. Harganya kisaran Rp 100 ribu per lembar.
Selain itu, tenun tersebut juga biasanya dipesan untuk dijahit menjadi stelan rok, gaun dan juga kemeja untuk pria.
Umumnya, Tenun Tanimbar terdiri dari berbagai macam motif, namun Ia baru memulai dengan motif anak panah.
Ia menyampaikan usaha yang dimulainya sejak Oktober 2020 itu sangat membantunya menghadapi kesulitan keuangan di masa pandemi ini.
Vista juga berpesan, anak-anak muda Maluku harus kreatif dan inovatif. Terlebih di Maluku banyak sekali hasil alam dan kearifan lokal yang bisa diolah dan dikembangkan menjadi sesuatu yang lebih bernilai.