Keahlian Pandai Besi, Warisan Leluhur Masyarakat Teor di Seram Bagian Timur

Melihat aktivitas andal masyarakat Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten SBT, Maluku.

Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Kontributor TribunAmbon.com/Adjeng
Masyarakat di Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, menganggap Pandai Besi sebagai sebuah tradisi yang diwariskan dari para leluhur. Tradisi ini masih dijaga dan dikembangkan dari generasi ke generasi. 

Laporan Kontributor TribunAmbon.com, Adjeng Hatalea

TRIBUNAMBON.COM - Aktivitas menempa besi menjadi beberapa perkakas oleh para pandai besi bisa ditemui di beberapa daerah di Maluku

Secara umum cara kerja para pandai besi mulai dari menyiapkan material yang digunakan hingga pada proses pembuatan itu hampir sama.

TribunAmbon.com mengunjungi industri lokal pandai besi terbaik di Seram Bagian Timur (SBT).

Melihat secara langsung bagaimana sebuah parang dihasilkan dari tangan-tangan handal masyarakat Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten SBT, Maluku.

Mereka menganggap aktivitas menempa besi sebagai sebuah tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Sebuah tradisi yang perlu dijaga dan dikembangkan. 

Baca juga: Wisata Seram Bagian Timur: Danau Sole yang Asin dan Hening Tersembunyi di Hutan Pulau Manawoku

Hal itu pun telah menjadi identitas yang mengakar di hampir semua generasi masyarakat Teor.

Mereka tidak dipaksakan untuk menekuni aktivitas pandai besi, namun seperti panggilan jiwa.

Masyarakat di  Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, menganggap Pandai Besi sebagai sebuah tradisi yang diwariskan dari para leluhur.
Masyarakat di Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, menganggap Pandai Besi sebagai sebuah tradisi yang diwariskan dari para leluhur. (Kontributor TribunAmbon.com/Adjeng)

Baik pemuda maupun sepuh akan saling bantu di lokasi penempaan besi atau yang disebut Rumah Hambusan untuk melakukan setiap proses pembuatannya.

Aktivitas pandai besi di Negeri Rumoy-Duryar masih dilakukan dengan cara tradisional. Setiap prosesnya terlihat seperti seni, ada keharmonisan yang dibagi di sana.

Kelompok laki-laki dari generasi yang berbeda itu mengambil bagian untuk pengerjaan satu buah parang misalnya.

Dilihat dari proses pembuatannya, hal tersebut dimulai dengan memanaskan besi hingga mencapai titik panasnya.

Besi itu dibakar dalam arang membara yang ditiup angin melalui blower tradisional, dipotong dan ditempa menggunakan hammer menjadi jenis perkakas yang diinginkan, seperti pisau, parang, pedang bahkan samurai.

Para pemuda dengan fisik yang lebih kuat akan bergantian di tahap penempaan. Setelah itu perkakas yang dibuat akan melalui proses finishing touch.

Bagian ini dianggap paling penting karena merupakan penentuan baik tidaknya kualitas sebuah perkakas yang dibuat.

Pulau Teor dikenal juga sebagai Pulau Parang, karena kualitas pandai besi yang dihasilkan telah banyak diakui di berbagai daerah di Maluku.

Bahkan, senjata yang digunakan pahlawan nasional asal Maluku, yakni Kapitan Pattimura saat melawan para penjajah sekilas mirip dengan parang buatan orang Teor.

Baca juga: Tujuan Wisata Mirip Raja Ampat di Maluku Tenggara, Pulau Baer Ramai Pengunjung Meski Pandemi

Menurut salah seorang pemandai besi Desa Rumoy, Antonius Kolatlena mengatakan, tradisi pandai besi yang dipertahankan hingga kini telah mendatangkan keuntungan dari segi ekonomi bagi warga lokal.

“Dari parang (red: tradisi pandai besi) ini sudah bisa menghidupi masyarakat,” ucap salah seorang pemandai besi Desa Rumoy, Antonius Kolatlena kepada TribunAmbon.com.

Kata dia, besi bekas yang diperoleh dari berbagai daerah di luar Pulau Teor, para pemandai besi sudah bisa memproduksi 20 hingga 30 perkakas.

Kesulitan mendapatkan material besi bekas di Pulau Teor juga membuka jalan rezeki kepada warga di kawasan lain.

Mereka ikut mencari besi bekas untuk dijual ke pandai besi di Teor.

Perkakas yang dihasilkan tidak hanya dijual  di kawasan SBT saja, melainkan ke berbagai daerah di Pulau Ambon, Kepulauan Kei di Maluku Tenggara, dan lainnya.

Jenis perkakas yang sering dipesan adalah parang yang biasa digunakan untuk membersihkan kebun.

Di musim panen cengkeh, perkakas tersebut sangat dibutuhkan untuk membersihkan kebun petani, sehingga orderan meningkat.

Beruntung, pada saat itulah petani bisa dengan mudah melakukan transaksi.

Kolatlena yang juga merupakan Sekretaris Negeri Teor itu berharap tradisi yang diturunkan itu akan terus dilestarikan dan suatu saat bisa dikembangkan dari segi produksi yang mana didukung oleh peralatan modern dan memadai.

“Karena ini merupakan suatu tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur kita, maka perlu untuk dijaga dan dikembangkan,” ujar dia.

(*) 

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved