Keahlian Pandai Besi, Warisan Leluhur Masyarakat Teor di Seram Bagian Timur
Melihat aktivitas andal masyarakat Negeri Administratif Rumoy-Duryar, Kecamatan Teor, Kabupaten SBT, Maluku.
Bagian ini dianggap paling penting karena merupakan penentuan baik tidaknya kualitas sebuah perkakas yang dibuat.
Pulau Teor dikenal juga sebagai Pulau Parang, karena kualitas pandai besi yang dihasilkan telah banyak diakui di berbagai daerah di Maluku.
Bahkan, senjata yang digunakan pahlawan nasional asal Maluku, yakni Kapitan Pattimura saat melawan para penjajah sekilas mirip dengan parang buatan orang Teor.
Baca juga: Tujuan Wisata Mirip Raja Ampat di Maluku Tenggara, Pulau Baer Ramai Pengunjung Meski Pandemi
Menurut salah seorang pemandai besi Desa Rumoy, Antonius Kolatlena mengatakan, tradisi pandai besi yang dipertahankan hingga kini telah mendatangkan keuntungan dari segi ekonomi bagi warga lokal.
“Dari parang (red: tradisi pandai besi) ini sudah bisa menghidupi masyarakat,” ucap salah seorang pemandai besi Desa Rumoy, Antonius Kolatlena kepada TribunAmbon.com.
Kata dia, besi bekas yang diperoleh dari berbagai daerah di luar Pulau Teor, para pemandai besi sudah bisa memproduksi 20 hingga 30 perkakas.
Kesulitan mendapatkan material besi bekas di Pulau Teor juga membuka jalan rezeki kepada warga di kawasan lain.
Mereka ikut mencari besi bekas untuk dijual ke pandai besi di Teor.
Perkakas yang dihasilkan tidak hanya dijual di kawasan SBT saja, melainkan ke berbagai daerah di Pulau Ambon, Kepulauan Kei di Maluku Tenggara, dan lainnya.
Jenis perkakas yang sering dipesan adalah parang yang biasa digunakan untuk membersihkan kebun.
Di musim panen cengkeh, perkakas tersebut sangat dibutuhkan untuk membersihkan kebun petani, sehingga orderan meningkat.
Beruntung, pada saat itulah petani bisa dengan mudah melakukan transaksi.
Kolatlena yang juga merupakan Sekretaris Negeri Teor itu berharap tradisi yang diturunkan itu akan terus dilestarikan dan suatu saat bisa dikembangkan dari segi produksi yang mana didukung oleh peralatan modern dan memadai.
“Karena ini merupakan suatu tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur kita, maka perlu untuk dijaga dan dikembangkan,” ujar dia.
(*)