Soal Larangan Rayakan Natal di Dharmasraya & Sijunjung, Mahfud MD: Setiap Orang Mempunyai Kebebasan
"Bukan setiap kelompok, bukan setiap suku, tapi setiap orang itu dikatakan mempunyai kebebasan," kata Mahfud MD.
TRIBUNAMBON.COM - Sejumlah umat Nasrani di Dharmasraya, Sumatera Barat, tidak dapat merayakan natal secara bersama-sama pada tahun 2019 ini.
Pasalnya, mereka tidak diizinkan menggelar misa dan perayaan Natal oleh pemerintah Nagaro Sikabau (setingkat desa) di rumah ibadah sementara.
Dikutip dari Kompas.com, akibat aturan itu, 40 umat Katolik di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, memutuskan untuk tidak merayakan Natal tahun ini.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya telah menawarkan fasilitas berupa kendaraan.
Hal ini bertujuan agar mereka dapat melakukan misa ke gereja di Kota Sawahlunto atau tempat lain.
Namun, umat menolak tawaran tersebut.
• Isu Larangan Merayakan Natal di Dharmasraya & Sijunjung, Pemkab Membantah: Kedua Belah Pihak Sepakat
Hal yang sama juga dirasakan umat Nasrani di Nagaro Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung.
Mereka juga dilarang merayakan Hari Raya Natal.
Adanya pelarangan ibadah untuk merayakan Natal di dua kabupaten tersebut menimbulkan polemik.
Tanggapan tokoh soal pelarangan perayaan Natal:
1. Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan kasus pelarangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat sedang dalam proses penyelesaian.
Mahfud MD menilai, setiap orang memiliki kebebasan melaksanakan keyakinan atas nama agama dan kepercayaannya masing-masing.
"Sedang diselesaikan secara baik-baik ya," ujar Mahfud MD dari tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, (Senin (23/12/2019).
"Bukan setiap kelompok, bukan setiap suku, tapi setiap orang itu dikatakan mempunyai kebebasan," tambahnya.
Mahfud MD pun meminta agar kasus tersebut segera diselesaikan agar tidak menimbulkan konflik.
"Soal-soal teknis di lapangan supaya dijaga sedemikian rupa agar tidak terjadi konflik," jelasnya.
2. Yenny Wahid
Putri kedua mendiang Gus Dur, Yenny Wahid, meminta pemerintah daerah bertindak terkait aturan tidak diizinkannya perayaan Natal di Dharmasraya.
"Jadi kita menghimbau kepada pemda juga harus lebih tegas, memfasilitasi umat untuk bisa beribadah," ujar Yenny Wahid dikutip dari Kompas.com.
Tak hanya itu, Yenny Wahid juga mempertanyakan soal perlakuan yang berbeda antara umat bergama yang ingin melaksanakan ibadah.
Menurutnya, larangan merayakan ibadah melanggar konstitusi.
"Ini kan standar perlakuan yang berbeda, dan ini sudah jelas bertentangan dengan konstitusi kita yang menjamin kebebasan dan kesetaraan hak di mata hukum," tuturnya.
Yenny Wahid pun menyarankan agar penyelesaian terhadap masalah tersbeut diselesaikan secara kekeluargaan.

Kesepakatan tidak merayakan Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat dianggap melanggar konstitusi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kholid Syeirazi.
"Menurut saya kesepakatan itu melanggar konstitusi kita, melindungi hak setiap warga negara, apa pun agamanya untuk menjalankan ajaran agamanya, termasuk merayakan hari besarnya," ujar Kholid, Senin (23/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
Dalam menggelar perayaan hari besar agama, seharusnya tidak perlu ada kesepakatan.
Apa lagi, jika kesepakatan itu ternyata tidak sepenuhnya disepakati oleh salah satu pihak.
• Sempat Bantah Kabar Perceraian yang Beredar, Aura Kasih Hapus Foto dan Unfollow Suami dari Instagram
• Blak-blakan Bahas Kehidupan Pribadinya, Rocky Gerung Puji Kejujuran Artis Yuni Shara
Hal itu terbukti dengan munculnya protes dan riak, sekalipun kesepakatan di Kabupaten Dharmasraya dan Sinjunjung sudah berlangsung lama.
Menurutnya, selama perayaan hari besar agama masih masuk wilayah NKRI, seharusnya tetap memberlakukan kontitusi negara.
"Itu harus dipenuhi, tidak bisa atas dasar apa pun kemudian orang melarang hak orang lain untuk menjalankan ajarannya," kata Kholid.
Kholid khawatir kesepakatan larangan tersebut dapat merembet ke daerah lain.
Menurut dia, kesepakatan yang bertujuan mempersempit perayaan hari besar agama tidak bisa dibenarkan.
"Jadi jangan menggunakan logika minoritas-mayoritas, pakainya adalah hukum dan konstitusi, enggak bisa selain itu.
• Berniat Dengarkan Desis Ular, Telapak Tangan Ketua Reptile Rescue Kena Gigitan Ular Kobra
• Berakhir Damai, TNI dan Brimob di Maluku Gotong Royong Perbaiki Rumah yang Dirusak saat Bentrok
Karena ini negara bersama, bukan hanya negara milik orang Islam, ini negara milik semua, semua diperlakukan sama, tidak boleh ada diskriminasi," tegas Kholid.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung membantah telah melarang perayaan Natal di wilayah mereka.
Menurut Kabag Humas Pemkab Dharmasraya Budi Waluyon, Pemkab mengatur bahwa jika ada pelaksanaan ibadah yang sifatnya berjamaah atau mendatangkan jamaah dari tempat lain, maka harus dilakukan di tempat ibadah yang resmi dan memiliki izin dari pihak terkait.
Pemkab Dharmasraya menghargai kesepakatan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung dengan umat Kristiani yang berasal dari warga transmigrasi di Jorong Kampung Baru.
"Kedua belah pihak sepakat dengan tidak adanya larangan melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing di rumah masing-masing," kata Budi yang dihubungi Kompas.com, Rabu (18/12/2019).
• Tulang Kerangka Manusia Ditemukan di Septic Tank, Banyak Kejanggalan dari Si Pemilik Rumah
• Inilah Para Pemenang Sayembara Gagasan Desain Ibu Kota Indonesia
Perayaan Natal di Dharmasraya Bisa Dilakukan di Kantor Pemerintah
Wakil Ketua Setara Institute Bonas Tigor Naipospos meminta Pemerintahan Kabupaten Dhamasraya memfasilitasi perayaan Natal bersama di wilayah itu, menyusul adanya kabar pelarangan ibadah di Jorong Kampung Baru, Sungai Tambang, Kabupaten Dhamasraya.
"Mau enggak Pemerintah Kabupaten Dharmasraya itu mengadakan perayaan Natal bersama? Dan itu bisa dilakukan di kantor-kantor pemerintahan, kantor-kantor pemerintahan kan milik publik, milik seluruh warga negara," kata Bonas di Kantor SETARA Institute, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (21/12/2019), dikutip dari Kompas.com.

Bonas mengatakan, perayaan Natal tersebut sekaligus mematahkan isu bahwa pemerintah setempat melarang perayaan Natal karena tunduk pada tekanan dari suatu kelompok.
"Itu sebagai satu bukti bahwa Pemerintah Kabupaten Dharmasraya itu bersedia untuk melindungi seluruh warga negara tanpa melihat apa pun keyakinannya," ujar dia.
Bonas mengatakan, dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah disebutkan bahwa selama persyaratan belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi dengan menyediakan ruangan atau tempat.
"Makanya di beberapa daerah misalnya selama satu komunitas ini belum mendapatkan persyaratan, dia bisa menggunakan ruang pemerintahan sebagai tempat beribadah," kata Bonas.
• Penyebab Kecelakaan Purwodadi Pasuruan yang Tewaskan 7 Orang, Ini Kesaksian Penumpang Selamat!
• Modus Sopir Taksi Online Setubuhi 14 Penumpang dan Direkam, 3 Korban Dinikahi Siri karena Hamil
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung membantah telah melarang perayaan Natal di wilayah mereka.
Menurut Kabag Humas Pemkab Dharmasraya Budi Waluyon, Pemkab mengatur bahwa jika ada pelaksanaan ibadah yang sifatnya berjamaah atau mendatangkan jamaah dari tempat lain, maka harus dilakukan di tempat ibadah yang resmi dan memiliki izin dari pihak terkait.
Pemkab Dharmasraya menghargai kesepakatan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung dengan umat Kristiani yang berasal dari warga transmigrasi di Jorong Kampung Baru.
"Kedua belah pihak sepakat dengan tidak adanya larangan melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing di rumah masing-masing," kata Budi yang dihubungi Kompas.com, Rabu (18/12/2029).
Pemkab Dharmasraya dan Sijunjung Sumbar Membantah
Umat Nasrani di dua desa yang terdapat di Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya, Sumatera Barat, disebut dilarang melakukan perayaan Natal.
Dua desa tersebut yakni di Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan Jorong Kampung Baru, Nagari Sikaba, Kecamatan Pulau Punjung, Dharmasraya.
Tudingan itu dibantah Pemerintah Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung.
Kabag Humas Pemkab Dharmasraya Budi Waluyo mengatakan, Pemkab Dharmasraya secara resmi tidak pernah melakukan pelarangan terhadap warga yang melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing masing.
• Tulang Kerangka Manusia Ditemukan di Septic Tank, Banyak Kejanggalan dari Si Pemilik Rumah
• Wanita Tunawisma Dirudapaksa Pria Mabuk, Warga yang Melihat Tak Menolong Justru Merekam
Budi menyebutkan, Pemkab Dharmasraya menghargai kesepakatan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung dengan umat Kristiani yang berasal dari warga transmigrasi di Jorong Kampung Baru.
"Kedua belah pihak sepakat dengan tidak adanya larangan melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing di rumah masing-masing," kata Budi, Rabu (18/12/2029), dikutip dari Kompas.com.
Namun, jika harus melaksanakan ibadah yang sifatnya berjamaah atau mendatangkan jamaah dari tempat lain, maka harus dilakukan di tempat ibadah yang resmi dan memiliki izin dari pihak terkait.
Pemkab Dharmasraya menghindari adanya konflik horizontal antara pemeluk Kristiani di Jorong Kampung Baru dengan ninik mamak Nagari Sikabau, sebagaimana pernah terjadi pada tahun 1999 lalu, karena akan mengakibatkan kerugian di kedua belah pihak.
Menurut Budi, adapun soal surat Walinagari Sikabau yang tidak memberi izin untuk penyelenggaraan hari Natal, itu bukan pelarangan, melainkan hanya pemberitahuan bahwa sebelumnya telah ada kesepakatan untuk tidak melaksanakan Natal secara berjamaah maupun mendatangkan jamaah dari luar wilayah.
Sementara Sekda Sijunjung Zefnifan juga mengatakan Pemkab Sijunjung tidak melakukan pelarangan.
"Tidak ada pelarangan. Selama ini, antara Muslim dengan Kristiani hidup berdampingan tanpa ada gesekan," kata Zefnifan.
Zefnifan berharap masyarakat menjaga kerukunan umat beragama dan tidak mudah terpancing dengan provokasi-provokasi dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Program manager Pengawas Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA) Foundation, Sudarto dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, telah terjadi pelarangan perayaan dan ibadah Natal dan Tahun Baru di dua daerah tersebut.

Di Sungai Tambang, Kamang Baru, Sijunjung telah ada kesepakatan ninik mamak yang menolak pelaksanaan ibadah apapun termasuk natal bersama jika tidak di tempat ibadah resmi.
"Ibadah termasuk perayaan Natal hanya boleh dilaksanakan di rumah masing-masing dan tidak boleh bersama-sama," kata Sudarto.
Dia menambahkan, di Sikabau, Dharmasraya, ada kesepakatan yang melarang umat Kristiani melaksanakan perayaan agamanya secara terbuka, sekaligus melarang melaksanakan kebaktian secara terbuka di rumah warga dimaksud dan di tempat lain di Kanagarian Sikabau.
Sudarto mengatakan, sebaran umat Kristen dan Katolik di Sumbar cukup banyak.
Dia mencontohkan di Kampung Baru, Dharmasraya, jumlah umat Nasrani mencapai 19 kepala keluarga.
Di Sungai Tambang, Sijunjung, terdapat 120 KK.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Isu Larangan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung, Berpotensi Picu Daerah Lain, Pemkab Beri Bantahan dan Tribunnews.com dengan judul 2 Kabupaten di Sumatera Barat Melarang Perayaan Natal, Ini Komentar Mahfud MD hingga Yenny Wahid.