Fans Ajax Amsterdam dan Warga Maluku di Belanda Kirim Bantuan untuk Korban Gempa Ambon
Fans Ajax Amsterdam dan warga Maluku di Belanda kirim bantuan untuk korban gempa Ambon
“Kebanyakan pasien menderita sakit ISPA, rata-rata pengungsi karena berada di daerah di tenda-tenda, sehingga mudah terpapar dan sakit," tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat dr Yohanes Tapan mengatakan, pasien yang melakukan pengobatan di RSUD Piru dan sejumlah puskesmas sejak gempa pertama hingga saat ini tercatat sebanyak 3.031 orang.
Rinciannya, di Puskesmas Piru sebanyak 61 orang, Kairatu Barat 388 orang, Kairatu 689 orang, Waimital-Rindam 900 orang, Amalatu 511 orang, Elpaputi 93 orang, Tanah Goyang 98 orang dan Luhu 175 orang.
“Kemudian korban yang masih dirawat-inapan di RS Piru sebanyak 16 orang. Sedangkan ibu melahirkan sebanyak 6 orang," katanya.
3. Bantuan Dihitung Per Tenda, Bukan Per Jumlah Keluarga
Sejumlah pengungsi di Dusun Umekau, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah mengeluhkan ketidakmerataan penyaluran bantuan bagi para pengungsi di desa tersebut.
Sejumlah pengungsi yang ditemui Kompas.com di lokasi pengungsian tersebut mengaku sangat kecewa dengan ketidakmerataan penyaluran bantuan tersebut.
Menurut mereka, meski banyak bantuan terus mengalir, namun banyak dari mereka yang mengungsi di dusun Umekau tidak mendapatkan bantuan-bantuan tersebut.
“Kita hanya dapat beras 1 kg, mi instan dua bungkus dan air mineral dua botol saja,” kata Alim kepada Kompas.com di Tulehu, Minggu (13/10/2019) malam.
Dia mengaku bantuan yang diberikan itu pun tidak setiap hari disalurkan.
Bantuan dihitung per tenda, bukan per jumlah keluarga
Sejak terjadi pengungsian, warga yang mengungsi di dusun tersebut baru mendapat bantuan beras dan mi instan sebanyak dua kali.
Ironisnya kata dia, bantuan yang dibagikan kepada para pengungsi itu dihitung berdasarkan tenda dan bukan kepala keluarga.
Padahal, banyak tenda darurat yang ditempati lebih dari lima kepala keluarga (KK).
“Kita heran saja bantuan terus masuk tapi entah disalurkan ke mana? Kita di sini hanya dapat beras dan mi,” ujarnya.
Pengungsi lain, Aminah mengaku jika penyaluran bantuan di desa tersebut masih terfokus di lokasi pengungsian yang ada di kawasan Universitas Darusalam, sehingga banyak pengungsi di lokasi lain tidak kebagian bantuan.
“Saya juga heran mengapa bantuan sebanyak itu tapi kita tidak dapat, katanya ada handuk, selimut, makanan bayi dan lain-lain sudah disalurkan tapi kita tidak dapat itu,” ujarnya.
4.Bantuan Harus Disalurkan Langsung ke Tenda Darurat
Dia pun menyarankan kepada para relawan yang menyalurkan bantuan sebaiknya mendatangi langsung tenda-tenda darurat di lokasi pengungsian dan menyerahkan langsung bantuan kepada pengungsi agar semua pengungsi bisa menerima bantuan tersebut.
“Kalau ditampung lagi, itu pasti disalurkan hanya di titik-titik tertentu saja,” ujarnya.
Pantauan Kompas.com, di Dusun Umekau ada puluhan tenda darurat yang menampung ratusan warga pengungsi korban gempa Maluku.
5. Belasan Bayi Lahir, 2 Tewas
Sebanyak 16 ibu hamil telah melahirkan bayinya di lokasi pengungsian di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah sejak gelombang pengungsian terjadi usai gempa bermagnitudo 6,8 mengguncang wilayah tersebut, pada Kamis (26/9/2019) pekan lalu.
Dari 16 ibu hamil yang melahirkan, ada salah seorang ibu hamil yang melahirkan bayi kembar, sehingga total bayi yang lahir di lokasi pengungsian desa tersebut berjumlah 17 bayi.
Selain melahirkan di rumah sakit darurat yang dibangun di lokasi pengungsian itu, sejumlah ibu hamil juga melahirkan di tenda- tenda darurat tempat mereka mengungsi.
“Sampai saat ini 17 bayi yang lahir di tenda dan dua bayi meninggal dunia,” kata Kepala Bidang Pelayanan dan Perawatan di Rumah Sakit Darurat dr Ishak Umarela kepada wartawan di rumah sakit tersebut, Sabtu (12/10/2019).
Menurut dia, sampai saat ini bayi-bayi tersebut masih bertahan bersama orangtuanya di tenda-tenda darurat di lokasi pengungsian itu.
”Masih ada di sini, mungkin karena masih gempa susulan.Mereka ada yang masih bertahan,” ujarnya.
• Pengungsi Gempa Dimintai Bayaran saat Berobat, BPJS Kesehatan Membantah, Bupati Prihatin
6. Trauma
Ida Lestaluhu, salah satu ibu hamil yang melahirkan bayinya di lokasi pengungsian tersebut, mengaku masih takut kembali ke rumah dan masih memilih bertahan di lokasi pengungsian lantaran gempa susulan terus terjadi.
“Gempa susulan masih terjadi ya, saya takut, masih trauma, jadi bertahan di sini saja dulu, nanti situasinya sudah pulih baru pulang,” katanya.

7. Ribuan Gempa Susulan
Gempa bumi susulan masih terus mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya sejak gempa utama magnitudo 6,8 mengguncang wilayah tersebut pada Kamis (26/9/2019).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ambon mencatat, hingga Senin (14/10/2019), pukul 09.00 WIT, gempa susulan yang terjadi di wilayah Maluku telah mencapai 1.516 kali gempa susulan.
"Sampai pukul 09.00 WIT, pagi ini sudah sebanyak 1.516 kali gempa susulan terjadi,"kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Ambon Andi Azhar Rusdin kepada Kompas.com, Senin.
Dari ribuan kali gempa susulan yang terjadi itu, gempa dengan skala terbesar yakni, magnitudo 5,6 yang terjadi di hari pertama gempa.
Kemudian, yang terkecil magnitudo 1,6 yang ikut dirasakan getarannya.
Andi menyebutkan, dari ribuan kali gempa susulan yang terjadi itu, sebanyak 175 kali gempa dirasakan getarannya oleh masyarakat di Pulau Ambon dan sekitarnya.
Andi menjelaskan bahwa gempa susulan yang masih terus terjadi di Maluku hingga saat ini merupakan peristiwa yang normal.
Menurut Andi, dalam setiap peristiwa gempa kuat, akan terjadi deformasi atau pergeseran blok batuan di kerak bumi yang sangat luas.
Dari pergeseran batuan itu, terjadi ketidakseimbangan atau ketidakstabilan di zona tersebut.
"Sehingga muncul gaya-gaya tektonik untuk mencari kesetimbangan menuju kondisi stabil di sekitar pusat gempa utama yang dimanefistasikan sebagi gempa susulan,” katanya.
Dia menjelaskan, lazimnya gempa kuat dengan magnitudo di atas 6,0 akan disertai aktivitas gempa susulan.
Menurut Andi, semakin besar magnitudo gempa, maka potensi gempa susulannya semakin banyak, apalagi jika ditunjang dengan kondisi batuan di wilayah tersebut yang rapuh.
8. Jalan 2 kilometer Ambil Air Bersih
Kondisi para pengungsi korban gempa bumi yang mengungsi di perbukitan hutan Dusun Tahola, Desa Passo, Kecamatan Baguala, Ambon sungguh memprihatinkan.
Meski sudah mengungsi sejak 20 hari yang lalu atau sejak gempa bermagnitudo 6,8 mengguncang wilayah tersebut, namun bantuan untuk para pengungsi ke perbukitan tersebut belum juga disalurkan.
Pantauan Kompas.com di perbukitan hutan tersebut, tampak ada ribuan pengungsi mulai dari anak-anak, bayi hingga lansia bertahan hidup di tenda-tenda darurat yang tersebar di lokasi tersebut.
Warga memilih mengungsi di lokasi itu, selain karena merasa trauma dengan gempa susulan yang terus terjadi, juga karena rumahnya rusak parah akibat gempa.
Di lokasi pengungsian itu, tidak ada satu pun fasilitas mandi cuci dan kakus (MCK) yang disediakan, begitupun air bersih untuk keperluan para pengungsi.
Untuk kebutuhan air bersih, warga harus rela berjalan kaki ke bawah perbukitan yang jaraknya sekitar 2 km dari lokasi pengungsian.
“Air kita (pikol) ambil di bawah, kalau mau buang hajat itu yang susah karena tidak ada itu (MCK) disini semua turun ke bawah atau ke hutan,” salah satu pengungsi, Eddy Wattimena kepada Kompas.com, di lokasi pengungsian, Selasa (15/10/2019).
9. Dua puluh hari mengungsi dapat 5 mi instan
Adapun untuk bantuan pengungsi, Eddy mengaku, sejak 20 hari mengungsi di lokasi itu sampai saat ini mereka hanya mendapat bantuan berupa mi instan 5 bungkus untuk setiap kepala keluarga dan air mineral enam botol.
Menurutnya, bantuan yang diberikan tidak merata sehingga banyak pengungsi tidak mendapatkan haknya.
“Kita mengungsi di sini sudah sejak tanggal 26 tapi sampai saat ini tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Kita hanya dapat bantuan lima bungkus mi dan enam botol air mineral, tapi itu dari desa,” kata Eddy.
Dia mengaku kesal lantaran banyak pengungsi yang rumah-rumahnya rusak namun tidak pernah mendapat bantuan apapun.
"Kita ini korban dan banyak yang rumahnya rusak, tapi bantuan itu tidak tahu ke mana, di sini terpal kita beli sendiri, kebutuhan lain juga kita beli sendiri, lalu bantuan-bantuan itu untuk siapa?”tanya Eddy.
• Larangan Keras Unggah Video dan Foto Korban Meninggal Gempa Ambon
10. Tenda tergenang
Warga lainnya, Kristi Leatemia mengaku dia dan pengungsi lainnya sangat membutuhkan bantuan khususnya sembako, selimut dan makanan bayi, sebab mereka yang mengungsi di lokasi tersebut tidak pernah diperhatikan pemerintah.
“Kalau hujan tenda-tenda di sini tergenang, kami butuh selimut, juga sembako dan maknaan bayi itu tidak pernah kita dapatkan di sini, kami mohon karena banyak orangtua di sini juga sakit-sakitan karena tidur di tenda-tenda,”ungkapnya.
(TribunAmbon.com/Chrysnha)