TRIBUNAMBON.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan dissmisal dua sidang sengketa Pemilihan Bupati (Pilbup) Buru tahun 2024.
Yaitu gugatan yang diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buru Nomor Urut 1 Muhammad Daniel Rigan dan Harjo Udanto Abukasim dan gugatan pasangan calon nomor urut 4 bupati dan wakil bupati Amus Besan dan Hamsah Buton.
Sidang pembacaan putusan dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung I MK, Jakarta, pada Rabu (5/2/2025).
Untuk permohonan Daniel Rigan yang teregistrasi dengan Nomor 227/PHPU.BUP-XXIII/2025 tidak diterima MK.
Hanya gugatan Amus Besan yang berlanjut ke pembuktian.
Baca juga: Gugatan Sengketa Pilkada Ambon dan Malteng Kandas
Baca juga: MK Tolak Gugatan Sengketa Pilkada, MTH-VR Bakal Dilantik Jadi Bupati & Wakil Bupati Maluku Tenggara
Gugatan dengan nomor perkara 174/PHP.BUP-XXIII/2025 menjadi satu dari 40 gugatan yang diterima MK.
"Hingga hari ini ada 40 perkara yang lanjut dalam sidang pembuktian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan dismissal di Gedung MK, Jakarta, Rabu.
Gugatan Daniel Rigan - Harjo Udanto Abukasim
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buru Nomor Urut 1 Muhammad Daniel Rigan dan Harjo Udanto Abukasim mengajukan Perkara Perselisihan Hasil Umum Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Buru (PHPU Bup Buru).
Keduanya menyoroti dugaan kecurangan yang terjadi di tujuh kecamatan serta keberatan atas hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukum MK menyatakan uraian posita a quo pada akhirnya telah menyebabkan ketidakjelasan posita.
“Berkenaan dengan uraian posita permohonan pada angka 8, yang pada pokoknya Pemohon menguraikan tentang adanya hubungan kekerabatan antara Ketua KPU Kabupaten Buru dengan Pihak Terkait, namun pada uraian akhir dalil a quo, uraian posita Pemohon justru mendalilkan terkait adanya penambahan DPT sebanyak 1.700 yang tanpa disertai dengan KTP-el,” urainya, dalam sidang putusan, Rabu.
Selain itu, pada posita permohonan, Pemohon juga mendalilkan terjadi pengurangan suara di TPS 20, namun tidak menyebutkan secara spesifik terkait dengan nama TPS, nama desa dan juga nama kecamatan tempat terjadinya pelanggaran tersebut.
Uraian demikian menurut Mahkamah pada akhirnya menyebabkan dalil a quo menjadi tidak jelas khususnya terkait dengan tempat dimana terjadinya pelanggaran dimaksud.
“Dengan demikian berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, posita Permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur,”tegas Enny.