Info Terkini
Kaum Muda Katolik Harus Implementasikan Deklarasi Jakarta-Vatikan: Ini Tujuannya !
FGD menghadirkan narasumber atau pembicara Dr Irene Camelyn Sinaga AP MPd-- Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP,
Romo Aloys Budi mengapresiasi perjumpaan yang terus melanggengkan kebaikan demi kebaikan, apapun persoalannya. “Bahwa kemudian ada Deklarasi Jakarta-Vatikan, yang secara tegas merumuskan suatu keprihatinan itu menjadi sesuatu yang memang harus terus digemakan,” ujar Doktor Ilmu Lingkungan ini.
“Yang seperti ini (Deklarasi Jakarta-Vatikan) dalam perspektif ekotheologis itu kerap kali langka. Mencari figur yang seperti Gus Dur itu seribu satu, mencari figur seperti Romo Mangun itu perlu menunggu berapa puluh tahun, dan mencari momentum mendeklarasikan keprihatinan seperti di dalam Deklarasi Jakarta-Vatikan ini tidak bakal terulang lagi,” katanya.
Oleh karena itu, Romo yang piawai memainkan saxophone itu pun berharap jangan sampai Deklarasi Jakarta-Vatikan ini menjadi artefak.
“Itu bahasa Antropologi yang sangat menohok saya, artefak itu seakan-akan benda mati. Padahal justru ketika ada artefak, lalu munculah kehendak untuk membaca dengan baik, bisa jadi kemudian menjadi legenda yang terus sustainable, tak kenal waktu dan tetap lestari,” ucapnya.
Kata Rm Aloys, “Dalam konteks kita inklusivitas sangat penting. Membuang semua prasangka yang memang tidak mudah. Sembilan belas tahun saya di Semarang dan bergaul dengan masyarakat akar rumput Desa Kendeng dengan segala tarik ulur dinamikanya, tetapi di Pilkada tahun lalu, saya seperti memetik buahnya, itu indikator secara sosial politik jelas di Kota Semarang yang jadi calon walikota memiliki tiga beban: Katolik, Chinese, perempuan lagi. Dengan berbagai serangan di medsos digaungkan bahwa memilih pemimpin yang tidak seakidah itu haram.Tetapi kita bergerak, kita berjuang jangan sampai kota yang sudah kita bangun lama sebagai kota inklusif itu hancur karena itu. Dan, apa yang terjadi kesabaran akar rumput itu dahsyat, akhirnya beliau menang telak, meskipun ada berbagai hambatan baik medsos dan orasi-orasi yang cenderung diskriminatif dan eksklusif. ” katanya.
Artinya, jelas Rm Aloys, “Kalau kita mau sungguh berjuang untuk paradigma-paradigma yang positif dan inklusif itu yakinlah kalau kita gak pernah kalah.”
Lebih jauh Rm Aloys mengungkapkan bahwa gereja Katolik tidak menolak apapun yang baik, yang benar, yang suci dan indah, yang ada di dalam semua agama dan kebudayaan. “Itu yang menjadi pedoman saya setiap kali saya bergaul, bersilaturahim sehingga kerap kali justru Katolik yang dangkal yang justru sering menyerang saya: 'Romo kok hari minggu di masjid, di pura, di gereja lain, diragukan ke-Katolikannya', sampai seperti itu,” ujarnya.
“Jadi surat kaleng itu datang bertubi-tubi ketika kita mencoba untuk hadir memberi teladan, tetapi keteladanan pun tidak semudah membalikkan telapak tangan,” imbuhnya.
Maka dari sini, lanjut Rm Aloys Budi Purnomo, konteksnya kaderisasi. “Pengkaderan itu dapat dibangun dalam bingkai deklarasi ini. Karena yang mendeklarasikan itu organisasi kepemudaan mereka harus bersinergi dengan lembaga-lembaga resmi untuk semakin mengakarkan cita-cita ini, sesuatu yang harus terus diperjuangkan ke depan,” pungkasnya.
Sementara Betaria mengusulkan agar Pemuda Katolik tidak hanya berhenti pada deklarasi tetapi yang lebih penting bagaimana mewujudkannya.
“Kita harus berani menyuarakan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan minta bantuan Tuhan dengan mendoakan tiap hari doa Fransiskus Asisi 'Jadikan aku pembawa damai', semoga doa itu bisa jadi pegangan kita,” ujarnya.
Menurut Mayong, jargon-jargon seperti toleransi, kesetaraan, penghargaan terhadap sesama, penghormatan terhadap kemanusiaan, kebangsaan dan sejenisnya itu hanya disuarakan oleh umat minoritas.
“Di seberang sana gak ada tuh yang mempersoalkan. Semangat atau prinsip penghargaan terhadap sesama, laki-laki atau perempuan, kayaknya hanya kita-kita saja. Juga toleransi, kebersamaan sebagai warga negara, tidak ada di luar sana, hanya kita yang asyik dengan itu,” ujarnya.
Mayong mempertanyakan apakah umat Katolik akan terus berbusa-busa dengan kata-kata indah tersebut. Yang terpenting, tandasnya, bagaimana menularkan hal itu kepada orang lain. “Bagaimana di sebelah sana juga terus memperjuangkan hal yang sama. Ini PR kita yang sangat besar, tugas kita bersama. Setidaknya kalau tidak ingin menggangu ya jadilah orang baik sebagai tetangga, syukur-syukur bisa menularkan gagasan atau mempengaruhi hal positif,” ujarnya.
Sebagai penutup diskusi, Iren mengatakan bahwa Deklarasi Jakarta-Vatikan sudah sangat pas dengan Pancasila, bahkan relevan di tataran dunia. “Kalau kita bicara nilai-nilai Pancasila berarti Deklarasi Jakarta-Vatikan itu sudah mengurusi hingga isu-isu internasional. Tinggal penjabarannya harus dirumuskan oleh Pemuda Katolik,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.