Pilkada 2024
Advokat Fikry Rahantan Desak Polda Maluku Tindak Tegas Pelanggaran Pilkada di Ruang Digital
Praktisi hukum, Fikry Rahantan menyebut pengawasan proses Pilkada 2024 di ruang digital perlu ditingkatkan.
TRIBUNAMBON.COM -- Praktisi hukum, Fikry Rahantan menyebut pengawasan proses Pilkada 2024 di ruang digital perlu ditingkatkan.
Menurutnya, ada berbagai macam potensi terjadinya pelanggaran, terutama yang berbasis pada konten-konten yang diunggah di media sosial.
"Jika melihat realitas politik yang ada, para pendukung pasangan calon tidak hanya memberikan narasi politik yang mendidik, ada juga berbagai konten kampanye yang berseliweran dan isinya hanya mengandung hoax, hate speech dan menyerang martabat peserta pilkada lainnya," kata Fikry dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/11/2024)
Dia menilai maraknya black campaign di ruang digital tentunya menjadi masalah tersendiri yang harus mendapatkan perhatian khusus dari pihak kepolisian.
"Pihak Polda Maluku dalam hal ini khususnya Subdit V Siber Ditreskrimsus yang berfungsi untuk mengontrol, mengawasi, dan menindak black campaign di ruang digital diharapkan lebih gencar melakukan patroli cyber dan mengambil tindakan tegas apabila ditemukan konten-konten kampanye politik yang berisi narasi negatif," jelasnya.
Ketegasan dari Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Maluku juga dinilai akan menjadi langkah preventif untuk mengurangi bahkan menghentikan maraknya kampanye hitam di ruang digital. Sebab menurutnya, dengan tidak adanya penindakan yang tegas maka publik akan menafsirkan ini sebagai sebuah tindakan pembiaran.
"Dan jika pihak yang memproduksi dan menyebarkan black campaign di ruang digital terus dibiarkan, publik bisa saja mempertanyakan netralitas dan profesionalitas Polda Maluku sebagai institusi yang berfungsi untuk melakukan law enforcement," ungkapnya.
Sejalan dengan pernyataan Kapolri Jendral Polisi Listiyo Sigit Prabowo yang menegaskan seluruh jajaran di tubuh Polri harus bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Pernyataan Kapolri tentunya menegaskan posisi Polri dalam mengawal jalannya tahapan Pilkada, sebagai institusi yang oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk mengawasi hingga menindak berbagai tindak pidana pilkada di ruang nyata maupun di ruang digital," ujarnya.
Praktisi hukum asal Maluku ini berharap dalam melakukan penindakan Polda Maluku dapat bertindak dengan professional tanpa harus tebang pilih. Menurut pria yang akrab disapa Vick ini, netralitas dan profesionalitas institusi Polri adalah kemewahan yang tidak mungkin dapat ditukar dengan tawaran politik ataupun kepentingan subjektif.
"Dalam derasnya arus politik hari ini kiranya kita harus mengingat kembali adagium hukum “Politiae legius non leges politii adoptandae", yakni politik harus tunduk pada hukum dan bukan sebaliknya," jelas Fikry.
"Adagium tersebut tentunya mengingatkan kita semua, bahwa hukum harus berdiri tegak pada posisi yang netral untuk dapat dengan tegas katakan 'salah' jika itu salah, dan 'benar' jika itu benar tanpa ada ruang pragmatisme untuk tawar-menawar demi memfasilitasi kepentingan salah satu pihak dan mengorbankan kepentingan pihak yang lain," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.