Keren! Belajar di Belgia, Jen Warella Berhasil Ciptakan Oeh-oleh Coklat Khas Maluku Barat Daya

Jenny Warella, warga Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ini berhasil menciptakan ragam oleh-oleh berbahan baku daun kelor.

Ist
Jen Warella menunjukan beberapa produk berbahan dasar kelor hasil ciptaannya yang kini terkenal sebagai oleh-oleh khas MBD, Sabtu (13/4/2024) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Jenny Warella, warga Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ini berhasil menciptakan ragam oleh-oleh berbahan baku daun kelor atau atau Moringa oleifera.

Salah satunya coklat.

Ide tersebut muncul setelah Ia selesai studi banding di Blora, Jawa Tengah pada 2019. Disana Jen melihat perusahaan membuat produk coklat berbahan kelor. Meski disana tak punya banyak tanaman tersebut.

Sementara itu Kelor tumbuh subur di MBD namun belum termanfaatkan dengan baik.

“Ide itu muncul setelah beta pulang studi banding dari kantor di Blora Jawa Tengah 2019. Ada perusahaan yang punya produk coklat berbahan kelor. Tapi di sana tidak punya banyak tanaman kelor seperti di sini (MBD),” ucap pegawai Badan Pendapatan Daerah Kabupaten MBD itu, Sabtu (13/4/2024).

Baca juga: Aneka Olahan Sagu Jadi Oleh-oleh Libur Lebaran, Sarut Kelapa Paling Laris

Baca juga: Terjangkau, Ragam Kuliner Oleh-oleh Khas Ambon Dijual Mulai Rp. 20 Ribuan

Ibu dua anak ini kemudian kembali ke MBD dan tergerak mengolah tanaman kelor di MBD menjadi produk-produk menarik.

Jen, sapaannya, menceritakan bahan baku Ia peroleh dari warga di daerah Kaiwatu dan Patti di Pulau Moa, dimana kelor masih banyak dan tumbuh liar.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon itu bekerjasama dengan beberapa warga pemetik sebagai penyuplai.

Berbekal oleh-oleh produk coklat dari Jawa Tengah, Jen lantas bikin perbandingan. 

Dia membuat coklat bahan kelor MBD lalu membagikannya kepada para staf di kantornya juga ke beberapa instansi pemerintahan lain.

Ternyata, cita rasa coklat dari kelor MBD jauh lebih ringan dan enak.

Usaha tersebut kemudian dinamai ‘Kelor Majen’, masih baru dan merupakan hasil produk rumahan berskala keci. 

“Kata teman-teman di kantor lebih enak, kalau yang dari Blora terlalu strong dan agak getir,” katanya yang saat itu berstatus ASN Dinas Pertanian Bidang Ketahanan Pangan, Kabupaten MBD.

Banyak koreksi dan uji coba yang dia lakukan. Terutama menyesuaikan rasa kelor agar tidak dominan.

Maklum, bagi warga MBD kelor biasanya dimasak sebagai sayur.

Setelah diperoleh level rasa dan komposisi yang pas, Jen memantapkan proses pengolahan agar hasilnya awet dan berkualitas.

Karena usahanya yang masih berskala kecil, dia hanya mampu beli bahan baku dari warga senilai Rp 300 ribu perikat besar.

Dari daun kelor senilai itu, hasilkan bubuk atau tepung seberat 500 gram. 

“Sangat sedikit memang apalagi prosesnya panjang. bubuk itu masih harus diayak biar lebih halus. Karena itu dapatnya sedikit sekali,” jelas perempuan yang nyambi sebagai guru les private bahasa Inggris.

Paling banyak dia baru mampu produksi hingga 1 kilogram tepung atau bubuk kelor. Jumlah itu lantas dia bagi rata untuk membuat masing-masing produk.

Khusus untuk coklat, Jen memberikan perhatian sedikit lebih banyak. Selain uji coba rasa dan kompsisi dia juga belajar cara membuat coklat yang enak dan tahan lama.

Tak cukup sampai disitu, Jen berkesempatan pergi ke Belgia dan mendatangi perusahaan coklat lalu belajar dari workshop, di akhir 2019.

Mengingat Belgia merupakan Negara yang terkenal akan produk coklatnya.

“Belgia kan terkenal dengan coklat jadi saat ke sana jalan-jalan beta curi-curi ilmu belajar. Supaya pulang bisa buat coklat yang enak,” terangnya.

Tak tunggu waktu lama, resep coklat diperoleh. Selama musim pandemi covid 2020 itu Jen tekun kembangkan resep produk kelor milknya.

Selepas itu berbagai undangan berdatangan. Produk yang dia bagikan cuma-cuma sebagai promosi itu kini kerap dijadikan oleh-oleh dan ikut pameran.

Mulai dari lingkup dinas dia bekerja, kejaksaan hingga dibawah oleh pimpinan daerah ke Kota Ambon. 

Produknya juga turut dipromosikan oleh PKK Kabupaten MBD

Yang paling banyak dimintai adalah coklat dan jahe marah kelor. Biasanya dalam pameran produk itu yang paling laris. 

Setelah itu baru coklat. Maklum saja, katanya, peminat kelor kebanyakan usia dewasa hingga lansia.

Tak hanya coklat, Ia juga membuat kopi kelor dan juga jahe merah kelor.

Untuk produk kopi kelor dia kemas dalam botol kaca hexagonal ukuran 150 ml seharaga Rp 250 ribu. 

Lalu untuk jahe merah kelor ukuran 150 ml dia hargai Rp 250 ribu. Sedangkan untuk coklat kelor dijual per-cup isi enam potong dihargai Rp 60.000.

Selain itu ada juga bebebrapa produk turunan kelor lain seperti teh kelor yang dijual per-cup isi lima tea bag seharga Rp 30.000.

Coklat kelor Majen berwarna hijau dan punya rasa sebelas dua belas dengan merek coklat terlaris buatan Indonesia itu. Dia juga memberi taburan kacang mede untuk menambah kenikmatan rasa.

Jen mengakui masih banyak kekurangan. 

Terutama soal kapasitas produksi yang minim. 

begitu juga dengan jangkauan pemasaran yang masih mendominasi pada lingkup kecil. meski demikian, keseriusan Jen terhadap usahanya itu tidak main-main.

Kelor Majen telah memiliki izin PIRT juga keamanan makanan. Dan saat ini dia tengah mengurus sertifkasi Halal.

“Semua sudah, tinggal urus Halal saja di Ambon. Beta tengah berkoordinasi dengan orang dari Kemenag Kanwil Maluku. Beta mau MBD punya oleh-oleh dari hasil bumi sendiri,” katanya optimistis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved