Kepemiluan

Pertanyakan Keterangan 3 Pakar dalam Film Dirty Vote, TKN Prabowo-Gibran: Tak Ilmiah

Habiburokhman menyebut keterangan tiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter Dirty Vote tidak ilmiah dan lemah secara argumen.

Editor: Adjeng Hatalea
Courtesy / Twitter
DIRTY VOTE: Poster film dokumenter Dirty Vote 

JAKARTA, TRIBUNAMBON.COM - - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman mempertanyakan keterangan tiga orang pakar hukum tata negara yang diwawancarai dalam film dokumenter Dirty Vote.

Sebuah film dokumenter yang ramai diperbincangkan setelah ditayangkan di YouTube Dirty Vote pada Minggu (11/2/2024) kemarin.

Habiburokhman menyebut keterangan tiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter Dirty Vote tidak ilmiah dan lemah secara argumen.

Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Politikus Partai Gerindra itu mengkritik keterangan Feri Amsari tentang penunjukkan 20 pj. kepala daerah terkait pemenangan paslon tertentu.

Baca juga: Lagi Ramai Diperbincangkan, TKN Prabowo-Gibran Tuduh Film Dirty Vote Berisi Fitnah

Habiburokhman mempertanyakan bagaimana kepala daerah bisa memastikan pilihan politik warganya.

"Itu kan narasi yang sangat spekulatif yang lemah secara argumen, makanya jauh dari ilmiah. Saya ragukan dia (Feri Amsari) ini doktor apa bukan? Emang bukan doktor? Oh, belum. Pantas juga, jadi ilmunya belum sampai di tingkatan yang filosofis,” katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu pun mempertanyakan keterangan Bivitri Susanti tentang kecurangan Pemilu yang disebutnya tidak melampirkan bukti dan status pelaporan.

Habiburokhman juga mempertanyakan keterangan Zainal Arifin Mochtar tentang keterlibatan kepala desa.

"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, kalau kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” katanya.

Adapun Dirty Vote mengungkap kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, dan dugaan penggunaan instrumen kekuasaan untuk memenangkan paslon tertentu dan “merusak tatanan demokrasi.”(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved