Nikah Beda Agama
Dapatkan Permohonan Nikah Beda Agama Dikabulkan? Begini Aturannya di Tanah Air
Penetapan hakim pengadilan itu dianggap mereduksi hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, walaupun dalam pertimbangannya hakim dalam memutuskan pe
Bahkan di dalam hukum formal juga terdapat aturan hukum lain yang pluralistik selain UU Perkawinan.
Di antaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang salah satu pasalnya (pasal 34) mengatur juga hukum pencatatan perkawinan dan bahkan memberikan exit way secara eksplisit perkawinan antar-umat yang berbeda agama.
Begitu juga keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2016 tentang tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran yang memberi ruang dua orang yang menikah tidak tercatat dapat menyatukan diri dalam satu Kartu Keluarga dan di KTP-nya tertulis berstatus ‘kawin’ dengan hanya bermodal Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
Masyarakat beranggapan bahwa kebijakan yang mendegradasi UU Perkawinan ini dikhawatirkan akan semakin menyuburkan praktik kawin sirri atau kawin liar.
Mereka memandang dengan adanya UU Administrasi Kependudukan, urgensitas buku nikah sudah tidak penting lagi, karena segala layanan kependudukan tetap dapat dinikmati meskipun tidak memiliki Buku Nikah.
Tabayun Peradilan
SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dapat dijadikan bahan tabayun para hakim di pengadilan ketika memeriksa perkara perkawinan.
Hakim ketika memeriksa kasus perkawinan seharusnya mengedepankan asas formal hukum perkawinan bukan hukum administrasi kependudukan.
Hal ini sama tatkala hakim dihadapkan pada persoalan hak nafkah mantan istri dan anak dari seorang PNS.
Baca juga: Pengesahan Nikah Beda Agama di Surabaya, Maruf Amin: Bertentangan dengan Fatwa MUI
Dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah oleh PP Nomor 45 Tahun 1990 dijelaskan bahwa apabila perceraian PNS terjadi atas kehendak pria, maka pria yang berstatus PNS tersebut wajib menyerahkan 2/3 gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.
Akan tetapi hakim menolak menggunakan Peraturan Pemerintah itu dengan alasan dasar hukum akibat perceraian adalah yang diatur dalam UU Perkawinan.
Jika dalam perkara nafkah istri dan anak akibat perceraian dari suami PNS seperti itu maka dalam perkara permohonan penetapan beda agama juga seharusnya diberlakukan putusan serupa.
Dengan kata lain hakim sama-sama mengabaikan pertimbangan hukum administrasi kependudukan maupun administrasi kepegawaian.
Hakim mengabaikan pertimbangan hukum administrasi kependudukan, maka sama halnya hakim menguatkan kewenangan lembaga peradilan.
Bagaimana tidak demikian?

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.