Nasional

Pengesahan Nikah Beda Agama di Surabaya, Maruf Amin: Bertentangan dengan Fatwa MUI

Ma'ruf mengatakan, fatwa MUI yang melarang pernikahan beda agama sudah ada sejak ia menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa MUI.

Editor: Adjeng Hatalea
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Wakil Presiden, Ma'ruf Amin sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan MUI, mengatakan pernikahan beda agama bertentangan dengan fatwa yang dibuat oleh MUI. 

JAKARTA, TRIBUNAMBON.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menyiapkan langkah hukum merespons putusan Pengadilan Negara Surabaya yang mengesahkan pernikahan beda agama.

Hal itu diungkapkan Wakil Presiden, Ma'ruf Amin sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Menurutnya, pernikahan beda agama bertentangan dengan fatwa yang dibuat oleh MUI.

"Dari sisi fatwa MUI, tidak sejalan ya. Nanti ada langkah hukum di Komisi Hukum MUI, akan dibahas di MUI seperti apa nanti karena memang fatwanya tidak boleh," kata Ma'ruf di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (28/6/2022).

Ma'ruf mengatakan, fatwa MUI yang melarang pernikahan beda agama sudah ada sejak ia menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa MUI.

"Fatwanya sudah ada dari dulu waktu saya jadi ketua Komisi Fatwa ya sudah ada fatwa itu," ujar dia. Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya mengesahkan pernikahan beda agama antara dua warga berinisial RA dan EDS.

Melalui penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya juga diminta untuk mencatat pernikahan tersebut agar dapat diterbitkan akta perkawinan.

Ahli Bahasa Ungkap Cara Kritik Pemerintah di Media Sosial Agar Tak Dipolisikan

Humas PN Surabaya Suparno menjelaskan, pasangan itu mengajukan permohonan ke PN Surabaya usai pengajuan pencatatan perkawinan pasangan tersebut ditolak oleh Dinas Dukcapil Kota Surabaya.

"Karena saat ini sudah ada penetapan dari pengadilan, Dinas Dukcapil wajib mencatatkan perkawinan pasangan tersebut pada akta pernikahan," terangnya.

Menurut Suparno, penetapan perkawinan beda agama tersebut baru pertama dikeluarkan hakim PN Surabaya.

Beberapa pertimbangan hakim saat mengeluarkan penetapan beda agama antara lain perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan.

Sementara itu, pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan hak asasi para pemohon sebagai warga negara serta hak asasi para pemohon untuk tetap mempertahankan agamanya masing-masing.

(Kompas.com / Ardito Ramadhan / Bagus Santosa)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Menjaga Ruang Digital dari Hoaks

 

Drone Anka-S Siap Jaga Natuna

 

Bunga yang Layu di Pelaminan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved