Kasus Perceraian
Angka Kasus Perceraian akibat KDRT di Ambon Menurun Sepanjang 2022
Pengadilan Agama Ambon mencatat jumlah kasus perceraian yang disebabkan KDRT pada tahun 2022 sebanyak 18 kasus. Sedangkan di 2021 lebih tinggi dengan
Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Adjeng Hatalea
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Angka kasus perceraian di Ambon yang disebabkan faktor Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) menurun di 2022.
Pengadilan Agama Ambon mencatat jumlah kasus perceraian yang disebabkan KDRT pada tahun 2022 sebanyak 18 kasus.
Sedangkan di 2021 lebih tinggi dengan 39 Kasus.
"Untuk faktor penyebab terjadi perceraian untuk KDRT ada 39 kasus tahun 2021 dan 18 kasus di tahun 2022," kata Humas pengadilan Agama Ambon, H. Tomi Asram, kepada TribunAmbon.com, Kamis (5/1/2023).
Meski demikian, jumlah kasus perceraian secara menyeluruh di 2022 lebih meningkat dibanding 2021.
Berdasarkan data yang dihimpun TribunAmbon.com dari Pengadilan Negeri Ambon dan Pengadilan Agama Ambon, tercatat 583 Kasus Perceraian terjadi di 2022.
Sedangkan di 2021 sebanyak 550 Kasus.
Lebih dirincikan lagi, di 2022 kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Negeri Ambon sebanyak 184.
Sementara di Pengadilan Agama Ambon sebanyak 399 Kasus.
Dari 399 kasus tersebut, 134 berasal dari talak suami, dan 265 gugat cerai dari isteri.
Diketahui, Pengadilan Agama Ambon mengurusi perceraian yang pernikahan dilaksanakan dengan Agama Islam.
Sementara Pengadilan Negeri Ambon melayani perceraian yang pernikahannya non Islam.
Baca juga: 583 Kasus Perceraian Terjadi di Pulau Ambon Sepanjang Tahun 2022
Berdasarkan Faktor penyebab, perselisihan dan pertengkaran terus menerus menjadi faktor penyebab paling tinggi terjadinya perceraian di Pulau Ambon sepanjang 2022.
Pengadilan Agama Ambon Kelas 1A mencatat sebanyak 234 perceraian disebabkan faktor Perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Faktor meninggalkan salah satu pihak dengan 82 kasus, KDRT sebanyak 18, madat 3 kasus, murtad 3 kasus dan ekonomi 3 kasus.
"Rata-rata penyebab pertengakaran itu bisa saja macam-macam. Mungkin ada faktor yang membuat emosi isteri atau suami, mungkin pertengkaran karena pihak ketiga,” tambahnya.
Dijelaskannya, faktor pertengkaran disebabkan orang ketiga dari dalam keluarga masih bisa dimediasikan.
Namun, bila karena perselingkuhan maka sulit untuk didamaikan.
“Kebanyakan perceraian dari pihak ketiga kemudian bertengkar. Kalau pihak ketiga itu bisa membuat rumit untuk rukun. Kalau gangguan pihak ketiga dari sisi keluarga itu bisa didamaikan apalagi ada mediasi. Tapi kalau gangguan pihak ketiga dari sisi kecantol dengan yang lain itu sangat sulit untuk dirukunkan kembali,” jelasnya.
Lanjutnya, peningkatan perceraian menandakan kualitas ketahanan rumah tangga menurun.
Namun juga bisa menandakan masyarakat semakin sadar akan hukum.
“Peningkatan ini dari sisi kesadaran hukum bisa dianggap suatu yang positif tapi dari sisi keutuhan rumah tangga bisa dinilai ada kemunduran dalam rumah tangga. Artinya para masyarakat yang berumah tangga mungkin dari sisi kualitas ketahanan rumah tangga semakin menurun, sehingga terjadi peningkatan perceraian,” tandas Asram yang juga salah satu Hakim di Pengadilan Agama Ambon.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.