Global

Laporan China: Pelanggaran Hak Asasi Manusia Amerika Serikat Memburuk

Setelah terus dikritisi atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis minoritas termasuk tuduhan genosida, laporan China kini balik menyorot

Editor: Adjeng Hatalea
AFP
Bendera China dan AS berkibar di dekat Bund, sebelum delegasi perdagangan AS bertemu dengan rekan-rekan China mereka untuk mengadakan pembicaraan di Shanghai, China, 30 Juli 2019. 

BEIJING, TRIBUNAMBON.COM - Setelah terus dikritisi atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis minoritas termasuk tuduhan genosida, laporan China kini balik menyorot kondisi di Amerika Serikat (AS) yang disebut memburuk pada 2021.

Kantor Informasi Dewan Negara China mengeluarkan "Laporan tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat pada 2021" pada Senin (28/2/2022) sebagaimana dilansir Newsweek.

Laporan tersebut menuduh bahwa hak asasi manusia di AS menurun pada 2021, karena "manipulasi politik" yang menyebabkan lonjakan tajam dalam kematian Covid-19, dan kasus penembakan fatal di “Negeri Paman Sam” yang mencapai rekor baru. AS disebut mengabaikan hak warganya untuk hidup dan sehat.

Laporan tersebut menyorot jumlah kasus dan kematian Covid-19 AS, yang tercatat sebagai yang tertinggi di dunia, meskipun memiliki sumber daya medis paling canggih di dunia.

AS saat ini memiliki 79 juta kasus yang dikonfirmasi dan 950.000 kematian, dibandingkan dengan 280.000 kasus yang dikonfirmasi di China dan 5.380 kematian, menurut Dasbor Covid-19 Universitas Johns Hopkins.

China juga mengkritik keamanan publik di AS, menekankan pada kasus kekerasan senjata di negara itu. "Amerika Serikat (AS) secara konsisten memiliki salah satu tingkat kejahatan kekerasan tertinggi di dunia," kata laporan itu.

"Langkah-langkah pengendalian senjata telah stagnan dan kekerasan senjata telah merajalela."

Ada 693 penembakan massal di AS tahun lalu, naik 10,1 persen dari 2020, menurut laporan itu. Lebih dari 44.000 orang tewas akibat kekerasan senjata tahun lalu di AS, dibandingkan dengan 43.643 pada 2020 dan 39.558 pada 2019.

China kemudian mengecam demokrasi AS, dengan mengatakan negara itu "menginjak-injak" hak-hak politik. Laporan itu mengatakan perselisihan politik telah menyebabkan masyarakat AS semakin terpecah, mengutip kerusuhan gedung Capitol pada 6 Januari 2020.

"Kekacauan pemilu di Amerika Serikat telah semakin mengintensifkan polarisasi politik dan terus mengoyak masyarakat," kata laporan itu. China menuduh politik uang semakin merajalela di AS, sehingga membuat politisi semakin mengabaikan kepentingan dan tuntutan rakyat.

Laporan itu menambahkan konfrontasi antara partai politik "menahan dan merugikan" hak pemilih untuk memilih.

Terakhir, laporan itu mengatakan AS menyalahgunakan kekuatan dan sanksi, dan melanggar hak asasi manusia di negara lain, menciptakan "krisis kemanusiaan baru di seluruh dunia." "Perang AS melawan teror telah membunuh jutaan orang," menurut laporan itu.

"Sejak abad ke-21, Amerika Serikat telah meluncurkan serangkaian operasi militer asing global atas nama anti-terorisme, yang mengakibatkan hampir satu juta kematian."

China mengklaim bahwa pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), banyak negara mengecam AS sebagai "perusak terbesar" hak asasi manusia di dunia.

Jadi, sementara China menghadapi pengawasan atas pelanggaran hak asasi manusianya, negara itu mendesak AS untuk mengatasi masalahnya sendiri sebelum memberlakukan standar di negara lain.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved