Mahasiswi Bunuh Diri
Perjalanan Cinta Mahasiswi dengan Oknum Polisi: Alami Depresi, Aborsi 2 Kali hingga Berujung Maut
Kisah cinta mahasiswi asal Mojokerto, Jawa Timur dengan oknum polisi berujung maut. NW tewas setelah menenggak racun di makam ayahnya.
Penulis: Sinatrya Tyas | Editor: Fitriana Andriyani
Cuitan tersebut lalu ditanggapi oleh Kapolri Listyo Sigit dalam akun Twitter resminya, @ListyoSigitP, Sabtu.
Kapolri berterima kasih atas informasi dari pemilik akun Twitter tersebut.
Ia menegaskan, kasus meninggalnya mahasiswi asal Mojokerto ini tengah ditangani Polda Jawa Timur.
"Terima kasih informasinya, saat ini permasalahan sedang dalam penanganan Polda Jawa Timur dan akan segera disampaikan kepada masyarakat hasilnya. Salam Presisi," tulisnya.
Selain Kapolri, kasus mahasiswi tersebut juga mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni.
Sahroni meminta polisi untuk mengusut dan menghukum tegas pelaku, dan dia berjanji akan terus mengawal kasusnya.
“Untuk kesekian kali kita mendengar lagi berita kekerasan dan kejahatan seksual terhadap perempuan, dan ini tidak bisa ditolerir lagi."
"Kita tidak bisa terus menerus membiarkan negara menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan."
"Pak Kapolri Listyo Sigit maupun Propam harus mengusut dan menghukum pelaku seberat-beratnya, dan saya pribadi akan terus mengawal kasus ini,” kata Sahroni dalam keterangannya, Sabtu (4/12/2021), seperti diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: Mahasiswi Meninggal di Makam Ayah Usai Minum Racun, Terbongkar Kisah Cintanya dengan Oknum Polisi
Ia menambahkan, belakangan ini, makin banyak laporan yang menyebutkan tentang pengabaian yang dilakukan polisi terhadap laporan korban kekerasan seksual.
Hal ini tentunya sangat disayangkan, mengingat beratnya korban psikis dan psikologis korban.
Bripda Randy Kini Ditahan
Wakapolda Jawa Timur, Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo, menyampaikan perbuatan Bripda Randy Bagus secara internal melanggar Kode Etik Profesi Polri (Keep).
Sehingga, sesuai Perkap nomor 14 tahun 2011, maka yang bersangkutan dijerat pasal 7 dan 11.
Hukuman pelanggaran kode etik paling berat adalah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat).
