Kuti Kata Maluku

Kuti Kata; Piara

Ungkapan yang sering mengikutinya ialah "dari dalang poro lai mama su jaga"

Editor: Fandi Wattimena
Sumber; Pdt. Elifas Tomix Maspaitella
Menyeberangi laut bersama anak 

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - "Piara" (=pelihara) merupakan tindakan menjaminkan kehidupan. Ada banyak ungkapan mengenai itu dan semuanya menjelaskan tindakan yang didasarkan pada "rasa sayang" (=rasa sayang, cinta) dan bertujuan untuk "jaga kahidopang" (=menjaga dalam arti menjaminkan kehidupan).

Satu: "Mama Papa pung piara" (=pemeliharaan mama papa).

Ungkapan yang sering mengikutinya ialah "dari dalang poro lai mama su jaga" (=sejak dalam kandungan telah dipelihara oleh mama/ibu) atau "su tapiara dari dalang mama poro", jadi tidak bisa dilihat pada apa yang dilakukan mama/orangtua setelah kita lahir.

Karena ada banyak anak yang mengeluh "ah, mama deng papa ada biking apa par beta" (=apa yang mama/ibu dan papa/ayah lakukan terhadap saya) atau "beta jadi orang nih bukang tagal mama/papa" (=saya mendapatkan pekerjaan/jabatan bukan karena mama/papa).

Baca juga: Kuti Kata; Stop Deng Tipu Tapa Tar Guna Tuh

Baca juga: Kuti Kata; Mau Biking Susah Sapa

"Mama papa pung piara" tidak bisa diukur dari sekedar "mama papa kasih skolah tinggi ka seng" (=mama jaminkan kita bersekolah atau tidak), lalu "kalu jadi orang" kemudian dengan angkuhnya kita berkata: "cuma sampe SD sa mo, SMP sampe Universitas tuh beta yang upaya sandiri" (=hanya sampai SD saja, SMP sampai Perguruan Tinggi itu saya sendiri yang mengupayakannya).

"Ingatang!" (=Ingatlah). "Kalu mama seng barana, se seng ada" (=kalau tidak dilahirkan mama, kamu tidak ada).

Memang "mama papa piara deng kurang-kurang, mar akang yang biking se jadi orang" (=mama memelihara dengan sedaya mampunya, tetapi itulah yang mengantarmu mendapatkan pekerjaan/jabatan).

"Mama papa pung piara" juga bukan diukur dari "makanang" (=makanan) melainkan "karingat deng spuluh jare tangang kotor" (=keringat dari kerja yang jujur).

Memang "katong tapiara deng makanang kasiang di meja makang kasiang" (=kita dipelihara dengan makanan seadanya di meja makan yang sederhana), "tapiara dari dulang" (=dipelihara dari dulang sagu; ~dulang adalah nampan tempat meletakkan sagu), "tapiara deng embal" (=embal, makanan lokal orang Kei), "tapiara deng mandekar deng nasi biji mangga" (=mandekar, ubi kayu rebus yang diiris tipis dan dijemur.

Nasi biji mangga, nasi dari biji mangga yang diiris kecil dan dijemur, sebagai persediaan makanan musim Timur orang-orang di Maluku Barat Daya/Tepa-Kisar). Semua makanan itu "apa adanya sa" (=seadanya saja), namun "mama yang bale papeda, gunting, la sua" (=mama yang menuangkan papeda, memotongnya kecil dengan jarinya, dan menyuapi) saat kita "baru blajar makang" (=mulai bisa makan).

"Mama yang paru embal, gepe, jumur, goso, bakar, taru angka-taru angka di jumuran" (=mama yang memarut ubi kayu, mengeringkan airnya, menjemur, mengaya, membakar, menjemurnya berulangkali).

Dua: "tapiara di katong" (=dipelihara di kami), menunjuk pada rumah atau keluarga. Kondisi ini bisa dialami oleh seorang "ana angka" (=anak yang diangkat/adopsi), atau yatim piatu, tetapi juga yang "datang par skolah la tinggal di rumah" (=merantau untuk sekolah lalu tinggal di rumah kita).

Mereka ini mengalami hal yang sama dengan anak kandung. Jadi "su anggap ana sudah" (=dianggap sebagai anak sendiri).

Jadi ungkapan "piara" menerangkan tentang kepedulian yang tinggi. Karena "orang tua sapa yang sampe hati la tar piara anana babae?" (=Orang tua siapa yang tega untuk tidak memelihara anaknya dengan baik).

"Jang kata ana barana, kalu su ambel par piara tuh, apa sa katong biking yang penting par hidop" (=jangankan anak kandung, anak yang sudah diambil untuk dipelihara pun, apa saja kami lakukan asalkan untuk hidup).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved