Global
Virus Corona Varian Delta telah Menyebar di 74 Negara, Dilaporkan Lebih Menular
Virus corona varian Delta yang pertama muncul di India telah dideteksi menyebar di 74 negara, yang dikhawatirkan virus tersebut akan menjadi jenis yan
WASHINGTON DC, TRIBUNAMBON.COM - Virus corona varian Delta yang pertama muncul di India telah dideteksi menyebar di 74 negara, yang dikhawatirkan virus tersebut akan menjadi jenis yang mendominasi di seluruh dunia.
Wabah varian Delta telah dikonfirmasi di China, AS, Afrika, Skandinavia, dan negara-negara lingkar Pasifik.
Para ilmuwan melaporkan bahwa virus corona varian Delta lebih menular, serta menyebabkan penyakit yang lebuh serius.
Di AS, menurut mantan komisaris Food and Drug Administration Scott Gottlieb, kasus varian Delta sudah berlipat ganda kira-kira 2 pekan dan menyumbang 10 persen dari semua kasus baru, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Senin (14/6/2021). Sementara di Inggris, varian baru Delta menyumbang lebih dari 90 persen kasus baru.
Otoritas kesehatan di seluruh dunia mengumpulkan dan berbagi data tentang penyebaran varian baru virus corona, ada ketakutan bahwa di negara-negara berkembang dengan sistem pemantauan yang kurang kuat, varian Delta mungkin sudah menyebar lebih jauh dari pada yang dilaporkan.
Baca juga: Ilmuwan China di Lab Wuhan Pernah Eksperimen Membuat Virus Corona Hibrida
Ashish Jha, dekan fakultas kesehatan masyarakat Universitas Brown di AS, pekan lalu menyebut varian Delta "varian paling menular yang pernah kita lihat sejauh ini".
Seperti varian sebelumnya, Delta terbukti lebih kuat, meski telah dilakukan aturan perbatasan dan karantina mandiri. Di Australia, kasus virus corona varian Delta telah terlihat di Melbourne, meskipun telah diterapkan kontrol ketat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status virus corona varian Delta sebagai varian yang diperhatikan pada April. Kemudian, statusnya meningkat menjadi dikhawatirkan pada Mei.
Virus corona varian Delta menunjukkan gejala yang lebih parah, menurut bukti yang terlihat dari India dan tempat lain, yaitu sakit perut, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, gangguan pendengaran dan nyeri sendi.
Pejabat kesehatan dari Guangzhou, China, menunjukkan bukti bahwa virus corona varian Delta membuat 12 persen pasien menjadi sakit parah atau kritis dalam 3-4 hari sejak timbulnya gejala. Tingkata keparahan penyakit yang ditimbulkan 4 kali lebih tinggi dari pada sebelumnya.
Baca juga: Belum Bayar Raskin, Bulog Ancam Proses Hukum Kota Ambon dan Lima Kabupaten
Selain itu, individu yang sakit lebih banyak menginfeksi orang lain.
Penelitian di China menunjukkan bahwa virus corona varian Delta juga resisten terhadap vaksin khususnya yang baru mendapatkan dosis tunggal.
Kasus di Inggris menjadi contohnya, di mana varian Delta sudah mendominasi saat program vaksinasi berjalan.
Semuanya telah memicu perdebatan baru tentang bagaimana pemerintah harus menanggapi varian Delta.
Di tengah kesulitan dalam mencegah penyebaran varian secara global, berbagai negara mencoba pendekatan yang berbeda untuk berusaha mengendalikan penyebarannya.
Mungkin yang paling radikal, seperti yang dilakukan di China saat kasus pertama varian Delta dideteksi pada wanita berusia 75 tahun di Liwan sebuah distrik di selatan kota Guangzhou.
Pada awal virus corona dideteksi di Wuhan, cara ini juga dilakukan. Yaitu, menerjunkan kendaraan antar-jemput tanpa pengemudi yang mengirimkan makanan dan pasokan ke puluhan ribu orang di distrik-distrik yang di lockdown ketat.
Sementara, armada drone memastikan orang-orang tetap berada di dalam rumah. Indonesia, pada Senin (14/6/2021) memperkirakan gelombang baru infeksi virus corona akan memuncak pada awal Juli, karena varian Delta menjadi lebih dominan di beberapa daerah dan dengan okupansi rumah sakit di Jakarta 75 persen.
Di India beban kasus Covid-19 telah menurun dalam beberapa pekan terakhir.
Di Inggris sedang diawasi ketat oleh berbagai negara khususnya negara yang program vaksinasinya sudah baik, seperti AS dan Israel, untuk memahami tentang penyebab virus corona varian Delta serta dampaknya terhadap beban rumah sakit dan jumlah kematian.
Berbicara dalam program Face the Nation di CBS, komisaris Food and Drug Administration Scott Gottlieb, yang berada di dewan direksi Pfizer dan telah menulis buku tentang pandemi Covid-19, mengatakan bahwa varian Delta tidak dapat dihindari akan menjadi dominan juga di AS.
“Lihat, dan itu akan terus menyebar. Ini mengkhawatirkan. Jadi ini lebih menular. Tampaknya orang yang terinfeksi virus ini memiliki viral load yang lebih tinggi dan mereka memiliki viral load untuk jangka waktu yang lebih lama,” kata Gottlieb.
"Sekarang di AS, 10 persen terinfeksi. Ini 2 kali lipat setiap 2 pekan. Jadi itu (varian Delta) mungkin akan menjadi tekanan dominan di sini di Amerika Serikat," imbuhnya.
Rumah sakit di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa, telah "kewalahan" oleh peningkatan infeksi Covid-19. Presiden, Félix Tshisekedi, mengatakan negara itu berada di tengah gelombang ketiga yang sebagian didorong oleh varian Delta.
“Saya akan mengambil tindakan drastis untuk menangani peningkatan penyakit ini. Kami berbicara tentang varian India khususnya (varian Delta),” kata Tshisekedi, tanpa merinci tindakan apa yang dia rencanakan.
Pemerintah Zimbabwe pada akhir pekan mengumumkan lockdown lokal selama dua pekan untuk distrik Hurungwe dan Kariba setelah mendeteksi varian Delta.
Pemerintah mengatakan lebih dari 40 kasus telah dicatat dalam 3 hari terakhir.
(Kompas.com / Shintaloka Pradita Sicca)