Kuti Kata Maluku

Kuti Kata; Ungkel

Adakalanya "kaweng" (=menikah) membuat seseorang "ubah kalakuang" dan juga sering karena "tatumbu la sadar

Editor: Fandi Wattimena
Sumber; Pdt. Elifas Tomix Maspaitella
Tambatan kapal di Pelabuhan Mahaleta, Pulau Sermata, MBD 

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Orang yang paling jahat pun bisa "ubah kalakuang" (=mengubah kelakuannya). Pasti ada hal tertentu yang membuatnya "su laeng paskali" (=berubah).

Adakalanya "kaweng" (=menikah) membuat seseorang "ubah kalakuang" dan juga sering karena "tatumbu la sadar" (=karena mengalami suatu hal yang berat lalu menjadi sadar dan berubah).

"La kalu orang su ubah kalakuang, jang ungkel dia hal dolo-dolo lai" (=bila sifat seseorang sudah berubah, jangan ungkit kelakuannya yang dahulu).

"Kalakuang suka ba'ungkel" (=sikap suka mengungkit) merupakan sikap yang dilandaskan pada "jalus" (=cemburu) dan "mangiri" (=suka iri hati) yang membuat "hidop cuma par perhatikan orang" (=hidup hanya untuk memperhatikan sifat orang yang buruk) "lalu basimpang" (=menyimpannya) seakan-akan orang tidak bisa mengubah sifatnya.

"Ba'ungkel" merupakan sifat buruk yang membuat "hubungan seng bagus" (=hubungan menjadi tidak baik) karena "di muka biking diri batul, padahal tikang di blakang" (=baik di depan, di belakangnya menyerang). Jadi hubungan dilandaskan kepalsuan.

Nasehat supaya jangan "ba'ungkel" bertujuan supaya "jang simpang orang pung busu" (=jangan menyimpan sifat buruk saudara) dengan tujuan "tempo-tempo kas busu tambah" (=suatu waktu membuat pembusukan terhadapnya).

Baca juga: Kuti Kata; Pilih Babae

Baca juga: Kuti Kata; Gandong e, Mari Beta Gendong

"Apapa sadiki cuma lia orang busu sa" (=secuil apa pun cuma melihat keburukan saja). Sifat seperti ini membuat kita merasa "paleng bae la orang laeng busu" (=paling baik dan orang lain buruk sifatnya).

Akibatnya jika ada seseorang yang sudah sangat saleh lalu karena kita suka "ba'ungkel" kita suka berkata: "biking diri parsis malekat padahal dolo setang" (=berlaku seperti malaikat padahal dulu seperti setan).

Sering pula terucap kata-kata berikut:
"Kalu dia su pande" (=bila dia menjadi pandai) "jang ungkel lai kata dolo dia tar pernah dapa juara di klas" (=jangan ungkit bahwa dahulu dia bukan juara kelas).

"Kalu dia su jadi orang, jang ungkel lai kata dolo dia kasiang polo tiang" (=jika dia sudah dapat pekerjaan, jangan ungkit bahwa dulu dia miskin sekali).

"Kalu dia su jadi bae, tar usah maniso par carita/ba'ungkel kata dolo bajalang bakupukul kuliling kampong" (=kalau dia sudah jadi baik, tidak usah lagi menceritakan kelakuannya yang dulu suka berkelahi di kampung-kampung).

"Jang ba'ungkel lai, tagal kalu dia su ubah kalakuang kan bagus toh?" (=jangan suka mengungkit, karena bukankah baik jika dia berubah?).

"Ba'ungkel" itu juga menjadi kritikan terhadap kita. Sering kepada orang yang suka "ba'ungkel" dialamatkan ungkapan "tar'karja la cuma par dudu tarkira orang" (=tidak ada kerja lain lagi selain hanya duduk memperhatikan keburukan orang).

"Apa tempo hidop deng hati sanang kalu cuma dudu tarkira orang?" (=Kapan anda senang hati jika hanya duduk memperhatikan keburukan orang?).

Jadi marilah kita jujur mengaku bahwa "samua orang bisa jadi bae" (=siapa pun bisa jadi orang baik), dan bila seseorang sudah "ubah dia pung kalakuang" (=mengubah sifatnya) "angka syukur par Tete Manis" (=mengucap syukurlah kepada Tuhan) "dia su bae" (=sifatnya saat ini sudah baik).

#Elifas Tomix Maspaitella

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved