Sebanyak 75 Pegawai KPK Tak Lolos Tes, ICW: Kalau Tak Ramai Sudah Ada Pemecatan
Tes tersebut dilakukan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI)
Seperti nama Penyidik KPK, Novel Baswedan; Ketua wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo; serta Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Giri Suprapdiono.
Baca juga: Dikabarkan Menjalin Hubungan Spesial, Indra Bruggman Buka Suara soal Isu Temui Keluarga Cita Citata
Baca juga: Anggota DPRD Maluku Terdakwa Kasus Narkoba Minta Rehabilitasi, Ngaku Nyesal
Baca juga: Pemilu Israel Masih Buntu, Netanyahu Gagal Bentuk Kabinet Baru
Baca juga: Bicarakan Soal Korea Utara, Tiga Negara Ini Duduk Satu Meja di Sela-sela Rapat G7
ICW Nilai Kalau Tak Diramaikan Sudah Ada Pemecatan Diam-diam
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo ikut menanggapi soal polemik 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Menurutnya, kalau isu ini tidak menjadi ramai, maka sudah ada pemecatan diam-diam oleh KPK.
"Kalau tidak kita ramaikan mungkin sebenarnya sudah ada pemecatan diam-diam yang dilakukan oleh KPK," kata Topan, dalam tayangan Kompas TV, Kamis (6/5/2021).
Topan menilai, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini merupakan ujung tombak dari seluruh kebijakan politis untuk melemahkan KPK.
Sebab, selama ini KPK merupakan badan antikorupsi independen, termasuk pegawainya juga independen.
"Kita tahu selama ini syarat menjadi badan antikorupsi yang independen ada dua, kelembagaannya independen dan pegawainya independen."
"Inilah yang sebenarnya pemerintah dan DPR dalam hal ini telah melanggar ketentuan yang ada di UNCAC sebagai sesuatu konvensi yang sudah kita ratifikasi sejak 2006," ungkap Topan.
Topan juga mencurigai dari sisi kejanggalan soal-soal yang keluar dalam TWK.
Menurutnya, ada beberapa soal yang justru tidak perlu dimunculkan dan tidak ada keterkaitan dengan wawasan kebangsaan seseorang.

"Dari pengakuan teman-teman yang tes, ditanya apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat."
"Bagi yang jujur mengatakan itu adalah kebijakan yang merugikan masyarakat, tetapi mungkin karena kejujurannya dianggap salah," jelas Topan.
"Soal yang muncul itu yang tidak perlu dimunculkan, seperti ketika salat pakai qunut atau tidak, itu kan tidak relevansinya," tambahnya.
Lebih lanjut, Topan menyarankan, seharusnya KPK bisa menggunakan bank soal yang dimiliki oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemen PAN-RB).