Ambon Terkini

Semakin Tersingkirkan, Pendayung Perahu Poka-Galala Tetap Beroperasi

Transportasi tradisional yang biasa digunakan warga ketika hendak menyebrangi Teluk Ambon, yakni perahu, kini tidak lagi diminati.

Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Adjeng Hatalea
TribunAmbon.com/Tanita
AMBON:Sejumlah Perahu di Pangkalan Perahu Desa Poka, Selasa (23/2/2021) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Transportasi tradisional yang biasa digunakan warga ketika hendak menyebrangi Teluk Ambon, yakni perahu, kini tidak lagi diminati.

Alat transportasi penyebrangan laut ini semakin tersingkirkan dengan adanya banyaknya transportasi lainnya dan perkembangan kota yang semakin pesat.

Terlebih setelah diresmikannya Jembatan Merah Putih (JMP) Kota Ambon oleh Presiden RI Joko Widodo pada April 2016 lalu. Akses JMP itu memang memberikan kemudahan bagi masyarakat luas, namun di sisi lain juga berdampak penurunan ekonomi terutama bagi Pendayung Perahu.

Baca juga: 2 Anggota DPRD Provinsi dan Sepasang Anak Bupati di Maluku Menikah Siapa Mereka

"Dulu bisa sampai Rp 250ribu, setelah ada JMP turun lagi Rp 100ribu," ujar Rusman, salah seorang pendayung perahu di Pelabuhan Poka, Selasa (23/2/2021).

Dia mengatakan, semenjak pandemi covid-19 merebak di Kota Ambon, pendapatan pendayung perahu hanya berkisar Rp 40ribu hingga Rp 50ribu perhari.

Baginya, penggunaan perahu sebagai transportasi penyeberangan adalah budaya.

Itulah mengapa mereka masih tetap mendayung untuk mengangkut penumpang menyebrangi Teluk Ambon.

"Kalau orang tua dulu bilang ini budaya, apalagi kita tinggal di kawasan teluk, kalau kita tidak bertahan akan hilang," sambung Abas, pendayung perahu lainnya.

Dari data yang dihimpun TribunAmbon.com, hanya tersisa 14 pendayung perahu dengan rute Poka - Galala - Poka.

Ke-14 orang ini berposko di kawasan Poka sebanyak 10 orang, dan empat orang lainnya di kawasan Galala.

Mereka secara bergantian mengantar penumpang sehari-hari.

Layaknya pangkalan ojek, mereka juga punya pangkalan perahu sendiri.

Untuk terus menyambung hidup, mereka tidak bergantung sepenuhnya pada perahu.

"Ada yang ojek, ada yang juga tukang, kita juga cari tambahan nafkah di tempat lain," ujar Rusman yang sudah mendayung dari tahun 1991.

Apalagi biaya hidup dan sekolah anak yang semakin membesar, tambahnya.

Rusman menjelaskan, bantuan yang dijanjikan pemerintah juga tidak pernah sampai ke tangan mereka.

"Dulu pernah janji tapi sampai sekarang tidak ada sama sekali," katanya.

Ia dan rekan lainnya juga bersyukur masih ada penumpang yang mau menggunakan jasa perahu sebagai alat transportasi penyeberangan.

Kadang pula ada yang menggunakan untuk sekedar jalan-jalan menyusuri Teluk Ambon.

Untuk menggunakan jasa penyeberangan, pendayung perahu mulai beroperasi dari pagi hari pukul 06.00 WIT hingga 18.00 WIT.

"Kalau sekarang hanya sampai jam 6 sore aja, karena sudah sepi," ujar Rusman.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved