Covid 19

Pedangan Asongan di Lapangan Merdeka Mengeluh Pendapatan Menurun

Pedagang mengeluh pendapatannya berkurang karena sepi pengunjung. Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang atau duduk.

Mesya
Pedagang yang berjualan di Lapangan Merdeka, Kota Ambon, Minggu (31/1/2021) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Pedagang asongan di Lapangan Merdeka Ambon merasakan dampak adanya wabah Virus Corona atau Covid-19.

Pedagang mengatakan, penghasilan anjlok karena sepi.

Terpantau di lapangan yang dahulu begitu ramai, kini tidak seperti biasanya.

Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang atau duduk.

Ani (50), salah satu pedagang asongan mengaku sudah lima tahun berjualan dan baru sekarang penghasilannya menurun karena lapangan sepi.

“Sejak pandemi ini, lapangan jadi sunyi. Akhirnya pendapatan kita juga sangat menurun,” ujar Ani kepada TribunAmbon.com, Minggu (31/1/2021).

Dalam kondisi normal, Ani bisa meraup keuntungan Rp. 200 ribu sampai dengan Rp 250 ribu per hari.

Dengan menaiki angkutan kota, Ani tiba di taman pukul 06.00.

Tak lupa barang dagangan dibawanya serta dari kontrakan rumahnya di Jalan Pohon Pule, Kelurahan Ahusen, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Ia biasanya berdagang hingga pukul 22.00, melayani para pekerja kantoran, pelajar maupun mahasiswa.

Namun segalanya berubah setelah adanya pandemi Covid-19.

Apalagi sekolah diliburkan dan sebagian besar dirumahkan, hingga adanya pembatasan jam malam.

Pengunjung menjadi sangat berkurang.

“Biasanya penghasilan perhari itu Rp. 250 ribu perhari. Sekarang kita hanya dapat Rp. 80 ribu. Itupun kalu memang beruntung,” ucapnya.

Mereka pun terpaksa berjualan dua jam lagi lebih lama, yakni hingga pukul 24.00.

Namun tetap saja penghasilan mereka tidak meningkat.

Ani mengaku memiliki tujuh anak.

Empat anaknya di kampong halamannya di Bau-bau, Sulawesi Tenggara.

Sementara, tiga anaknya tinghgal bersama dia di Ambon.

Ani pun harus memikirkan biaya kontrakan sebesar Rp 800 ribu setiap bulannya.

Selain itu, mereka punya keinginan untuk pulang ke kampong halamannya.

Harapannya pulang menjadi pupus, lantaran penghasilannya menurun.

Tiket kapal terbilang mahal. Belum lagi, ada aturan wajib mengikuti rapid tes saat bepergian.

“Jadi biaya pulang kampung untuk empat orang itu sangat mahal. Untuk biaya makan saja pas-pasan.Jadi bulan puasa kali ini saya dan anak-anak tidak bisa pulang karena biaya kami tidak cukup. Sementara saya tidak bisa mengharapkan keempat anak saya yang di kampung karena mereka hanya kuli bangunan,” ceritanya.

Nurlina, anak bungsunya yang ikut berdagang dengannya sejak 2018 lalu, mengatakan hal yang sama.

Dia berujar, biasanya setiap hari minggu, pengunjung selalu ramai.

Mereka selalu datang berolahraga.

“Tapi sekarang sudah sunyi. Pagi ini saja baru dua gelas dan satu borol air mineral yang laku,” tuturnya sambal menundukkan kepala.

Dia mengatakan, pandemi sangat berdampak bagi pendapatan mereka.

Rasanya, mereka ingin pulang saja dan berhenti merantau.

“Tapi mau pikir biaya tiket, tes antigen saja per orang Rp. 250 ribu,” imbuhnya.

Ia hanya berharap, Virus Corona bisa segera berakhir dan situasi kembali normal.

Karena semenjak ada Virus Corona pemasukan juga berkurang. Biasanya banyak pelanggan membeli tapi kini jarang-jarang.

“Semoga pandemi ini segera berakhir,” ucapnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved