Virus Corona
Bisakah Jenazah Pasien Positif Corona Tularkan Virus Tersebut? Ini Penjelasan Ahli Termasuk WHO
Wabah virus corona (covid-19) masih kian masif menyebar di dunia, termasuk di Indonesia. umlah korban pun juga kian bertambah.
Penulis: Garudea Prabawati | Editor: Fitriana Andriyani
TRIBUNAMBON.COM - Wabah virus corona (covid-19) masih kian masif menyebar di dunia, termasuk di Indonesia.
Hingga kini update terbaru jumlah pasien kasus corona di Indonesia, hingga Kamis (2/4/2020) pukul 13.25 WIB mencapai 1.677 kasus.
Dari 1.677 orang yang positif terinfeksi Covid-19, 157 di antaranya meninggal dunia dan 103 telah dinyatakan sembuh.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan ada penambahan kasus baru positif sebanyak 149 orang.
"Sehingga jumlah sekarang menjadi 1.677 kasus," kata Yurianto saat memberikan keterangan pers di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (1/4/2020), dilansir dari Kompas.com.
Kemudian terdapat 22 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh, sehingga total pasien sembuh menjadi 103.
Sementara itu, pasien yang meninggal dunia betambah 21 orang, sehingga total menjadi 157 pasien.
"Kasus kematian ini adalah kasus kematian dari kasus terkonfirmasi Covid-19," tegas Yuri. Yuri mengingatkan untuk jaga jarak dua meter untuk melindungi diri dari infeksi virus corona.

Hingga saat ini awareness masyarakat akan perlindungan diri dari infeksi virus corona semakin meningkat.
Informasi kredibel pun mudah didapat lantaran semakin gencarnya masyarakat dapat mengakses sosial media.
Namun diiringi juga dengan informasi-informasi yang tak jelas kebenarannya, sehingga banyak yang membuat masyarakat cemas.
Terlebih masyarakat - masyarakat yang belum teredukasi denga baik soal apa itu virus corona, penyebarannya hingga penularannya.
• Update Virus Corona Ambon: Pemkot Menyemprotkan Disinfektan ke Angkutan Kota di Terminal Mardika
Termasuk yang masih terjadi yakni banyak masyarakat yang menolak jenazah pasien positif corona untuk dimakamkan di daerahnya.
Di antaranya kejadian di Banyumas, warga menolak jenazah pasien positif corona (Covid-19) yang baru dikebumikan di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (31/3/2020).
Pasien yang berasal dari Kecamatan Purwokerto Timur tersebut tersebut dilaporkan meninggal dunia di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, Selasa (31/3/2020) pagi setelah dirawat di ruang isolaso sejak beberapa waktu lalu.
Dilansir dari Kompas.com, sehingga terpaksa malam harinya, makam jenazah dibongkar dan dipindah ke lokasi lain.
Dilansir dari Kompas.com, Bupati Banyumas Achmad Husein, Rabu (1/4/2020) pagi memimpin langsung proses pembongkaran dan pemindahan jenazah.
Diketahui warga yang menolak yakni warga desa setempat dan desa tetangga, yaitu Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Warga khawatir pemakaman di lahan milik pemerintah kabupaten (pemkab) itu akan berdampak terhadap kesehatan warga.
Menanggapi hal tersebut Bupati pun mengatakan bahwa jenazah (pasien positif corona) setelah meninggal itu tidak berbahaya.
"Dalam waktu dekat akan kami sosialisasikan lagi terus menerus supaya masyarakat tahu persis bahwa itu tidak ada maslaah, tidak bahaya, karena begitu virus itu ada di tubuh jenazah, di dalam tanah itu virus langsung mati, tidak akan ke mana-mana," jelas Husein.
Lantas apakah jenazah pasien positif covid-19 dapat tularkan virus corona?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagikan pedoman, yang berbunyi, tidak ada bukti bahwa jenazah positif covid-19, menimbulkan risiko dalam epidemi wabah.
Sebagian besar virus corona tidak bertahan lama di tubuh manusia setelah kematian.
Namun memang tubuh manusia yang sudah meninggal menimbulkan risiko besar bagi kesehatan orang yang masih hidup, namun dalam beberapa kasus khusus.
Dilansir dari India Today, seperti kematian akibat kolera atau demam berdarah, kata pedoman yang dikeluarkan oleh WHO.
Namun, WHO mengatakan orang atau pekerja yang secara rutin menangani mayat mungkin berisiko tertular TBC, virus yang ditularkan melalui darah (misalnya hepatitis B dan C dan HIV).
Dan infeksi saluran pencernaan (misalnya kolera, E. coli, hepatitis A, diare rotavirus, salmonellosis, shigellosis dan demam tifoid / paratiphoid).
Selain itu, WHO mengeluarkan beberapa saran khusus untuk pekerja yang menangani mayat, yaitu:
- Makam harus setidaknya 30 m dari sumber air tanah yang digunakan untuk air minum.
- Lantai kuburan harus setidaknya 1,5 m di atas permukaan air, dengan zona tidak jenuh 0,7 m.
- Air permukaan dari kuburan tidak boleh memasuki area yang dihuni.
- Lakukan tindakan pencegahan universal yang diambil saat menangani darah dan cairan tubuh.
- Gunakan sarung tangan sekali saja dan buang dengan benar.
- Gunakan kantong mayat.
- Cuci tangan dengan sabun setelah memegang tubuh dan sebelum makan.
- Mendisinfeksi kendaraan dan peralatan.
- Vaksinasi terhadap hepatitis B.
- Tidak perlu mendisinfeksi tubuh sebelum dibuang (kecuali dalam kasus kolera).
Sementara dilansir dari Gulf News, Dr Nrashant Singh, associate professor dan ketua program di Departemen Ilmu Forensik di Amity University, Dubai, mengatakan:
“Ketika seseorang meninggal karena Covid-19, virus yang ada di dalam dirinya tetap ada karena semua proses fisiologis dalam tubuh, hingga akhirnya penyebaran dalam tubuh jenazah tersebut sepenuhnya berhenti."
Namun, permukaan tubuh pasien seperti pakaian, tangan, dan lain-lain di mana virus bersembunyi akan menjadi sumber infeksi karena virus terus aktif di permukaan mati selama beberapa jam.
Dr Singh mengatakan dalam keadaan demikian, disarankan agar tubuh dibuang dalam kondisi yang terkendali, baik melalui penguburan atau kremasi sesegera mungkin.
“Jika ada penundaan, tubuh perlu diisolasi dan disimpan dengan steril mungkin," katanya.
Dr Singh mengingatkan bahwa mayat pasien covid-19 itu tidak boleh dibiarkan terbuka.
• Kiriman Bantuan Alat Medis Rusia ke Amerika untuk Perangi COVID-19 Munculkan Sejumlah Spekulasi
“Begitu dekomposisi terjadi, virus yang ada di dalamnya pasti akan terpapar dan itu bisa berbahaya. Disarankan bahwa sejumlah kecil orang memiliki akses ke jenazah tersebut dan mereka harus berhati-hati dalam penanganannya,” sarannya.
Dr Shyam Chaturvedi, profesor kedokteran pencegahan dan pengobatan masyarakat dan mantan perwakilan UNICEF dari Jaipur, India, merinci dua alasan utama soal pemakaman korban COVID-19 yang tidak boleh dihadiri sembarang orang.
Pihaknya menyebut hal tersebut sesuai prinsip menjaga jarak sosial dengan orang lain selama wabah pandemi corona saat ini.
Selain itu bagi keluarga korban, mungkin saja mereka sebelumnya kontak hingga berdekatan dengan korban covid-19.

“Dan Ketiga, orang mati tidak dapat secara aktif menularkan infeksi, tetapi tubuh korban seperti permukaan lainnya. Virus tetap aktif selama berjam-jam di permukaan dan tetesan yang mungkin jatuh di tangan korban, pakaian, wajah dll sehingga kemungkinan besar dapat menularkan virus."
Masyarakat Tak Perlu Takut
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto mengatakan, masyarakat tidak perlu terlalu panik jika mengetahui ada jenazah positif virus corona yang akan dimakamkan di sekitar pemukimannya.
"Masyarakat tidak perlu takut yang berlebihan hingga menolak dan mengusir jenazah saat pemakamannya, kita justru harus maklum," tegas Yuri.
Pihaknya mengatakan jenazah pasien positif virus corona tidak berbahaya bila dimakamkan di tempat pemakaman umum.
Pasalnya, telah dilakukan prosedur yang sesuai sebelum dilakukan pemakaman jenazah pasien positif Covid-19.
"Ya enggak, enggak bahaya. Kan orang tersebut sudah meninggal. Sudah dilakukan dan mengikuti prosedur yang seharusnya," ujar Yuri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/4/2020).
Ia berpesan kepada masyarakat agar tidak perlu melakukan hal-hal yang merugikan orang lain dengan tidak mengizinkan pemakaman.
(TribunAmbon.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Gloria Setyvani Putri/Fadlan Mukhtar Zain/Dandy Bayu Bramasta)