Lutfi Alfiandi Dipaksa Mengaku Melempar Batu ke Aparat, Diikat dan Disetrum Setengah Jam
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jamlah. Saya disuruh ngaku kalau lempar batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi.
TRIBUNAMBON.COM - Tayangan Program Mata Najwa yang disiarkan langsung di Trans 7, Rabu (22/1/2020) tadi malam, mengusung tema Hukum Pilah-Pilih.
Acara yang dipandu Najwa Shihab itu mengupas beberapa permasalahan hukum yang masih dianggap tebang pilih.
Belakangan ia mengaku dianiaya penyidik agar mengakui kesalahan yang tidak dilakukan.
Dalam proses persidangan, Lutfi Alfiandi bercerita dia dipaksa mengaku melempar batu ke arah aparat.
Menurut Lutfi, dirinya disiksa beberapa kali sampai mengiyakan pertanyaan aparat tersebut.
• Aksinya Viral saat Demo Bawa Bendera, Ini Pengakuan Lutfi Alfiandi hingga Disetrum Polisi
"Mereka (polisi) langsung ambil plastik mengikat leher saya, buka lagi, lalu saya dibawa ke ruangan.
Ditutup mata saya, diiket kain matanya, telinga saya dijepit, disuruh jongkok," terang Lutfi dalam tayangan Mata Najwa (22/1/2020).
Setelah itu Lutfi ditanya polisi tentang dirinya yang melempar batu atau tidak.
Lutfi yang spontan berkata tidak, kemudian disetrum melalui telinganya.
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jamlah.
Saya disuruh ngaku kalau lempar batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi di hadapan hakim, Senin (20/1/2020), dikutip dari Kompas.com
Penyiksaan itu terhenti saat polisi mengetahui foto Lutfi viral di media sosial.
"Waktu itu polisi nanya, apakah benar saya yang fotonya viral. Terus pas saya jawab benar, lalu mereka berhenti menyiksa saya," ujar dia.
• Apa Enaknya Jadi PNS? Di Mata Najwa Anies Baswedan Buka-bukaan Gaji PNS Jakarta Capai Rp 19 Juta
• Bamsoet Diundang ke Mata Najwa Temui Mahasiswa, Najwa Shihab: Jangan Khawatir, Tak Ada Gas Air Mata
Nasir Djamil Anggap Perlakuan Oknum Meresahkan
Anggota DPR Komisi 3, Nasir Djamil menganggap adanya perlakukan oknum polisi seperti yang dikatakan Lutfi meresahkan.
"Ini biadab, oknum-oknum seperti ini harus diperiksa," ujarnya pada tayangan Mata Najwa (22/1/2020).
"Ini menurut saya jauh dari kesan kalau polisi itu humanis, tentu ini oknum, dan ini merisaukan kita," lanjutnya.
Dia menganggap aksi Lutfi semata-mata hanya untuk menjalankan demokrasi.
"Yang dilakukan Lutfi merupakan ruh demokrasi, jadi tidak pantas Lutfi diperlakukan seperti itu," tambahnya.
Ibu Lutfi: Saya Tidak Pernah Memukulnya
Sambil terisak, ibunda Lutfi, Nurhayati mengatakan dirinya baru tahu Lutfi disetrum saat pengakuannya di dalam sidang.
"Saya orangtuanya nggak pernah mukul sama sekali, saya baru tahu disetrum," ujarnya.
Nurhayati juga bercerita Lutfi sempat mengatakan dipukul oleh aparat.
Dia merasa Lutfi tidak ingin membuatnya menangis sehingga tidak berterus terang kepada ibunya.
Selanjutnya, Nurhayati berharap Lutfi bisa bebas Januari ini.
"Saya hanya ingin anak saya bebas kalau bisa Januari ini dia bebas, saya pengennya gitu."
• Beredar Video Massa Mengaku Dibayar untuk Demo Tuntut Anies, Dewi Tanjung: Kami Tidak Punya Dana
Polisi Bantah Pengakuan Lutfi Alfiandi
Kepala Satuan Reskrim (Kasatreskrim) Polres Jakarta Barat, Kompol Teuku Arsya membantah pengakuan Lutfi Alfiandi soal dirinya yang dipukul dan disetrum saat pemeriksaan oleh polisi.
"Enggak mungkin (disetrum dan dipukul), kami kan polisi modern," kata Arsya, Selasa (21/1/2020) dikutip dari Kompas.com.
Arsya menambahkan, polisi saat itu mempunyai rekaman video Lutfi di lapangan saat kerusuhan berlangsung.
Atas dasar video itu, polisi mengamankan Lutfi.
"Kenapa dia ngaku? Karena setelah itu ditunjukan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan, bukan disetrum," jelasnya.
Arsya pun menegaskan cara setrum dan pemukulan saat pemeriksaan berlangsung tidak berlaku di Kepolisian.
"Enggak ada lagi polisi zaman sekarang begitu, enggak benar lah," kata Arsya.
Mata Najwa Angkat Tema Hukum Pilah-Pilih
Selain kasus hukum yang menyeret Lutfi Alfiandi, tayangan Mata Najwa tadi malam juga mengupas beberapa permasalahan hukum yang masih dianggap tebang pilih.
Sebut saja perkara ZA, seorang pelajar SMA, yang terancam dibui seumur hidup karena membunuh seorang begal yang hendak merampas motor dan memerkosa pacarnya.
Ada juga kasus Pak Samirin di Simalungun, Sumatera Utara, yang diganjar 2 bulan penjara gara-gara memungut sisa getah pohon karet senilai Rp 17.000 milik sebuah perusahaan.
Tak hanya membahas soal kasusnya, Mata Najwa malam ini juga melakukan wawancara eksklusif terhadap salah satu terdakwa.
Pelajar bunuh begal
Seorang pelajar yang didakwa lakukan pembunuhan berencana setelah ia membunuh seorang begal yang hendak rudapaksa kekasihnya, kata Hotman Paris.
ZA, seorang siswa SMA di Malang menjadi tersangka setelah membunuh begal yang hendak perkosa pacarnya kini didakwa hukuman seumur hidup.
Nasib miris yang dialami ZA ini kemudian disampaikan pada pengacara Hotman Paris Hutapea, begini komentar Hotman Paris.
Diketahui, ZA (17) terpaksa membunuh begal lantaran ia merasa terancam dan pelaku mengancam akan memperkosa kekasihnya.
Kejadian tersebut terjadi di Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang pada Minggu (8/9/2019).
ZA telah menjalani sidang perdana kasus pembunuhan begal pada Selasa (14/1/2020) di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang.
Dikutip dari suryamalang.com, ZA datang bersama ayah tiri, Sudarto dan pengacara Bakti Riza.
Bahkan ZA masih mengenakan seragam putih abu-abu saat mendatangi meja hijau.
Karena pelaku masih di bawah umur, persidangan digelar secara tertutup.
Setelah dua jam, Bakti mengaku masih mengkritisi beberapa pasal saat pembacaan eksepsi nanti.
Bakti menjelaskan ada beberapa pasal yang tidak jelas.
Kliennya didakwa 340 KUHP, pasal 338 KUHP, pasal 351 (3) KUHP, dan UU daruat pasal 2 (1).
Pasal 340 KUHP merupakan pasal mengenai pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Sementara pasal 33 KUHP yakni tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Dan Pasal 2 ayat 1 pada Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 mengenari kepemilikan senjata tajam tanpa izin.
Atas dakwaan ini, banyak masyarakat yang juga mempertanyakan hal ini, termasuk Hotman Paris.
Menurut Hotman Paris, kasus ini menjadi masalah seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut diungkap melalui media sosial Instagram miliknya, @hotmanparisofficial pada Minggu (19/1/2020).
"Halo masyarakat Indonesia.. halo bapak Presiden Jokowi, halo bapak Jaksa Agung, halo Komisi III DPR, halo pimpinan Pengadilan di Malang dan Pengadilan Tinggi di wilayah setempat," ujar Hotman Paris melalui postingan video singkat tersebut.
"Sudah ribuan orang menghubungi saya untuk memberikan perhatian kepada seorang anak muda didakwa melakukan pembunuhan berencana 240,"
"Katanya padahal si laki-laki muda itu membunuh karena membela kehormatan pacarnya yang hendak diperkosa,"
"Kalau benar faktanya seperti itu, memang sangat dipertanyakan,"
"Kenapa malah didakwa melakukan pembunuhan berencana pasal 340 KUHP," lanjut Hotman Paris yang berbicara di dalam mobil.
Lebih lanjut Hotman Paris menilai jika ini adalah masalah seluruh masyarakat Indonesia untuk membela hukum di negeri ini.
"Ini masalah seluruh masyarakat Indonesia, kita harus membela hukum di negeri ini agar benar-benar hukum ditegakkan sesuai fakta di persidangan.
Seluruh masyarakat Indonesia harus beri perhatian pada kasus ini. Salam Hotman Paris," pungkas pria asal Sumatera Utara tersebut.
Sementara polisi masih memberikan diskresi karena ZA masih berstatus pelajar dan melakukan pembunuhan karena pembelaan.
Polisi hanya menyebut, ZA harus melakukan wajib lapor setelah pulang sekolah.
Meski demikian, proses hukum ZA ternyata masih berjalan.
Setelah jalani sidang perdana, ZA mengaku sedikit tegang.
ZA berharap kasusnya segera menemui titik terang.
“Semoga bisa bebas,” beber ZA dikutip dari Suryamalang.com.
Kasus Kakek Samirin
Sebelumnya, pada Rabu (15/1/2020), Samirin, seorang kakek berusia 68 tahun, divonis dua bulan empat hari penjara oleh Hakim Pengadilan Simalungun karena memungut getah karet seharga Rp 17.000.
Samirin dituduh mencuri karet di perkebunan PT Bridgestone, Kecamatan Tapian Nauli.
Ketua Majelis Hakim Rozianti menyebutkan, Samirin melanggar UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Dilansir dari Tribun Medan, Sarimin disebut mencuri getah pohon karet seberat Rp 1,9 kilogram senilai Rp 17.000 di perkebunan PT Bridgestone sekitar dua bulan lalu.
Saat itu Samirin mengaku sedang menggembala sapi.
Ia kemudian memungut getah pohon karet dan dijual kepada orang yang menampung.
Uang hasil penjualan getah karet yang ia pungut digunakan untuk membeli rokok.
"Ambil untuk beli rokok. Ini dijual kepada orang-orang yang menampung. Baru itu ambil getah karet," ujarnya sembari tersenyum.
Tak diduga, satpam perkebunan memergoki Samirin yang sedang memungut getah karet.
Langsung bebas
Saat mendengar vonis tersebut, Sumiati, istri Samirin, langsung menangis.
Nenek 12 cucu tersebut terlihat menyeka air matanya dengan kerudung yang ia kenakan.
Vonis dua bulan empat hari membuat Samirin langsung bebas karena ia telah menjalani masa tahanan selama dua bulan tiga hari.
Tak hanya Sumiati, seluruh keluarga dan pengunjung sidang tampak menangis dan mengucapkan puji syukur.
Sebelum kembali ke tahanan, Samirin mengaku cukup senang dengan hasil putusan tersebut.
"Saya senang bisa lagi ketemu dengan cucu-cucu," katanya.
Hal yang sama juga diucapkan oleh Sumiati.
Ia mengaku senang suaminya segera kembali ke rumah.
"Terima kasih, kakek sudah bebas. Nenek senang bisa berkumpul lagi. Kakek bisa jumpa dengan cucu dan anak," katanya.
Sumiati mengaku tidak mengerti hukum.
Ia baru sadar suaminya segera bebas setelah dijelaskan anaknya.
"Ini sama anak dan cucu ramai-ramai ke mari. Tadi diberi tahu anak, bapak sudah bebas. Saya langsung bersyukur," katanya.
Bersamaan dengan vonis tersebut, keluarga Samirin melakukan aksi kumpulkan koin untuk ganti rugi getah karet yang diambil Smairin.
Anak terdakwa Agus Supriadi mengatakan, pengumpulan koin ini atas kerugian yang dialami PT Bridgestone senilai Rp 17.400.
"Ya, ini kami kumpulkan koin untuk mengganti kerugian yang dialami PT Bridgestone," ujarnya, Rabu (15/1/2020).
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Lutfi Mengaku Dipaksa Mengakui Perbuatannya: Saya Disuruh Duduk, Terus Disetrum dan tribunkaltim.co dengan judul Leher Diikat, Telinga Dijepit, Disetrum Saat Diinterogasi, Pengakuan Lutfi Alfiandi di Mata Najwa.