Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Megarivera Renyaan
LANGGUR, TRIBUNAMBON.COM - Puluhan Masyarakat adat dari Ohoi Tanimbar Kei, Kecamatan Kei Kecil Barat melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Maluku Tenggara (Malra), Senin (14/4/2025).
Unjuk rasa yang dilakukan, merupakan buntut dari isi rancangan peraturan daerah (Ranperda) terkait kepemilikan dua pulau yang diklaim masuk dalam ratschap Matwear.
Pantauan TribunAmbon.com pukul 09.20 WIT, massa aksi mulai menyampaikan orasi, menolak kepemilikan dua pulau yakni
Pulau Witir dan Pulau Nuhu Ta yang diklaim masuk dalam petuanan Matwear.
"Kami menolak tegas isi ranperda terkait kepemilikan dua pulau yang masuk dalam petuanan Matwear," ucap, Koordinator Lapangan Sirkes Erlier.
Baca juga: Pesona Kota Ambon Bakal Diangkat Dalam Pembuatan Film Berjudul Love You Islands
Baca juga: Jadwal Kapal Ambon 14 April 2025: Cantika Lestari Tujuan MBD dan Pulau Buru
Menurutnya, walaupun secara adat wilayah ini termasuk dalam ratschap atau wilayah kekuasaan Rat Somlain, namun menyangkut hak atas tanah, pulau dan laut yang berada di dalam petuanan adat Tanimbar Kei sepenuhnya.
"Di dalam ranperda bab VI pasal 27 ayat 3, terlihat secara jelas bahwa Pulau Witir dan Pulau Nuhu Ta diletakkan dalam wilayah kekuasaan Rat Magrib Matwaer, padahal kedua pulau tersebut sejak jaman para leluhur adalah merupakan bagian dari wilayah petuanan adat Tanimbar Kei," sesalnya.
Lanjutnya Pemetaan wilayah adat yang demikian rupa, bertentangan dengan fakta sejarah yang ada dan sangat mengganggu hak adat masyarakat Tanimbar Kei atas kedua pulau tersebut.
"Kami sangat menyayangkan sikap dari Pemkab Malra dan DPRD karena berpotensi menimbulkan konflik horisontal antar masyarakat dari ratcshap dari desa yang berbeda," ujarnya.
Sirkes menambahkan, apabila dalam proses pembahasan ranperda tersebut tidak dilakukan perbaikan sesuai fakta sejarah kepemilikan adat di Tanimbar Kei, maka masyarakat adat secara tegas menyatakan penolakan ranperda tersebut.
"Kami menolak tegas ranperda yang akan dibahas oleh DPRD jika tidak ada perbaikan sesuai fakta sejarah," pungkasnya.
Massa aksi kemudian diterima Pimpinan DPRD Malra untuk mediasi.(*)